DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………..............…………………………………………………………………………………………
DAFTAR
ISI…………………………………………...............………………………………………………. ………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN……………………………………............………………………………………… ……………………………………………
1.1 Latar Belakang………………………………………………….........................……..... …………....................................................
1.2 Rumusan masalah…………………………………………………………………................................................ …………………………..
1.3 Tujuan penulisan……………………………………………………………………………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN……………………………………............………………………………………… ……………………………………………
1.1 Latar Belakang………………………………………………….........................……..... …………....................................................
1.2 Rumusan masalah…………………………………………………………………................................................ …………………………..
1.3 Tujuan penulisan……………………………………………………………………………………………………………………………………………….
1.4
Manfaat penulisan…………………………………………………………………………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………..................……………………………………………………………………
2.1 Definisi anestesi……………………………………………………………………………………………………………………………………………….
2.1 Definisi anestesi……………………………………………………………………………………………………………………………………………….
2.2
Klasifikasi obat anestesi………………………………………………………………………….........................................................
2.3 Mekanisme kerja obat anestesi …………………………………………………………………………………………………………………..
2.3 Mekanisme kerja obat anestesi …………………………………………………………………………………………………………………..
2.4 Aktivitas obat anestesi…………………………………………………………………………………………………………………………………..
2.5
Kontraindikasi obat anetesi…………………………………………………………………………………………………………………………..
2.6
Farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi…………………………………………………………………………………
2.7 Efek
samping obat anestesi…………………………………………………………………………………………………………………………..
2.8
Syarat ideal obat anestesi…………………………………………………………………………………………………………………………….
BAB III PENUTUP…………………………………….................……………………………………………………………………………………………..
3.1 Kesimpulan…………………………………………....................………………….......................... ……………………………………………..
3.2 Saran – saran ……………………………………………………...................……………………….. ………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
3.1 Kesimpulan…………………………………………....................………………….......................... ……………………………………………..
3.2 Saran – saran ……………………………………………………...................……………………….. ………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekarang ini usaha-usaha yang
dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dengan penggunaan obat
dalam prosedur pembedahan telah dilakukan sejak zaman kuno, termasuk dengan
pemberian ethanol dan opium secara oral. Pembuktian ilmiah pertama dari
penggunaan obat anestesi untuk pembedahan dilakukan oleh William Morton di
Boston pada tahun 1846 dengan menggunakan diethyl
eter. Sedangkan istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes
yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan dahulu oleh orang
Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis Indica dan pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan
kesadaran. Sehingga
dengan perkembangan teknologi obat anestesi berkembang pesat saat ini. Obat
anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam
bermacam-macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Obat Anestesi dibagi menjadi
dua kelompok yaitu anestesi
umum dan anestesi lokal Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya
kesadaran. Anestesi umum ini digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan,
merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap
manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi
umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan,
maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika,
analgetika, dan relaksansia otot. Sedangkan anestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk mencegah
rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversibel.
Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari.
Untuk menghilangkan rasa nyeri pasca-operasi maka dokter dapat memberi anestesi
lokal pada area pembedahan (Neal, 2006).
Oleh karena itu, penulis tertarik membuat makalah yang berjudul “anestetika” yang akan membahas obat
anestesi umum dan lokal baik dari pengertian, klasifikasi, mekanisme kerja,
aktivitas obat, kontra indikasi, farmakokinetik dan farmakodinamik, efek
samping, dan syarat ideal obat-obat anestesi.
B. Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang di maksud dengan obat anestesi umum dan lokal ?
2. Apa
saja klasifikasi obat
anestesi umum dan lokal ?
3. Bagaimana mekanisme kerja obat anestesi
umum dan lokal?
4. Bagaimana aktifitas obat anestesi umum
dan lokal ?
5. Apa saja kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal ?
6. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat anestesi umum
dan lokal ?
7. Apa saja efek samping dari obat anestesi umum dan lokal ?
8. Apa saja syarat ideal dari obat anestesi umum dan lokal ?
C. Tujuan
Penulisan
1. Tujuan
Umum
Adapun tujuan umum
dari penulisan makalah ini
adalah agar pembaca mengetahui obat-obat anestesi umum dan lokal.
2. Tujuan
Khusus
Adapun tujuan khusus makalah ini adalah:
a. Untuk
mengetahui pengertian obat anestesi umum dan lokal
b. Untuk
mengetahui klasifikasi dari obat anestesi umum dan lokal
c. Untuk
mengetahui mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal
d. Untuk
mengetahui aktivitas obat-obat anestesi umum dan lokal
e. Untuk
mengetahui kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal
f. Untuk
mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi umum dan lokal
g. Untuk
mengetahui efek samping obat anestesi umum dan lokal
h. Untuk
mengetahui syarat ideal obat anestesi umum dan lokal
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Tenaga kesehatan
Menambah
pengetahuan tentang obat-obat anestesi umum dan lokal.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat
dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang obat-obat anestesi umum
dan lokal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Anestesi
Anestesi artinya adalah pembiusan,
berasal dari bahasa Yunani an artinya “tidak
atau tanpa" dan aesthētos, "artinya persepsi atau
kemampuan untuk merasa". Secara umum berarti anestesi adalah suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat anestesi adalah
obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam
tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Istilah
anestesi
dikemukakan pertama kali oleh
O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok
yaitu anestesia lokal dan anestesi umum.
1. Definisi
Anestesi Umum
Anestesi umum atau
pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang kesadaran. Ada juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak terdapatnya
sensasi yang berhubungan dengan hilangnya kesdaran yang reversibel (Neal,
2006).
Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu keadaan
depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat
reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih
mirip dengan keadaan pinsan. Anestesi digunakan pada pembedahan dengan maksud
mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir
reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot
(relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini
secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan
kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot
(Kartika Sari, 2013).
2. Definisi
Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel
penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan
demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin
(Kartika Sari, 2013).
Anestesi lokal
menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan (misalnya, adanya sel
tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat anestesi (misalnya, lidokain)
menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Klien akan
kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktivitas motorik, dan otonom (misalnya,
penggosongan kandung kemih). Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur
minor pada tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pascaoperatif,
dokter dapat memberi anestesi lokal pada area pembedahan.
B. Klasifikasi Obat Anestesi
Klasifikasi anestesi ada dua kelompok, yaitu :
1. Anestesi
Umum
Anastesi
umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran
ditiadakan.
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri
dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang
menguap dan obat anestesi yang diberikan secara intravena.
a. Obat Anestesik Gas (Inhalasi)
Pada umumnya
anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi dan
operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan
parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anestesi dan
efek letal cukup lebar. Obat anestesi inhalasi ini dihirup bersama udara
pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak
mengakibatkan narkose
Contoh obat anestesik
inhalasi yaitu :
1) Dinitrogen Monoksida (N2O atau gas tertawa)
Dinitrogen Monoksida
merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat
daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan
bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ±
50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesik yang baik, dengan inhalasi
20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar
optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksimum ±
35% . Gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O
pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi
kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah
terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara
intermiten untuk mendapatkan analgesik pada saat proses persalinan dan
pencabutan gigi.
2) Siklopropan
Siklopropan
merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat
daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini
mudah terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method.
Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat
(2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume,
tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan
kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan
pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya
kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan
pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi
otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi
pernafasan ringan dapat terjadi pada anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan
tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri
tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih
pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu
fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme
atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah
kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu
operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot.
Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan
ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan
diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap
macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan
dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan
oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.
b. Obat
Anestesi yang Menguap
Anestetik
yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu berbentuk
cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan
relatif mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam
darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya
induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang
dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk
mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat
anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang
menguap.
Umumnya
anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter misalnya
eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan,
metoksifluran, etil klorida, dan trikloretilen.
Contoh
obat anestesik yang menguap yaitu :
1) Eter
Eter
merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar,
mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik kuat sekali,
dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesik tetapi
penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi
otot karena efek sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan
hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan
hambatan neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin, streptomisin,
polimiksin dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus. Eter
diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga
melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
2) Halotan
Merupakan
cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah
meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak,
tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastik. Karet larut dalam
halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat
ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah
tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10
menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %).
Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
3) Metoksifluran
Merupakan
cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah meledak,
tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik,
metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal
0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia.
Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak
menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita
asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi
tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran
bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan
hati.
4) Etilklorida
Merupakan
cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan mempunyai titik
didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan menimbulkan
pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat
terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan
waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu
etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya
digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30
detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik lokal dengan cara menyemprotkannya
pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah
kena infeksi karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.
5) Trikloretilen
Merupakan
cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti kloroform,
tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan
terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic
trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya
kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan
N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam
campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi
jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor.
Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.
c. Obat
Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)
Obat
ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat dan kebanyakan
obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat
mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi
pengaruh obat yang lain. Termasuk golongan obat ini adalah:
1) Barbiturat
Barbiturat
menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di
formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi
penghambatan sistem penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan
sistem perangsang juga dihambat sehingga respons korteks menurun. Pada
penyuntikan thiopental, Barbiturat menghambat pusat pernafasan di medulla
oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh
barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan
berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturat tidak menimbulkan
sensitisasi jantung terhadap katekolamin.
Barbiturat yang digunakan untuk anestesi adalah:
a) Natrium
thiopental
Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi
tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk
induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten
setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak digunakan
larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat
badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml
untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa
diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%.
Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai
suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.
b) Natrium
tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%,
diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang
diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan
larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip)
c) Natrium
metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan
secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan
1% atau bila akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan
larutan 0,2%.
2) Ketamin
Merupakan
larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman.
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja
singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah
untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan
kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan
darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal.
Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian
besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian
diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena
dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10
menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah
dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium
operasi terjadi dalam 12-25 menit.
3) Droperidol
dan fentanil
Tersedia
dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia
neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan
secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila
sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja
(0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan
fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum
lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
4) Diazepam
Menyebabkan
tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi
tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek
penghambat neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan
untuk menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur
dental, juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit
kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek
anestesi diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa
pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan
untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi lokal.
5) Etomidat
Merupakan
anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak
berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse
terus menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat
menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan
frekuensi denyut jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah
otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga
anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri
ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat
pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti
meperidin.
6) Propofol
Secara
kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa
minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian
anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti
tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai
dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80%
tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan
curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol
tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak,
dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.
2. Anestesi
Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat
yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf
ke Sistem Saraf Pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa
nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi
sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah
anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau
area kulit. Namun, banyak juga yang menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa
pun selain yang menimbulkan ketidaksadaran umum (anestesi umum).
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
1. Senyawa
Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab
pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis.
Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme
dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain
dengan prokain sebagai prototip.
2. Senyawa
Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan
prilokain.
3. Lainnya
Contohnya
fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak
digunakan adalah:
a) Anestesi
permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh
dokter gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan
kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang
tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
b) Anestesi
Infiltrasi
Tujuannya
untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar
jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit
dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau
gusi (pada pencabutan gigi).
c) Anestesi
Blok
Cara
ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan
terapi.
d) Anestesi
Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari
kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini
bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai bawah.
C. Mekanisme Kerja Obat Anestesi
1. Mekanisme KerjaAnestesi Umum
a. Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan
aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi
digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam
kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan rasa
sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan
harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya
sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan
anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan
untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi
konsentrasi dari gas atau uap yang diinhalasi. Keuntungan anastetika inhalasi
dibandingkan dengan anastesi intravena adalah kemungkinan
untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan mengurangi
konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum tidak di
metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat
faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastetika umum di bawah
pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil
b. Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol
mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa
gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa
intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan
pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan
perkiraan bahwa anastesi umum dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk
hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi
transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.
2. Mekanisme
Kerja Anestesi Lokal
Anestesik lokal bekerja bila
disuntikkan kedalam akson saraf. Anestesi lokal melakukan penetrasi kedalam
akson dalm bentuk basa larut lemak. Anestesi lokal bersifat tergantung
pemakaian artinya derajat blok porsional terhadap stimulasi saraf. Hal ini menunjukkan bahwa makin banyak molekul obat
memasuki kanal Na+ ketika kanal-kanal terbuka menyebabkan lebih
banyak inaktivasi. Anestesi lokal menekan jaringan lain seperti miokard bila
konsentrasinya dalam darah cukup tinggi namun efek sistemik utamanya mencakup
sistem saraf pusat. Adapun mekanisme kerja meliputi :
1. Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf
2. Tempat kerja terutama di membran sel
3. Hambat permeabilitas membran ion Na+ akibat depolarisasi
menjadikan ambang rangsang membran
meningkat
4. Eksitabilitas & kelancaran hambatan terhambat
5. Berikatan dg reseptor yg tdpt p d
ion kanal Na, terjadi blokade sehingga hambat gerak ion via membran.
D. Aktifitas
Obat Anestesi
1. Aktifitas ObatAnestesi Lokal
Aktifitas obat anastesi lokal, yaitu:
a) Mula
KerjaAnestesi lokal yaitu:
Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:
1) pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak
terionisasi meningkatdan dapat menembus membrann sel saraf sehingga
menghasilkan mula kerja cepat.
2) Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
3) Konsentrasi obat anestetika lokal
b) Lama
kerja Anestesi lokal, yaitu:
Lama kerja anestetika lokal dipengaruhi oleh:
1) Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local
adalah protein
2) Dipengaruhi oleh kecepatan
absorbsi.
3) Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah
perifer di daerah pemberian.
E. Kontra
Indikasi Obat Anestesi
1. Kontra
Indikasi Anastesi Umum
Kontra indikasi anestesi umum tergantung
efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan dan harus hindarkan
pemakaian obat pada:
a. Hepar
yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap hepar
atau dosis obat diturunkan
b. Jantung
yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan aliran darah
koroner
c. Ginjal
yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d. Paru-paru
yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e. Endokrin
yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat
yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes karena bisa menyebabkan
peninggian gula darah.
2. Kontra
Indikasi Anastesi Lokal
Kontra indikasi anestesi
lokal yaitu:
1) Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang
telah diketahui. Kejadian ini mungkin
disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular.
2) Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung
teknik tertentu.
3) Kurangnya prasarana resusitasi.
4) Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
5) Infeksi lokal atau iskemik
pada tempat suntikan.
6) Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
7) Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
8) Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
9) Pasien yang sedang menjalani
terapi sistemik dengan antikoagulan.
10) Jika
dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal untuk
bekerja dengan sempurna.
11) Kurangnya
kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.
F. Farmakokinetik
dan Farmakodinamik Obat Anestesi
1. Farmakokinetik
Anastesi Umum
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam
susunan saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan
induksi anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi
ambilan dan penyebaran anestetik.
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik
sebanding dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering
dipergunakan secara bergantian dalam membicarakan berbagai proses transfer
anestetik gas dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat anestetik yang adekuat dalam
otak untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer obat anestetik dari udara
alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi ini
bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang
dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian
konsentrasi (tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan campuran
darah vena.
Kecepatan konsentrasi anestesi umum, yaitu:
a)
Kelarutannya
Salah satu penting faktor penting yang mempengaruhi transfer anestetik
dari paru kedarah arteri adalah kelarytannya. Koefisien pembagian darah; gas
merupakan indeks kelarutan yang bermakna dan merupakan tanda-tanda afinitas
relative suatu obat anestetik terhadap darah dibandingkan dengan udara.
b)
Konsentrasi anastetik didalam udara inspirasi
Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi
mempunyai efek langsung terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam
alveolus maupun kecepatan peningkatan tegangan ini didalam darah arterinya.
c)
Ventilasi paru-paru
Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam darah arteri
bergantung pada kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit. Besarnya efek ini
bervariasi sesuai dengan pembagian koefisien darah; gas.
d) Aliran
darah paru
Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru akan
mempengaruhi transfer obat anestetik. Peningkatan aliran darah paru akan
memperlambat kecepatan peningkatan tekanan darah arteri, terutama oleh obat
anestetik dengan kelarutan drah yang sedang sampai tinggi.
e)
Gradient konsentrasi arteri-vena
Gradien konsentrasi obat anestetik antara darah arteri dan vena
campuran terutama bergantung pada kecepatan dan luas ambilan obat anestesi pada
jaringan itu, yang bergantung pada kecepatan dan luas ambilan jaringan.
2. Farmakdinamik Anastesi Umum
Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah
dengan meningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang rangsang,
akan terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga
intravena barbiturate dan benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak sehingga
akson dan transmisisinaptik tidak bekerja. Kerja tersebut digunakan pada
transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik lebih sensitive
dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah
bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi
saraf dengan aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial
awal, yaitu peningkatan ambang rangsang. Penilitian elektrofisiologi sel dengan
menggunakan analisa patch clamp, menunjukkan bahwa pemakaian isofluran
menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk mengaktifkan saluran kation yang
semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik pada sinaps, kolinergik.
Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang diperantai
reseptor GABA akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan hiperpolarasi, tehadap
penurunan sensitivitas. Kerja yang serupa untuk memudahkan efek penghambatan
GABA juga telah dilaporkan pemakaian propofol dan anestetik inhalasi lain.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada
membran neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi
langsung antara molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membran
protein yang spesifik. Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penilitian
interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik interkais yang tampaknya
untuk menstabilkan saluran pada keadaan tertutup. Interpretasi alternatif, yang
dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur yang nyata diantara
anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat ini dengan
dengan membran matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.
3. Farmakokinetik Anastesi Lokal
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah
serabut saraf yang akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi
tidak terlalu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan mula
kerja anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal
bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek
anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan,
adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor
seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari tempat
tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi
nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain,
lidokain, dan mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf
diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik
sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya 1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah
pemberian bolus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin
terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase distribusi awal
yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya
tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat
yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot
dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester,
maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi
lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam air
dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya
tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama
sekali bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah
diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah
oleh butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas
sekali mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk
prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan
anestesi lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah
kehati. Sebagai contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang
dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang yang diberi
nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan
aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1. Lipid/Water
solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.
2. Protein
Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan dengan protein
akan semakin lama durasi nya.
3. pKa,
menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa makin
banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam
(jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja
obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam
akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan
untuk menimbulkan efek anestesi. Kecepatan
onset anestetika lokal ditentukan oleh:
a) Kadar obat dan potensinya
b) Jumlah
pengikatan obat oleh protein dan
c) Pengikatan obat ke
jaringan local
d) Kecepatan
metabolisme
e) Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor (epinefrin) ditambah anestetika lokal dapat menurunkan
aliran
darah lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.
4. Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
a. Mekanisme
Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke
dalam sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial
natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup
(inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi
membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi
repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic
transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang
terjadi pada otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada
kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan
menghambat saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan
makin banyak molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan
reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan
kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke
tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air
dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih
kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif
pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh
obat-obatan lain.
b. Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya
tidak saja terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan.
Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap
penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu
anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C
dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena
itu, serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan
fungsi motor dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:
v Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak
di mana propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi
(berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja
anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter
kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus
berturut-turut dihambat oleh anestesi local untuk menghentikan propagasi
impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang
menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat serabut besar
tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin
pada ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat
dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.
v Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris
mengikuti langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi
local. Serabut sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan
tinggi dan lama potensial aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik).
Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi
yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter
kecil yang terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu,
serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada
serabut A alfa.
v Efek posisi saraf dalam
bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak
melingkari bundle dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila
anestesi local diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf.
Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan
sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar,
anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal
sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.
G. Efek
Samping Obat Anestesi
1. Efek
Samping Anestesi Umum
Obat-obatan
anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal
haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam
darah, tidak meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal,
tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.
Obat
bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a) Mengiritasi
aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).
b) Menimbulkan
stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata terus
terbuka (golongan Ketamin).
c) Depresi
pada susunan saraf pusat.
d) Nyeri
tenggorokan.
e) Sakit
kepala.
f) Perasaan
lelah dan bingung selama beberapa hari.
g) Menekan
pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran
dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
h) Menekan
system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini
juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf
simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
i) Merusak
hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
j) Oliguri
(reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien
perlu dihidratasi secukupnya.
k) Menekan
sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil)
pasca-bedah.
Efek
samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang
dapat terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan
perbandingan 4 komplikasi dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang terbaik adalah dengan
penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping dan risiko
yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang
tidak melebihi dosis.
2. Efek
Samping Anestesi Lokal
Seharusnya
obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam
darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada berbagai sistem organ tubuh, yaitu:
a) Sistem Saraf Pusat
Efek terhadap SSP antara
lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan pendengaran, dan
kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan
menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi
SSP dan kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling
serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena kadar obat dalam
darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya memberikan
anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang
adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan
premedikasi dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral
untuk mencegah bangkitan kejang.
b) Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local
akan menjadi toksik terhadap jaringan saraf.
c) Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek
langsung terhadap jantung dan membran otot polos serta dari efek secara tidak
langsung melalui saraf otonom. Anestesi lokal menghambat saluran natrium
jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung, eksitabilitas, dan konduksi
jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan kematian biasanya
timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula
terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.
d) Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan
menimbulkan penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu
mengubah hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna
darah menjadi coklat.
H. Syarat-syarat
Ideal Obat Anestesi
1. Syarat
Ideal Anestesi Umum
Syarat Ideal anastesi umum yaitu:
a) Memberi
induksi yang halus dan cepat.
b) Timbul
situasi pasien tak sadar / tak berespons
c) Timbulkan
keadaan amnesia
d) Timbulkan
relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot
pernafasan.
e) Hambat
persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk tempat operasi.
f) Berikan
keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang berlangsung lama
2.Syarat Ideal Anestesi Lokal
Syarat-syarat ideal anestesi lokal yaitu:
a) Tidak
mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
b) Batas
keamanan harus lebar
c) Tidak
boleh menimbulkan perubahan fungsi dari syaraf secara permanen.
d) Tidak
menimbulkan alergi.
e) Harus
netral dan bening.
f) Toksisitas
harus sekecil mungkin.
g) Reaksi
terjadinya hilang rasa sakiit setempat harus cepat.
h) Mulai
kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang
cukup lama
i) Dapat
larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.
Contoh penyakit yang menggunakan obat anasatesi :
a)
Wasir
Hemorrhoid
atau Wasir atau Ambeien adalah pelebaran pembuluh darah dan bantalan penutupnya
didaerah dubur.
Secara
psikologis bantalan didubur ada pada tiap orang karena berfungsi sebagai katup
untuk membantu otot-otot dan saraf-saraf yang sangat banyak didaerah dubur
menutup lubang dubur. Akan tetapi pada mereka yang menderita hemorrhoid,
pelebaran ini lebih dari normal sehingga bahkan dapat menjadi penghalang dan
mengganggu fungsi katup.
Kira-kira
60-70 % dari masyarakat pernah mengalami keluhan didubur, apakah itu sakit,
pendarahan, gatal-gatal maupun keluar benjolan. Memang sebagian besar dari
keluhan ini disebabkan oleh wasir ; tetapi sebelum menentukan diagnosa wasir ,
penting untuk dilakukan pemeriksaan sebelumnya karena kecuali wasir, masih
banyak penyakit lain didubur.
Penyebab
Faktor
genetik memegang peranan penting, tetapi disamping itu ada faktor lain sebagai
penyetusnya, misalnya : susah buang air besar sehingga sering harus mengejan,
lama duduk/jongkok dikamar kecil, otot-otot dubur terlebih otot polos yang
lebih tegang dari normal yang juga sering berkaitan dengKeturunan penderita
wasir
Peregangan. Hal ini bisa terjadi pada
seseorang yang suka melakukan hubungan seksual yang tidak lazim yaitu
anogenital. Kehamilan ibu hamil yang diakibatkan perubahan hormone Penekanan
kembali aliran darah vena seperti seperti pada kanker dubur, radang dubur,
penyempitan dubur, kenaikan tekanan pembuluh darah porta (di dalam rongga perut),
sakit lever jenis sirosis (mengkerut), lemah jantung, dan limpa bengkak. Diare
menahun Sembelit / konstipasi / obsitpasi menahun Terlalu banyak duduk Penyakit
yang membuat penderita sering mengejan seperti misalnya: pembesaran prostat
jinak ataupun kenker prostat, penyempitan saluran kemih, dan sering melahirkan
anakan kondisi perasaan seseorang misalnya dalam keadaan stress, kelelahan dan
sebagainya.
Wasir
dibagi menjadi dua yaitu, wasir dalam
(hemorrhoid internal) dan wasir luar (hemorrhoid external). Pembagian ini
berdasarkan letak anatominya. Wasir dalam terletak diatas linea dentata yang
tidak memiliki saraf-saraf sensitif lagi sehingga tidak menyebabkan sakit.
pembengkakan terjadi dalam rektum sehingga tidak bisa dilihat atau
diraba. Tanda yang dapat diketahui adalah pendarahan saat buang air besar.
Masalahnya jadi tidak sederhana lagi, bila ambeien internal ini membesar dan
keluar ke bibir anus yang menyebabkan kesakitan. Ambeien yang terlihat berwarna
pink ini setelah sembuh dapat masuk sendiri, tetapi bisa juga didorong masuk.
Wasir
luar terletak dipinggir dubur. Jika mengejan terlalu keras atau diarrhoe atau
terlalu lelah maka darah yang berada didalam pembuluh darah wasir luar dapat
membeku dan dapat terasa sakit. Ini disebut perianal. Ambeien Eksternal
menyerang anus sehingga menimbulkan rasa sakit, perih, dan gatal. Jika
terdorong keluar oleh feses, ambeien ini dapat mengakibatkan penggumpalan
(trombosis), yang menjadikan ambeien berwarna biru-ungu
Disamping
itu ada beberapa penyakit diusus besar yang juga dapat menyebabkan wasir.
Ini disebut perianal thrombose. Umumnya dalam 1-2 minggu akan hilang
sendiri tetapi bekas pembengkakkan tidak akan normal kembali melainkan ada
lipatan kulit yang dinamakan skintag. Kadang-kadang perianal-thrombose ini
harus diincisi untuk mengeluarkan gumpalan darahnya. Sejumlah faktor dapat
menyebabkan formasi dari Ambeien termasuk kebiasaan buang air besar tidak
teratur (konstipasi atau diare), olahraga, nutrisi (diet rendah serat),
peningkatan tekanan intra-abdomen (berkepanjangan tegang), genetika, tidak
adanya katup dalam vena hemoroid, dan penuaan.
Terlalu
lama duduk ( duduk seharian ), Menderita diare yang lama ( diare yang tidak kunjung sembuh ), Adanya
perubahan hormon esterogen yang meningkat pada wanita hamil,Karena faktor
keturunan dari penderita wasir, Melakukan hubungan sex yang tidak lazim, Sering
mengalami sembelit/konstipasi saat BAB, Terjadinya penekanan kembali aliran
darah vena, Pola makan yang sembarangan ( merokok, sering makan makanan yang
pedas dan bersantan, sering minum alkohol dan soda ) dan gaya hidup yang tidak teratur, Kurang
berolahraga, Sering mengangkat beban yang berat-berat.
Penderita
wasir disarankan untuk mengonsumsi banyak serat. Namun sebaiknya hindari
konsumsi apel hijau dan juga jeruk karena bisa memperburuk gejala wasir yang
muncul.
Beberapa
makanan tertentu sebaiknya dihindari oleh penderita wasir karena bisa
menimbulkan ketidaknyamanan, nyeri dan gatal-gatal yang intensitasnya semakin
meningkat.
Makanan
yang harus dihindari tersebut adalah apel hijau (karena memiliki tingkat
keasaman lebih tinggi dibanding apel merah), buah jeruk dengan keasaman tinggi,
minuman berkarbonasi, minuman berkafein seperti kopi dan alkohol.
Selain
itu hindari pula makanan olahan serta yang rendah serat seperti keju dan juga
daging merah karena bisa membuat feses menjadi keras sehingga sulit untuk
dikeluarkan dan menimbulkan rasa sakit,
Golongan
tingkatan / stadium keparahan Wasir / Ambeien :
Wasir
stadium 1 : Wasir yang berdarah tetapi tidak prolaps.
Wasir
stadium 2 : Wasir yang prolaps dan menarik pada mereka sendiri (dengan atau
tanpa pendarahan).
Wasir stadium
3 : Wasir yang prolaps tetapi harus didorong kembali oleh jari tangan.
Wasir
stadium 4 : Wasir yang prolaps dan tidak dapat mendorong kembali masuk wasir
Keempat derajat juga mencakup wasir yang thrombosed (mengandung bekuan darah)
atau yang menarik banyak pada lapisan rektum melalui anus
Gejala
·
Pendarahan
dan benjolan yang keluar waktu buang air besar adalah yang paling sering
menyebabkan pasien berobat. Disamping itu dapat juga terjadi gatal-gatal dan
keluar cairan dari dubur.
·
Rasa
sakit bukan gejala wasir, kecuali wasirnya terjepit, artinya wasir keluar dan
tidak dapat masuk lagi.
·
Di
sekitar anus terdapat bintil – bintil berwarna merah kebiru-biruan
·
Di dalam
anus terasa gatal, panas dan pedih .
·
Keluar
lendir atau darah ketika buang air besar .
·
Terasa
sakit ketika mengejan (ngeden) saat BAB
·
Kadang
terasa sakit di punggung bagian bawah. Dubur
mengalami pendarahan namun tanpa rasa sakit. Darah yang keluar dari dubur
berupa tetesan atau mengalir deras dan berwarna merah muda.
·
Setelah
buang air besar, penderita merasa masih ada yang mengganjal sehingga merasa
bahwa buang air besar belum selesai. Oleh karena itu, penderita akhirnya
mengejan lebih kuat dan hal ini justru membuat ambeien semakin parah.
·
Terasa
gatal pada daerah dubur karena rasa nyeri pada dubur yang sulit untuk
dibersihkan sehingga virus dengan cepat mengakibatkan infeksi pada kulit dan
rasa gatal menghampiri.
Obat
wasir :
1.
Ambeven
Indikasi:
Pereda wasir
Kontra Indikasi:
N/A
Komposisi:
Setiap kapsul mengandung:
Graptopyllum pictum - folia ............. 30%
Sophora japonica - flos ................. 15%
Rubia cordifolia - radix ................ 15%
Coleus artropurpureus - folia ........... 10%
Sanguisorba officinalis - radix ......... 10%
Kaempferia angustifolia - rhizoma ....... 10%
Curcuma heyneana - rhizoma .............. 10%
Ambeven merupakan obat tradisional dengan ramuan campuran dari
bahan tanaman terpilih dan bermutu.
Daun handeulum atau dikenal juga dengan nama daun wungu atau
Graptophyllum pictum sejak dulu sudah dikenal dan digunakan masyarakat untuk
mengobati wasir. Berdasarkan pengamatan klinis ternyata daun kering atau
rebusan daun handeulum dapat menyembuhkan wasir secara tuntas.
Ambeven selain mengandung bahan aktif daun handeulum, juga
mengandung bahan tradisional lainnya yang bermanfaat untuk mengatasi
gejala-gejala yang menyertai wasir. Benjolan wasir di dubur dapat dikecilkan
atau disusutkan atau bahkan dihilangkandengan ramuan Ambeven. Disamping itu
gejala seperti sakit atau nyeri, bengkak dan mudah berdarah juga akan
dihilangkan.
Penelitian toksisitas juga memperlihatkan bahwa jamu tradisional
ini aman tanpa menimbulkan efek samping yang mengganggu walaupun digunakan
untuk jangka panjang.
Cara Pemakaian:
Sehari 3 kali 2 kapsul dengan air secukupnya.
Penyimpanan:
Simpan di tempat sejuk dan kering.
Jenis: Kapsul
Produsen: PT Medikon Prima
b)
Luka
bakar
Kasus
luka bakar merupakan suatu bentuk cedera berat yang memerlukan penatalaksanaan
sebaik-baiknya sejak awal. Peran masyarakat yang berhadapan langsung serta
pertolongan petugas yang menerima kasus ini pertama kali sangat menentukan perjalanan penyakit ini
selanjutnya.
Pada
umumnya pasien luka bakar datang akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan napas), breathing (mekanisme
bernapas), dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya
dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terjadi trauma, namun masih
dapat terjadi obstruksi saluran napas akibat cedera inhalasi dalam 48 –
72 jam pascatrauma. Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian utama penderita
pada fase akut. Zona Koagulasi/Nekrosis
Adalah
daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) karena luka bakar,
disebut juga zona nekrosis.
Zona Statis
Adalah
daerah yang langsung berada di luar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit dan leukosit sehingga terjadi
gangguan perfusi (no flow phenomena) diikuti perubahan permeabilitas kapiler
dan respon inflamasi lokal. Proses ini
berlangsung 12-24 jam pasca cedera.
Zona Hiperemi
Daerah
diluar zona stasis yang ikut mengalami reaksi vasodilatasi tanpa banyak
melibatkan reaksi seluler. Dapat mengalami penyembuhan spontan atau berubah
menjadi zona statis bila terapi tidak adekuat.
Penyebab
Luka Bakar
Scald Burns
Luka
karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas, merupakan kebanyakan
penyebab luka bakar pada masyarakat. Air pada suhu 60°C
menyebabkan luka bakar parsial atau dalam dengan waktu hanya dalam 3 detik.
Pada 69°C, luka bakar yang sama terjadi dalam 1 detik.
Flame Burns
Luka terbakar adalah mekanisme kedua tersering
dari injuri termal. Meskipun kejadian injuri disebabkan oleh kebakaran
rumah telah menurun seiring penggunaan
detektor asap, kebakaran yang berhubungan dengan merokok, penyalahgunaan
penggunaan cairan yang mudah terbakar, tabrakan kendaraan bermotor dan kain
terbakar oleh kompor atau pemanas ruangan juga bertanggung jawab terhadap luka
terbakar.
Flash Burns
Flash
burns adalah berikutnya yang paling
sering. Ledakan gas alam, propan, butane, minyak destilasi, alkohol dan cairan
mudah terbakar lain seperti aliran listrik menyebabkan panas untuk periode waktu.
Flash burns memiliki distribusi di semua kulit yang terekspos dengan area
paling dalam pada sisi yang terkena.
Contact Burns
Luka
bakar kontak berasal dari kontak dengan logam panas, plastik, gelas atau bara
panas. Kejadian ini terbatas. Balita yang menyentuh atau jatuh dengan tangan
menyentuh setrika, oven dan bara kayu menyebabkan luka bakar yang dalam
pada telapak tangan.
Chemical Burn
Luka
bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, apakah bersifat asam kuat atau
basa kuat. Kejadian ini sering pada karyawan industri yang memakai bahan kimia
sebagai bagian dari proses pengolahan atau produksinya. Penanganan yang salah
dapat memperluas luka bakar yang terjadi. Irigasi dengan NS (NaCl 0.9%) atau
akuabides atau cairan netral lainnya adalah pertolongan terbaik, tidak dengan
cara menetralisirnya.
Electrical Burn
Sel
yang teraliri listrik akan mengalami kematian yang bisa menjalar dari sejak
arus masuk sampai bagian tubuh tempat arus keluar. Luka masuk adalah tempat
aliran listrik memasuki tubuh, luka keluar adalah tempat keluarnya arus dari
tubuh menuju bumi/ground. Sulit secara fisik menentukan berat ringannnya
kerusakan yang terjadi mengingat perlu banyak pemeriksaan klinis dan penunjang
lainnya untuk mengevaluasi keadaan penderita. Gangguan jantung, ginjal,
kerusakan otot sangat mungkin terjadi. Besarnya luka masuk atau luka keluar
tidak berhubungan dengan kerusakan jaringan sepanjang aliran luka masuk sampai
keluar. Maka dari itu setiap luka bakar listrik dikelompokan pada derajat III
Frost Bite
Adalah luka akibat suhu yang terlalu
dingin. Pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi hebat, terutama di
ujung-ujung jari, hidung dan telinga. Fase selanjutnya akan terjadi nekrosis
dan kerusakan yang permanen. Untuk tindakan pertama adalah sesegera mungkin
menghangatkan bagian tubuh tersebut dengan pemanas dan gerakan-gerakan untuk
memperlancar sirkulasi.
MONITORING
RESUSITASI
Ø Nyeri akut pada luka bakar
Setelah
luka bakar, pasien akan mendapatkan sejumlah tindakan yang mungkin menyakitkan.
Hal ini termasuk pemindahan dari kebakaran, resusitas, transportasi ke rumah
sakit, dan prosedur yang urgensi, seperti akses intravena, kontrol jalan napas,
pemasangan kateter uretra, radiografi, escharotomies, dan transportasi ke unit
luka bakar atau unit perawatan intensif.
Manajemen
Nyeri merupakan isu yang penting selama tindakan. Nyeri pasien bisa berat atau
yang mengejutkan bisa ringan, namun tingkat keparahan nyeri jarang yang dicatat. Persepsi nyeri pada
pasien juga dapat dipengaruhi oleh alkohol, penggunaan obat-obatan, atau
penyebab lainnya seperti perubahan tingkat kesadaran, (bisa akibat inhalasi
asap, hipoksia, atau hipotensi).
Manajemen
nyeri luka bakar sulit di laksanakankan, sebelum dilakukan pemeriksaan formal
dan stabilisasi pada pasien. Oleh karena itu rekomendasi berdasarkan pengamatan
dan pengalaman klinis. Langkah-langkah sederhana, seperti cooling, menutupi
permukaan luka bakar dan immobilisasi pasien, mungkin sudah cukup memadai.
Penutupan luka bakar sangat perlu sebab dengan
adanya aliran udara di atas permukaan luka bakar akan memperberat nyeri.Pendinginan
lokal, walau bagaimanapun, tidak bisa mencegah pengembangan hiperalgesia pada
manusia. Setelah personil yang tepat dan terlatih telah tersedia, di suatu tempat
atau setibanya di rumah sakit, pemberian opioid parenteral merupakan bentuk
analgesia yang paling sering digunakan untuk semua pasien dengan luka bakar
walaupun yang paling sepele.
Pemberian
opioid harus diberikan melalui rute intravena. Pemberian melalui rute
intramuskular atau subkutan tidak dapat diandalkan, terutama bila disertai
dengan hipovolemia dan vasokonstriksi. Terlepas dari jenis opioid yang dipilih,
titrasi dosis kecil bolus intravena merupakan cara yang paling efektif untuk
menghilangkan rasa sakit. Setelah kontrol nyeri diperoleh, infusion atau
Patient-Controlled Analgesia (PCA) biasa di gunakan.
Opioid
Opioid
intravena tetap menjadi metode yang paling populer dalam mengurangi nyeri pada
luka bakar. Morfin telah banyak diteliti dan digunakan dalam hal ini. Secara
farmakokinetik, metabolit aktif dari
morfin pada prinsipnya tidak
berbeda secara signifikan antara pasien dengan dan tampa luka bakar, sehingga dapat digunakan dosis yang sama. Pada umum
dibandingkan dengan opioid lain, morfin memiliki sifat sedatif dan antitusif,
hal ini tergantung pada metode pemberian, morfin memiliki durasi yang relatif
panjang. Metabolit morfin, terutama morfin-6-glukuronat, memainkan peran aktif
dalam analgesia, terutama ketika morfin digunakan untuk periode lama. Morfin
biasanya digunakan dengan PCA untuk penanganan nyeri luka bakar. Kelemahannya
PCA sangat bergantung pada kemampuan pasien dalam menggunakan peralatan. Infus
dengan kecepatan tetap telah digunakan pasca operasi pada pasien dengan luka bakar
tetapi kelihatannya ketika timbulnya rasa sakit yang hebat, metode ini hanya
dapat memberikan tingkat analgesia yang rendah.
Opioid
lain yang lebih umum digunakan dalam anestesi telah dapat digunakan dalam
prosedur penanganan nyeri. Onset yang cepat, meningkatnnya kelarutan dalam
lemak, dan kemudahan dalam titrasi membuat obat ini mempunyai keuntungan yang
potensial, meskipun
potensi
depresi pernafasan masih menjadi suatu
kekhawatiran. PCA fentanyl telah
digunakan untuk menagani nyeri pasca operasi pada luka bakar dan juga telah
berhasil
digunakan
melalui rute intranasal pada pasien anak. Remifentanil, dengan masa kerja yang
sangat cepat, telah digunakan selama pembedahan luka bakar, dan mungkin layak
digunakanini di luar ruang operasi, meskipun keamanan obat ini dalam
penggunaannya masih perlu di teliti lagi.Pemberian pethidine (meperidin) telah
dapat dilakukan dengan menggunakan PCA,tapi yang menjadi masalah adalah dengan
norpethidine (normeperidine) yang bisa berakibat mudah terjadi toksisitas, terutama
pada dosis tinggi, penggunaan jangka panjang, atau pasien dengan gangguan
ginjal.
Obat
lain, seperti benzodiazepines, dapat digunakan dalam kombinasi dengan opioid
untuk mengurangi kecemasan yang berat, namun kombinasi ini berisiko terjadinya depresi pernapasan yang lebih
besar. Lorazepam, yang dikombinasikan dengan morfin, telah memperlihatkan
peningkatkan analgesia pada pasien yang dengan nyeri yang lebih hebat. Meskipun penggunaan opioid untuk penanganan
nyari pada luka bakar telah meluas, tetapi ketergantungan opioid secara
psikologis tidak terjadi hal ini sebagai konsekuensi dari pengobatan nyeri pada
luka bakar, walaupun
ketergantungan
fisik dapat terjadi. Opioid juga
secarateori sering dikaitkan dengan depresi dari fungsi kekebalan tubuh
dan dalam satu studi retrospektif penggunaan opioid dihubungkan dengan
peningkatan risiko infeksi pada pasien dengan luka bakar.
Nonopioid
Analgesia
Berbagai
obat nonopioid telah diteliti untuk menangani nyeri pada luka bakar. Pada salah
satu pusat studi luka bakar telah dilakukan pengamatan dimana opioid tidak
digunakan, kemudian didapatkan bahwa
pengurangan nyeri diperoleh dengan menggunakan nonopioids adalah serupa
dengan yang diperoleh dengan menggunakan opioids. Di samping itu, ada
keengganan untuk memberikan opioid kepada pasien usia lanjut dengan luka bakar
karena berakibat pada peningkatan risiko efek samping.
Non
Steroid anti-inflamatory Drugs (NSAIDs) telah berhasil digunakan untuk
menangani nyeri atau mengurangi penggunaan opioid dalam berbagai kondisi nyeri
akut. Penggunaan secara parenteral obat
NSAIDs, seperti ketorolac, seperti yang telah dijelaskan dapat diberikan untuk
menangani luka bakar.
Penggunaan
ketorolac dalam hubungannya dengan manfaat lainnya berupa efek anti-inflamasi
yang diperlukan pada luka bakar perlu diperhatikan. Pasien luka bakar biasanya
selalu berhadapan dengan hipovolemia atau gangguan ginjal sehingga penggunaan
NSAID pada pasien luka bakar telah dikaitkan dengan memburuk fungsi ginjal.
Kecemasan juga dapat menyebabkan atau memperburuk ulserasi gastrointestinal
sehingga penggunaan NSAID pada pasien luka bakar harus dibatasi.
NUTRISI
Pasien
dengan luka bakar mayor membutuhkan nutrisi yang baik untuk menghindari
kehilanagan masa tubuh yang berlebihan dan mencegah kelemahan yang akan
terjadi. Dukungan nutrisi yang segera diindikasikan untuk mengatur "stress
respon" berat karena akan terjadinya katabolisme. Dukungan nutrisi juga
diindikasikan untuk pasien yang sudah mengalami kekurangan gizi. Tingkat
dukungan nutrisi harus disesuaikan dengan ukuran luka bakar. Pemberian protein,
kalori dan mikronutrisi harus ditingkatkan sesuai kebutuhan sebelum terjadinnya
komplikasi yang akan menyebabkan terjadinnya kehilangan berat badan, dan
perkembangan ke arah protein energy
malnutrition.
Dalam
memberikan dukungan nutrisi , maka harus di nilai beberpapa hal yaitu :
kebutuhan energi (kalori), kebutuhan protein, kebutuhan cairan, kebutuhan
mikronutrien, dan nutrient mix
Meskipun
potensi risiko gastrointestinal lebih rendah dibandingkan dengan obat
siklooksigenase-2-selektif inhibitor, tetapi obat-obatan ini memiliki resiko
terhadap kardiovaskuler dan ginjal yang
signifikan. Sehingga, penggunaan keterolak sebagai analgesik pada pasien luka
bakar harus dipertimbangkan untung dan ruginya serta mampaat klinisnya secara
potensial.
Secara
Eksperimental nyeri luka bakar dapat dikurangi dengan menggunakan antagonis
NMDA seperti ketamin.
Tetapi
sayangnya, dosis tinggi dari ketamin sering dikaitkan dengan efek samping yang
tidak menyenangkan, seperti halusinasi dan dysphoria. Ketamine dosis rendah
mungkin efektif sebagai analgesik dan dapat mengurangi kebutuhan opioid. Ini
adalah pilihan yang menarik sebagai Ketamine yang bekerja pada reseptor NMDA
telah terbukti mengurangi sensitisasi sentral dan pengembangan hiperalgesia
sekunder dari nyeri neuropatik pada model hewan. Pengalaman dalam beberapa
percobaan kecil dan seri kasus yang lebih besar telah memberikan bukti bahwa
Ketamine efektif dan aman untuk pengelolaan nyeri pada pasien luka bakar.
Karbohidrat
merupakan bahan bakar yang lebih disukai untuk sebagian besar jaringan, tetapi
harus ada batas yang jelas dalam jumlah penggunaan karbohidrat, terutama pada
pasien dengan luka bakar hypermetabolic atau septik. Kelebihan karbohidrat
hanya akan menyebabkan pembentukan lemak, yang akan membutuhkan energi yang
lebih besar dalam proses memproduksinya. Selain itu peningkatan
karbonhidrat akan mengarah ke pada
peningkatan produksi karbon dioksida.4 Untuk mencegah hal itu terjadi maka
dibutuhkanlah suatu nutrient mix. Secara optimum komposisi pencampuran
makronutrien (macronutrient mix) adalah sebagai berikut; karbonhidrat 55-60 %,
lemak 20-25 %, protein 20-25 %.2
Pemberian
makanan enteral berdasarkan beberapa study telah menunjukan dapat melindungi usus dari tranlocation toksis dan
mikroorganisme, yang juga dapat mengurangi angka kejadian sepsis.
Obat
yang digunakan :
1.
Bioplacenton.
Komposisi:
Placenta extract 10%
Neomycin sulfate 0,5%
Bentuk Sediaan: Gel
Farmakologi:
Ekstrak plasenta bekerja memicu pembentukan jaringan baru dan untuk
wound healing, sedangkan neomycin untuk mencegah atau mengatasi infeksi bakteri
Gram negatif pada area luka
Indikasi:
- Luka bakar
- Luka dengan infeksi
- Luka kronik dan jenis luka yang lain
Dosis:
Oleskan 4 -6 kali sehari atau sesuai kebutuhan pada area luka
Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap ekstrak plasenta atau neomycin
Efek Samping: Reaksi hipersensitivitas
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran
ditiadakan.
Obat anestesi umum dibagi
menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi
gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan
secara intravena. Anestesi umum yang ideal akan bekerja
secara tepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah
pemberian dihentikan.
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat
yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf
ke sistem saraf pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa
nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin. Obat anestesi lokal dibagi menurut
bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu senyawa ester, senyawa
amida dan senyawa lainnya. Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan
atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang
membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh
seperti gigi atau area kulit.
B. Saran
Diharapkan
makalah ini dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran dan semoga bisa
menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat anestesi umum dan anestesi lokal sehingga materi yang disampaikan dan
dimengerti
dalam farmakologi dapat diterima dengan baik. Apabila penggunaan nya atau pun
penggunaan obat secara universal ini disalahgunakan, tentulah akibat buruk yang
akan di dapat di akhri eksperimen kita sebagai orang awam yang tak tahu apapun
tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit Universitas Indonesia.
Syamsuni, H.A,Drs.2006.ilmu Resep.EGC.Jakarta
Olson, James. 2004. Belajar Mudah Farmakologi. EGC: Jakarta
Drs Tan Hoan Tjay, Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat – Obat Penting. Elexmedia Komputindo:Jakarta.
Katzung, Bertram. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Salemba Medika:Jakarta.
MIMS Petunjuk Konsultasi edisi 9 2009/2010. BIP Kelompok Gramedia: Jakarta.
ISO Indonesia Vol. 42. 2007. Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia: Jakarta DAFTAR ISI
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit Universitas Indonesia.
Syamsuni, H.A,Drs.2006.ilmu Resep.EGC.Jakarta
Olson, James. 2004. Belajar Mudah Farmakologi. EGC: Jakarta
Drs Tan Hoan Tjay, Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat – Obat Penting. Elexmedia Komputindo:Jakarta.
Katzung, Bertram. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Salemba Medika:Jakarta.
MIMS Petunjuk Konsultasi edisi 9 2009/2010. BIP Kelompok Gramedia: Jakarta.
ISO Indonesia Vol. 42. 2007. Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia: Jakarta
KATA PENGANTAR…………………………………………..............…………………………………………………………………………………………
DAFTAR
ISI…………………………………………...............………………………………………………. ………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN……………………………………............………………………………………… ……………………………………………
1.1 Latar Belakang………………………………………………….........................……..... …………....................................................
1.2 Rumusan masalah…………………………………………………………………................................................ …………………………..
1.3 Tujuan penulisan……………………………………………………………………………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN……………………………………............………………………………………… ……………………………………………
1.1 Latar Belakang………………………………………………….........................……..... …………....................................................
1.2 Rumusan masalah…………………………………………………………………................................................ …………………………..
1.3 Tujuan penulisan……………………………………………………………………………………………………………………………………………….
1.4
Manfaat penulisan…………………………………………………………………………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………..................……………………………………………………………………
2.1 Definisi anestesi……………………………………………………………………………………………………………………………………………….
2.1 Definisi anestesi……………………………………………………………………………………………………………………………………………….
2.2
Klasifikasi obat anestesi………………………………………………………………………….........................................................
2.3 Mekanisme kerja obat anestesi …………………………………………………………………………………………………………………..
2.3 Mekanisme kerja obat anestesi …………………………………………………………………………………………………………………..
2.4 Aktivitas obat anestesi…………………………………………………………………………………………………………………………………..
2.5
Kontraindikasi obat anetesi…………………………………………………………………………………………………………………………..
2.6
Farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi…………………………………………………………………………………
2.7 Efek
samping obat anestesi…………………………………………………………………………………………………………………………..
2.8
Syarat ideal obat anestesi…………………………………………………………………………………………………………………………….
BAB III PENUTUP…………………………………….................……………………………………………………………………………………………..
3.1 Kesimpulan…………………………………………....................………………….......................... ……………………………………………..
3.2 Saran – saran ……………………………………………………...................……………………….. ………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
3.1 Kesimpulan…………………………………………....................………………….......................... ……………………………………………..
3.2 Saran – saran ……………………………………………………...................……………………….. ………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekarang ini usaha-usaha yang
dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dengan penggunaan obat
dalam prosedur pembedahan telah dilakukan sejak zaman kuno, termasuk dengan
pemberian ethanol dan opium secara oral. Pembuktian ilmiah pertama dari
penggunaan obat anestesi untuk pembedahan dilakukan oleh William Morton di
Boston pada tahun 1846 dengan menggunakan diethyl
eter. Sedangkan istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes
yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan dahulu oleh orang
Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis Indica dan pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan
kesadaran. Sehingga
dengan perkembangan teknologi obat anestesi berkembang pesat saat ini. Obat
anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam
bermacam-macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Obat Anestesi dibagi menjadi
dua kelompok yaitu anestesi
umum dan anestesi lokal Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya
kesadaran. Anestesi umum ini digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan,
merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap
manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi
umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan,
maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika,
analgetika, dan relaksansia otot. Sedangkan anestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk mencegah
rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversibel.
Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari.
Untuk menghilangkan rasa nyeri pasca-operasi maka dokter dapat memberi anestesi
lokal pada area pembedahan (Neal, 2006).
Oleh karena itu, penulis tertarik membuat makalah yang berjudul “anestetika” yang akan membahas obat
anestesi umum dan lokal baik dari pengertian, klasifikasi, mekanisme kerja,
aktivitas obat, kontra indikasi, farmakokinetik dan farmakodinamik, efek
samping, dan syarat ideal obat-obat anestesi.
B. Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang di maksud dengan obat anestesi umum dan lokal ?
2. Apa
saja klasifikasi obat
anestesi umum dan lokal ?
3. Bagaimana mekanisme kerja obat anestesi
umum dan lokal?
4. Bagaimana aktifitas obat anestesi umum
dan lokal ?
5. Apa saja kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal ?
6. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat anestesi umum
dan lokal ?
7. Apa saja efek samping dari obat anestesi umum dan lokal ?
8. Apa saja syarat ideal dari obat anestesi umum dan lokal ?
C. Tujuan
Penulisan
1. Tujuan
Umum
Adapun tujuan umum
dari penulisan makalah ini
adalah agar pembaca mengetahui obat-obat anestesi umum dan lokal.
2. Tujuan
Khusus
Adapun tujuan khusus makalah ini adalah:
a. Untuk
mengetahui pengertian obat anestesi umum dan lokal
b. Untuk
mengetahui klasifikasi dari obat anestesi umum dan lokal
c. Untuk
mengetahui mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal
d. Untuk
mengetahui aktivitas obat-obat anestesi umum dan lokal
e. Untuk
mengetahui kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal
f. Untuk
mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi umum dan lokal
g. Untuk
mengetahui efek samping obat anestesi umum dan lokal
h. Untuk
mengetahui syarat ideal obat anestesi umum dan lokal
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Tenaga kesehatan
Menambah
pengetahuan tentang obat-obat anestesi umum dan lokal.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat
dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang obat-obat anestesi umum
dan lokal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Anestesi
Anestesi artinya adalah pembiusan,
berasal dari bahasa Yunani an artinya “tidak
atau tanpa" dan aesthētos, "artinya persepsi atau
kemampuan untuk merasa". Secara umum berarti anestesi adalah suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat anestesi adalah
obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam
tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Istilah
anestesi
dikemukakan pertama kali oleh
O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok
yaitu anestesia lokal dan anestesi umum.
1. Definisi
Anestesi Umum
Anestesi umum atau
pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang kesadaran. Ada juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak terdapatnya
sensasi yang berhubungan dengan hilangnya kesdaran yang reversibel (Neal,
2006).
Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu keadaan
depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat
reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih
mirip dengan keadaan pinsan. Anestesi digunakan pada pembedahan dengan maksud
mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir
reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot
(relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini
secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan
kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot
(Kartika Sari, 2013).
2. Definisi
Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel
penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan
demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin
(Kartika Sari, 2013).
Anestesi lokal
menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan (misalnya, adanya sel
tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat anestesi (misalnya, lidokain)
menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Klien akan
kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktivitas motorik, dan otonom (misalnya,
penggosongan kandung kemih). Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur
minor pada tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pascaoperatif,
dokter dapat memberi anestesi lokal pada area pembedahan.
B. Klasifikasi Obat Anestesi
Klasifikasi anestesi ada dua kelompok, yaitu :
1. Anestesi
Umum
Anastesi
umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran
ditiadakan.
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri
dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang
menguap dan obat anestesi yang diberikan secara intravena.
a. Obat Anestesik Gas (Inhalasi)
Pada umumnya
anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi dan
operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan
parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anestesi dan
efek letal cukup lebar. Obat anestesi inhalasi ini dihirup bersama udara
pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak
mengakibatkan narkose
Contoh obat anestesik
inhalasi yaitu :
1) Dinitrogen Monoksida (N2O atau gas tertawa)
Dinitrogen Monoksida
merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat
daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan
bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ±
50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesik yang baik, dengan inhalasi
20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar
optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksimum ±
35% . Gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O
pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi
kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah
terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara
intermiten untuk mendapatkan analgesik pada saat proses persalinan dan
pencabutan gigi.
2) Siklopropan
Siklopropan
merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat
daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini
mudah terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method.
Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat
(2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume,
tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan
kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan
pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya
kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan
pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi
otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi
pernafasan ringan dapat terjadi pada anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan
tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri
tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih
pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu
fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme
atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah
kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu
operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot.
Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan
ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan
diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap
macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan
dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan
oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.
b. Obat
Anestesi yang Menguap
Anestetik
yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu berbentuk
cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan
relatif mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam
darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya
induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang
dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk
mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat
anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang
menguap.
Umumnya
anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter misalnya
eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan,
metoksifluran, etil klorida, dan trikloretilen.
Contoh
obat anestesik yang menguap yaitu :
1) Eter
Eter
merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar,
mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik kuat sekali,
dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesik tetapi
penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi
otot karena efek sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan
hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan
hambatan neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin, streptomisin,
polimiksin dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus. Eter
diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga
melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
2) Halotan
Merupakan
cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah
meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak,
tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastik. Karet larut dalam
halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat
ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah
tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10
menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %).
Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
3) Metoksifluran
Merupakan
cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah meledak,
tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik,
metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal
0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia.
Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak
menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita
asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi
tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran
bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan
hati.
4) Etilklorida
Merupakan
cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan mempunyai titik
didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan menimbulkan
pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat
terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan
waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu
etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya
digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30
detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik lokal dengan cara menyemprotkannya
pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah
kena infeksi karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.
5) Trikloretilen
Merupakan
cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti kloroform,
tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan
terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic
trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya
kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan
N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam
campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi
jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor.
Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.
c. Obat
Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)
Obat
ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat dan kebanyakan
obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat
mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi
pengaruh obat yang lain. Termasuk golongan obat ini adalah:
1) Barbiturat
Barbiturat
menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di
formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi
penghambatan sistem penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan
sistem perangsang juga dihambat sehingga respons korteks menurun. Pada
penyuntikan thiopental, Barbiturat menghambat pusat pernafasan di medulla
oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh
barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan
berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturat tidak menimbulkan
sensitisasi jantung terhadap katekolamin.
Barbiturat yang digunakan untuk anestesi adalah:
a) Natrium
thiopental
Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi
tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk
induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten
setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak digunakan
larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat
badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml
untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa
diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%.
Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai
suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.
b) Natrium
tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%,
diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang
diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan
larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip)
c) Natrium
metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan
secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan
1% atau bila akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan
larutan 0,2%.
2) Ketamin
Merupakan
larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman.
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja
singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah
untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan
kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan
darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal.
Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian
besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian
diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena
dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10
menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah
dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium
operasi terjadi dalam 12-25 menit.
3) Droperidol
dan fentanil
Tersedia
dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia
neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan
secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila
sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja
(0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan
fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum
lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
4) Diazepam
Menyebabkan
tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi
tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek
penghambat neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan
untuk menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur
dental, juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit
kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek
anestesi diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa
pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan
untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi lokal.
5) Etomidat
Merupakan
anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak
berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse
terus menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat
menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan
frekuensi denyut jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah
otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga
anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri
ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat
pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti
meperidin.
6) Propofol
Secara
kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa
minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian
anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti
tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai
dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80%
tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan
curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol
tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak,
dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.
2. Anestesi
Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat
yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf
ke Sistem Saraf Pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa
nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi
sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah
anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau
area kulit. Namun, banyak juga yang menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa
pun selain yang menimbulkan ketidaksadaran umum (anestesi umum).
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
1. Senyawa
Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab
pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis.
Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme
dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain
dengan prokain sebagai prototip.
2. Senyawa
Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan
prilokain.
3. Lainnya
Contohnya
fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak
digunakan adalah:
a) Anestesi
permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh
dokter gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan
kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang
tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
b) Anestesi
Infiltrasi
Tujuannya
untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar
jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit
dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau
gusi (pada pencabutan gigi).
c) Anestesi
Blok
Cara
ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan
terapi.
d) Anestesi
Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari
kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini
bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai bawah.
C. Mekanisme Kerja Obat Anestesi
1. Mekanisme KerjaAnestesi Umum
a. Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan
aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi
digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam
kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan rasa
sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan
harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya
sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan
anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan
untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi
konsentrasi dari gas atau uap yang diinhalasi. Keuntungan anastetika inhalasi
dibandingkan dengan anastesi intravena adalah kemungkinan
untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan mengurangi
konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum tidak di
metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat
faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastetika umum di bawah
pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil
b. Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol
mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa
gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa
intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan
pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan
perkiraan bahwa anastesi umum dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk
hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi
transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.
2. Mekanisme
Kerja Anestesi Lokal
Anestesik lokal bekerja bila
disuntikkan kedalam akson saraf. Anestesi lokal melakukan penetrasi kedalam
akson dalm bentuk basa larut lemak. Anestesi lokal bersifat tergantung
pemakaian artinya derajat blok porsional terhadap stimulasi saraf. Hal ini menunjukkan bahwa makin banyak molekul obat
memasuki kanal Na+ ketika kanal-kanal terbuka menyebabkan lebih
banyak inaktivasi. Anestesi lokal menekan jaringan lain seperti miokard bila
konsentrasinya dalam darah cukup tinggi namun efek sistemik utamanya mencakup
sistem saraf pusat. Adapun mekanisme kerja meliputi :
1. Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf
2. Tempat kerja terutama di membran sel
3. Hambat permeabilitas membran ion Na+ akibat depolarisasi
menjadikan ambang rangsang membran
meningkat
4. Eksitabilitas & kelancaran hambatan terhambat
5. Berikatan dg reseptor yg tdpt p d
ion kanal Na, terjadi blokade sehingga hambat gerak ion via membran.
D. Aktifitas
Obat Anestesi
1. Aktifitas ObatAnestesi Lokal
Aktifitas obat anastesi lokal, yaitu:
a) Mula
KerjaAnestesi lokal yaitu:
Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:
1) pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak
terionisasi meningkatdan dapat menembus membrann sel saraf sehingga
menghasilkan mula kerja cepat.
2) Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
3) Konsentrasi obat anestetika lokal
b) Lama
kerja Anestesi lokal, yaitu:
Lama kerja anestetika lokal dipengaruhi oleh:
1) Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local
adalah protein
2) Dipengaruhi oleh kecepatan
absorbsi.
3) Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah
perifer di daerah pemberian.
E. Kontra
Indikasi Obat Anestesi
1. Kontra
Indikasi Anastesi Umum
Kontra indikasi anestesi umum tergantung
efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan dan harus hindarkan
pemakaian obat pada:
a. Hepar
yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap hepar
atau dosis obat diturunkan
b. Jantung
yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan aliran darah
koroner
c. Ginjal
yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d. Paru-paru
yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e. Endokrin
yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat
yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes karena bisa menyebabkan
peninggian gula darah.
2. Kontra
Indikasi Anastesi Lokal
Kontra indikasi anestesi
lokal yaitu:
1) Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang
telah diketahui. Kejadian ini mungkin
disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular.
2) Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung
teknik tertentu.
3) Kurangnya prasarana resusitasi.
4) Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
5) Infeksi lokal atau iskemik
pada tempat suntikan.
6) Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
7) Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
8) Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
9) Pasien yang sedang menjalani
terapi sistemik dengan antikoagulan.
10) Jika
dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal untuk
bekerja dengan sempurna.
11) Kurangnya
kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.
F. Farmakokinetik
dan Farmakodinamik Obat Anestesi
1. Farmakokinetik
Anastesi Umum
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam
susunan saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan
induksi anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi
ambilan dan penyebaran anestetik.
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik
sebanding dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering
dipergunakan secara bergantian dalam membicarakan berbagai proses transfer
anestetik gas dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat anestetik yang adekuat dalam
otak untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer obat anestetik dari udara
alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi ini
bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang
dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian
konsentrasi (tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan campuran
darah vena.
Kecepatan konsentrasi anestesi umum, yaitu:
a)
Kelarutannya
Salah satu penting faktor penting yang mempengaruhi transfer anestetik
dari paru kedarah arteri adalah kelarytannya. Koefisien pembagian darah; gas
merupakan indeks kelarutan yang bermakna dan merupakan tanda-tanda afinitas
relative suatu obat anestetik terhadap darah dibandingkan dengan udara.
b)
Konsentrasi anastetik didalam udara inspirasi
Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi
mempunyai efek langsung terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam
alveolus maupun kecepatan peningkatan tegangan ini didalam darah arterinya.
c)
Ventilasi paru-paru
Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam darah arteri
bergantung pada kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit. Besarnya efek ini
bervariasi sesuai dengan pembagian koefisien darah; gas.
d) Aliran
darah paru
Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru akan
mempengaruhi transfer obat anestetik. Peningkatan aliran darah paru akan
memperlambat kecepatan peningkatan tekanan darah arteri, terutama oleh obat
anestetik dengan kelarutan drah yang sedang sampai tinggi.
e)
Gradient konsentrasi arteri-vena
Gradien konsentrasi obat anestetik antara darah arteri dan vena
campuran terutama bergantung pada kecepatan dan luas ambilan obat anestesi pada
jaringan itu, yang bergantung pada kecepatan dan luas ambilan jaringan.
2. Farmakdinamik Anastesi Umum
Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah
dengan meningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang rangsang,
akan terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga
intravena barbiturate dan benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak sehingga
akson dan transmisisinaptik tidak bekerja. Kerja tersebut digunakan pada
transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik lebih sensitive
dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah
bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi
saraf dengan aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial
awal, yaitu peningkatan ambang rangsang. Penilitian elektrofisiologi sel dengan
menggunakan analisa patch clamp, menunjukkan bahwa pemakaian isofluran
menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk mengaktifkan saluran kation yang
semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik pada sinaps, kolinergik.
Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang diperantai
reseptor GABA akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan hiperpolarasi, tehadap
penurunan sensitivitas. Kerja yang serupa untuk memudahkan efek penghambatan
GABA juga telah dilaporkan pemakaian propofol dan anestetik inhalasi lain.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada
membran neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi
langsung antara molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membran
protein yang spesifik. Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penilitian
interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik interkais yang tampaknya
untuk menstabilkan saluran pada keadaan tertutup. Interpretasi alternatif, yang
dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur yang nyata diantara
anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat ini dengan
dengan membran matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.
3. Farmakokinetik Anastesi Lokal
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah
serabut saraf yang akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi
tidak terlalu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan mula
kerja anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal
bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek
anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan,
adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor
seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari tempat
tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi
nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain,
lidokain, dan mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf
diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik
sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya 1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah
pemberian bolus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin
terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase distribusi awal
yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya
tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat
yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot
dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester,
maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi
lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam air
dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya
tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama
sekali bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah
diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah
oleh butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas
sekali mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk
prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan
anestesi lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah
kehati. Sebagai contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang
dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang yang diberi
nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan
aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1. Lipid/Water
solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.
2. Protein
Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan dengan protein
akan semakin lama durasi nya.
3. pKa,
menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa makin
banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam
(jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja
obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam
akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan
untuk menimbulkan efek anestesi. Kecepatan
onset anestetika lokal ditentukan oleh:
a) Kadar obat dan potensinya
b) Jumlah
pengikatan obat oleh protein dan
c) Pengikatan obat ke
jaringan local
d) Kecepatan
metabolisme
e) Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor (epinefrin) ditambah anestetika lokal dapat menurunkan
aliran
darah lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.
4. Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
a. Mekanisme
Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke
dalam sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial
natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup
(inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi
membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi
repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic
transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang
terjadi pada otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada
kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan
menghambat saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan
makin banyak molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan
reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan
kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke
tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air
dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih
kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif
pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh
obat-obatan lain.
b. Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya
tidak saja terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan.
Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap
penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu
anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C
dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena
itu, serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan
fungsi motor dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:
v Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak
di mana propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi
(berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja
anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter
kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus
berturut-turut dihambat oleh anestesi local untuk menghentikan propagasi
impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang
menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat serabut besar
tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin
pada ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat
dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.
v Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris
mengikuti langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi
local. Serabut sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan
tinggi dan lama potensial aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik).
Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi
yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter
kecil yang terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu,
serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada
serabut A alfa.
v Efek posisi saraf dalam
bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak
melingkari bundle dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila
anestesi local diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf.
Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan
sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar,
anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal
sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.
G. Efek
Samping Obat Anestesi
1. Efek
Samping Anestesi Umum
Obat-obatan
anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal
haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam
darah, tidak meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal,
tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.
Obat
bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a) Mengiritasi
aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).
b) Menimbulkan
stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata terus
terbuka (golongan Ketamin).
c) Depresi
pada susunan saraf pusat.
d) Nyeri
tenggorokan.
e) Sakit
kepala.
f) Perasaan
lelah dan bingung selama beberapa hari.
g) Menekan
pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran
dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
h) Menekan
system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini
juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf
simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
i) Merusak
hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
j) Oliguri
(reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien
perlu dihidratasi secukupnya.
k) Menekan
sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil)
pasca-bedah.
Efek
samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang
dapat terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan
perbandingan 4 komplikasi dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang terbaik adalah dengan
penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping dan risiko
yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang
tidak melebihi dosis.
2. Efek
Samping Anestesi Lokal
Seharusnya
obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam
darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada berbagai sistem organ tubuh, yaitu:
a) Sistem Saraf Pusat
Efek terhadap SSP antara
lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan pendengaran, dan
kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan
menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi
SSP dan kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling
serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena kadar obat dalam
darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya memberikan
anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang
adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan
premedikasi dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral
untuk mencegah bangkitan kejang.
b) Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local
akan menjadi toksik terhadap jaringan saraf.
c) Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek
langsung terhadap jantung dan membran otot polos serta dari efek secara tidak
langsung melalui saraf otonom. Anestesi lokal menghambat saluran natrium
jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung, eksitabilitas, dan konduksi
jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan kematian biasanya
timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula
terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.
d) Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan
menimbulkan penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu
mengubah hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna
darah menjadi coklat.
H. Syarat-syarat
Ideal Obat Anestesi
1. Syarat
Ideal Anestesi Umum
Syarat Ideal anastesi umum yaitu:
a) Memberi
induksi yang halus dan cepat.
b) Timbul
situasi pasien tak sadar / tak berespons
c) Timbulkan
keadaan amnesia
d) Timbulkan
relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot
pernafasan.
e) Hambat
persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk tempat operasi.
f) Berikan
keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang berlangsung lama
2.Syarat Ideal Anestesi Lokal
Syarat-syarat ideal anestesi lokal yaitu:
a) Tidak
mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
b) Batas
keamanan harus lebar
c) Tidak
boleh menimbulkan perubahan fungsi dari syaraf secara permanen.
d) Tidak
menimbulkan alergi.
e) Harus
netral dan bening.
f) Toksisitas
harus sekecil mungkin.
g) Reaksi
terjadinya hilang rasa sakiit setempat harus cepat.
h) Mulai
kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang
cukup lama
i) Dapat
larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.
Contoh penyakit yang menggunakan obat anasatesi :
a)
Wasir
Hemorrhoid
atau Wasir atau Ambeien adalah pelebaran pembuluh darah dan bantalan penutupnya
didaerah dubur.
Secara
psikologis bantalan didubur ada pada tiap orang karena berfungsi sebagai katup
untuk membantu otot-otot dan saraf-saraf yang sangat banyak didaerah dubur
menutup lubang dubur. Akan tetapi pada mereka yang menderita hemorrhoid,
pelebaran ini lebih dari normal sehingga bahkan dapat menjadi penghalang dan
mengganggu fungsi katup.
Kira-kira
60-70 % dari masyarakat pernah mengalami keluhan didubur, apakah itu sakit,
pendarahan, gatal-gatal maupun keluar benjolan. Memang sebagian besar dari
keluhan ini disebabkan oleh wasir ; tetapi sebelum menentukan diagnosa wasir ,
penting untuk dilakukan pemeriksaan sebelumnya karena kecuali wasir, masih
banyak penyakit lain didubur.
Penyebab
Faktor
genetik memegang peranan penting, tetapi disamping itu ada faktor lain sebagai
penyetusnya, misalnya : susah buang air besar sehingga sering harus mengejan,
lama duduk/jongkok dikamar kecil, otot-otot dubur terlebih otot polos yang
lebih tegang dari normal yang juga sering berkaitan dengKeturunan penderita
wasir
Peregangan. Hal ini bisa terjadi pada
seseorang yang suka melakukan hubungan seksual yang tidak lazim yaitu
anogenital. Kehamilan ibu hamil yang diakibatkan perubahan hormone Penekanan
kembali aliran darah vena seperti seperti pada kanker dubur, radang dubur,
penyempitan dubur, kenaikan tekanan pembuluh darah porta (di dalam rongga perut),
sakit lever jenis sirosis (mengkerut), lemah jantung, dan limpa bengkak. Diare
menahun Sembelit / konstipasi / obsitpasi menahun Terlalu banyak duduk Penyakit
yang membuat penderita sering mengejan seperti misalnya: pembesaran prostat
jinak ataupun kenker prostat, penyempitan saluran kemih, dan sering melahirkan
anakan kondisi perasaan seseorang misalnya dalam keadaan stress, kelelahan dan
sebagainya.
Wasir
dibagi menjadi dua yaitu, wasir dalam
(hemorrhoid internal) dan wasir luar (hemorrhoid external). Pembagian ini
berdasarkan letak anatominya. Wasir dalam terletak diatas linea dentata yang
tidak memiliki saraf-saraf sensitif lagi sehingga tidak menyebabkan sakit.
pembengkakan terjadi dalam rektum sehingga tidak bisa dilihat atau
diraba. Tanda yang dapat diketahui adalah pendarahan saat buang air besar.
Masalahnya jadi tidak sederhana lagi, bila ambeien internal ini membesar dan
keluar ke bibir anus yang menyebabkan kesakitan. Ambeien yang terlihat berwarna
pink ini setelah sembuh dapat masuk sendiri, tetapi bisa juga didorong masuk.
Wasir
luar terletak dipinggir dubur. Jika mengejan terlalu keras atau diarrhoe atau
terlalu lelah maka darah yang berada didalam pembuluh darah wasir luar dapat
membeku dan dapat terasa sakit. Ini disebut perianal. Ambeien Eksternal
menyerang anus sehingga menimbulkan rasa sakit, perih, dan gatal. Jika
terdorong keluar oleh feses, ambeien ini dapat mengakibatkan penggumpalan
(trombosis), yang menjadikan ambeien berwarna biru-ungu
Disamping
itu ada beberapa penyakit diusus besar yang juga dapat menyebabkan wasir.
Ini disebut perianal thrombose. Umumnya dalam 1-2 minggu akan hilang
sendiri tetapi bekas pembengkakkan tidak akan normal kembali melainkan ada
lipatan kulit yang dinamakan skintag. Kadang-kadang perianal-thrombose ini
harus diincisi untuk mengeluarkan gumpalan darahnya. Sejumlah faktor dapat
menyebabkan formasi dari Ambeien termasuk kebiasaan buang air besar tidak
teratur (konstipasi atau diare), olahraga, nutrisi (diet rendah serat),
peningkatan tekanan intra-abdomen (berkepanjangan tegang), genetika, tidak
adanya katup dalam vena hemoroid, dan penuaan.
Terlalu
lama duduk ( duduk seharian ), Menderita diare yang lama ( diare yang tidak kunjung sembuh ), Adanya
perubahan hormon esterogen yang meningkat pada wanita hamil,Karena faktor
keturunan dari penderita wasir, Melakukan hubungan sex yang tidak lazim, Sering
mengalami sembelit/konstipasi saat BAB, Terjadinya penekanan kembali aliran
darah vena, Pola makan yang sembarangan ( merokok, sering makan makanan yang
pedas dan bersantan, sering minum alkohol dan soda ) dan gaya hidup yang tidak teratur, Kurang
berolahraga, Sering mengangkat beban yang berat-berat.
Penderita
wasir disarankan untuk mengonsumsi banyak serat. Namun sebaiknya hindari
konsumsi apel hijau dan juga jeruk karena bisa memperburuk gejala wasir yang
muncul.
Beberapa
makanan tertentu sebaiknya dihindari oleh penderita wasir karena bisa
menimbulkan ketidaknyamanan, nyeri dan gatal-gatal yang intensitasnya semakin
meningkat.
Makanan
yang harus dihindari tersebut adalah apel hijau (karena memiliki tingkat
keasaman lebih tinggi dibanding apel merah), buah jeruk dengan keasaman tinggi,
minuman berkarbonasi, minuman berkafein seperti kopi dan alkohol.
Selain
itu hindari pula makanan olahan serta yang rendah serat seperti keju dan juga
daging merah karena bisa membuat feses menjadi keras sehingga sulit untuk
dikeluarkan dan menimbulkan rasa sakit,
Golongan
tingkatan / stadium keparahan Wasir / Ambeien :
Wasir
stadium 1 : Wasir yang berdarah tetapi tidak prolaps.
Wasir
stadium 2 : Wasir yang prolaps dan menarik pada mereka sendiri (dengan atau
tanpa pendarahan).
Wasir stadium
3 : Wasir yang prolaps tetapi harus didorong kembali oleh jari tangan.
Wasir
stadium 4 : Wasir yang prolaps dan tidak dapat mendorong kembali masuk wasir
Keempat derajat juga mencakup wasir yang thrombosed (mengandung bekuan darah)
atau yang menarik banyak pada lapisan rektum melalui anus
Gejala
·
Pendarahan
dan benjolan yang keluar waktu buang air besar adalah yang paling sering
menyebabkan pasien berobat. Disamping itu dapat juga terjadi gatal-gatal dan
keluar cairan dari dubur.
·
Rasa
sakit bukan gejala wasir, kecuali wasirnya terjepit, artinya wasir keluar dan
tidak dapat masuk lagi.
·
Di
sekitar anus terdapat bintil – bintil berwarna merah kebiru-biruan
·
Di dalam
anus terasa gatal, panas dan pedih .
·
Keluar
lendir atau darah ketika buang air besar .
·
Terasa
sakit ketika mengejan (ngeden) saat BAB
·
Kadang
terasa sakit di punggung bagian bawah. Dubur
mengalami pendarahan namun tanpa rasa sakit. Darah yang keluar dari dubur
berupa tetesan atau mengalir deras dan berwarna merah muda.
·
Setelah
buang air besar, penderita merasa masih ada yang mengganjal sehingga merasa
bahwa buang air besar belum selesai. Oleh karena itu, penderita akhirnya
mengejan lebih kuat dan hal ini justru membuat ambeien semakin parah.
·
Terasa
gatal pada daerah dubur karena rasa nyeri pada dubur yang sulit untuk
dibersihkan sehingga virus dengan cepat mengakibatkan infeksi pada kulit dan
rasa gatal menghampiri.
Obat
wasir :
1.
Ambeven
Indikasi:
Pereda wasir
Kontra Indikasi:
N/A
Komposisi:
Setiap kapsul mengandung:
Graptopyllum pictum - folia ............. 30%
Sophora japonica - flos ................. 15%
Rubia cordifolia - radix ................ 15%
Coleus artropurpureus - folia ........... 10%
Sanguisorba officinalis - radix ......... 10%
Kaempferia angustifolia - rhizoma ....... 10%
Curcuma heyneana - rhizoma .............. 10%
Ambeven merupakan obat tradisional dengan ramuan campuran dari
bahan tanaman terpilih dan bermutu.
Daun handeulum atau dikenal juga dengan nama daun wungu atau
Graptophyllum pictum sejak dulu sudah dikenal dan digunakan masyarakat untuk
mengobati wasir. Berdasarkan pengamatan klinis ternyata daun kering atau
rebusan daun handeulum dapat menyembuhkan wasir secara tuntas.
Ambeven selain mengandung bahan aktif daun handeulum, juga
mengandung bahan tradisional lainnya yang bermanfaat untuk mengatasi
gejala-gejala yang menyertai wasir. Benjolan wasir di dubur dapat dikecilkan
atau disusutkan atau bahkan dihilangkandengan ramuan Ambeven. Disamping itu
gejala seperti sakit atau nyeri, bengkak dan mudah berdarah juga akan
dihilangkan.
Penelitian toksisitas juga memperlihatkan bahwa jamu tradisional
ini aman tanpa menimbulkan efek samping yang mengganggu walaupun digunakan
untuk jangka panjang.
Cara Pemakaian:
Sehari 3 kali 2 kapsul dengan air secukupnya.
Penyimpanan:
Simpan di tempat sejuk dan kering.
Jenis: Kapsul
Produsen: PT Medikon Prima
b)
Luka
bakar
Kasus
luka bakar merupakan suatu bentuk cedera berat yang memerlukan penatalaksanaan
sebaik-baiknya sejak awal. Peran masyarakat yang berhadapan langsung serta
pertolongan petugas yang menerima kasus ini pertama kali sangat menentukan perjalanan penyakit ini
selanjutnya.
Pada
umumnya pasien luka bakar datang akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan napas), breathing (mekanisme
bernapas), dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya
dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terjadi trauma, namun masih
dapat terjadi obstruksi saluran napas akibat cedera inhalasi dalam 48 –
72 jam pascatrauma. Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian utama penderita
pada fase akut. Zona Koagulasi/Nekrosis
Adalah
daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) karena luka bakar,
disebut juga zona nekrosis.
Zona Statis
Adalah
daerah yang langsung berada di luar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit dan leukosit sehingga terjadi
gangguan perfusi (no flow phenomena) diikuti perubahan permeabilitas kapiler
dan respon inflamasi lokal. Proses ini
berlangsung 12-24 jam pasca cedera.
Zona Hiperemi
Daerah
diluar zona stasis yang ikut mengalami reaksi vasodilatasi tanpa banyak
melibatkan reaksi seluler. Dapat mengalami penyembuhan spontan atau berubah
menjadi zona statis bila terapi tidak adekuat.
Penyebab
Luka Bakar
Scald Burns
Luka
karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas, merupakan kebanyakan
penyebab luka bakar pada masyarakat. Air pada suhu 60°C
menyebabkan luka bakar parsial atau dalam dengan waktu hanya dalam 3 detik.
Pada 69°C, luka bakar yang sama terjadi dalam 1 detik.
Flame Burns
Luka terbakar adalah mekanisme kedua tersering
dari injuri termal. Meskipun kejadian injuri disebabkan oleh kebakaran
rumah telah menurun seiring penggunaan
detektor asap, kebakaran yang berhubungan dengan merokok, penyalahgunaan
penggunaan cairan yang mudah terbakar, tabrakan kendaraan bermotor dan kain
terbakar oleh kompor atau pemanas ruangan juga bertanggung jawab terhadap luka
terbakar.
Flash Burns
Flash
burns adalah berikutnya yang paling
sering. Ledakan gas alam, propan, butane, minyak destilasi, alkohol dan cairan
mudah terbakar lain seperti aliran listrik menyebabkan panas untuk periode waktu.
Flash burns memiliki distribusi di semua kulit yang terekspos dengan area
paling dalam pada sisi yang terkena.
Contact Burns
Luka
bakar kontak berasal dari kontak dengan logam panas, plastik, gelas atau bara
panas. Kejadian ini terbatas. Balita yang menyentuh atau jatuh dengan tangan
menyentuh setrika, oven dan bara kayu menyebabkan luka bakar yang dalam
pada telapak tangan.
Chemical Burn
Luka
bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, apakah bersifat asam kuat atau
basa kuat. Kejadian ini sering pada karyawan industri yang memakai bahan kimia
sebagai bagian dari proses pengolahan atau produksinya. Penanganan yang salah
dapat memperluas luka bakar yang terjadi. Irigasi dengan NS (NaCl 0.9%) atau
akuabides atau cairan netral lainnya adalah pertolongan terbaik, tidak dengan
cara menetralisirnya.
Electrical Burn
Sel
yang teraliri listrik akan mengalami kematian yang bisa menjalar dari sejak
arus masuk sampai bagian tubuh tempat arus keluar. Luka masuk adalah tempat
aliran listrik memasuki tubuh, luka keluar adalah tempat keluarnya arus dari
tubuh menuju bumi/ground. Sulit secara fisik menentukan berat ringannnya
kerusakan yang terjadi mengingat perlu banyak pemeriksaan klinis dan penunjang
lainnya untuk mengevaluasi keadaan penderita. Gangguan jantung, ginjal,
kerusakan otot sangat mungkin terjadi. Besarnya luka masuk atau luka keluar
tidak berhubungan dengan kerusakan jaringan sepanjang aliran luka masuk sampai
keluar. Maka dari itu setiap luka bakar listrik dikelompokan pada derajat III
Frost Bite
Adalah luka akibat suhu yang terlalu
dingin. Pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi hebat, terutama di
ujung-ujung jari, hidung dan telinga. Fase selanjutnya akan terjadi nekrosis
dan kerusakan yang permanen. Untuk tindakan pertama adalah sesegera mungkin
menghangatkan bagian tubuh tersebut dengan pemanas dan gerakan-gerakan untuk
memperlancar sirkulasi.
MONITORING
RESUSITASI
Ø Nyeri akut pada luka bakar
Setelah
luka bakar, pasien akan mendapatkan sejumlah tindakan yang mungkin menyakitkan.
Hal ini termasuk pemindahan dari kebakaran, resusitas, transportasi ke rumah
sakit, dan prosedur yang urgensi, seperti akses intravena, kontrol jalan napas,
pemasangan kateter uretra, radiografi, escharotomies, dan transportasi ke unit
luka bakar atau unit perawatan intensif.
Manajemen
Nyeri merupakan isu yang penting selama tindakan. Nyeri pasien bisa berat atau
yang mengejutkan bisa ringan, namun tingkat keparahan nyeri jarang yang dicatat. Persepsi nyeri pada
pasien juga dapat dipengaruhi oleh alkohol, penggunaan obat-obatan, atau
penyebab lainnya seperti perubahan tingkat kesadaran, (bisa akibat inhalasi
asap, hipoksia, atau hipotensi).
Manajemen
nyeri luka bakar sulit di laksanakankan, sebelum dilakukan pemeriksaan formal
dan stabilisasi pada pasien. Oleh karena itu rekomendasi berdasarkan pengamatan
dan pengalaman klinis. Langkah-langkah sederhana, seperti cooling, menutupi
permukaan luka bakar dan immobilisasi pasien, mungkin sudah cukup memadai.
Penutupan luka bakar sangat perlu sebab dengan
adanya aliran udara di atas permukaan luka bakar akan memperberat nyeri.Pendinginan
lokal, walau bagaimanapun, tidak bisa mencegah pengembangan hiperalgesia pada
manusia. Setelah personil yang tepat dan terlatih telah tersedia, di suatu tempat
atau setibanya di rumah sakit, pemberian opioid parenteral merupakan bentuk
analgesia yang paling sering digunakan untuk semua pasien dengan luka bakar
walaupun yang paling sepele.
Pemberian
opioid harus diberikan melalui rute intravena. Pemberian melalui rute
intramuskular atau subkutan tidak dapat diandalkan, terutama bila disertai
dengan hipovolemia dan vasokonstriksi. Terlepas dari jenis opioid yang dipilih,
titrasi dosis kecil bolus intravena merupakan cara yang paling efektif untuk
menghilangkan rasa sakit. Setelah kontrol nyeri diperoleh, infusion atau
Patient-Controlled Analgesia (PCA) biasa di gunakan.
Opioid
Opioid
intravena tetap menjadi metode yang paling populer dalam mengurangi nyeri pada
luka bakar. Morfin telah banyak diteliti dan digunakan dalam hal ini. Secara
farmakokinetik, metabolit aktif dari
morfin pada prinsipnya tidak
berbeda secara signifikan antara pasien dengan dan tampa luka bakar, sehingga dapat digunakan dosis yang sama. Pada umum
dibandingkan dengan opioid lain, morfin memiliki sifat sedatif dan antitusif,
hal ini tergantung pada metode pemberian, morfin memiliki durasi yang relatif
panjang. Metabolit morfin, terutama morfin-6-glukuronat, memainkan peran aktif
dalam analgesia, terutama ketika morfin digunakan untuk periode lama. Morfin
biasanya digunakan dengan PCA untuk penanganan nyeri luka bakar. Kelemahannya
PCA sangat bergantung pada kemampuan pasien dalam menggunakan peralatan. Infus
dengan kecepatan tetap telah digunakan pasca operasi pada pasien dengan luka bakar
tetapi kelihatannya ketika timbulnya rasa sakit yang hebat, metode ini hanya
dapat memberikan tingkat analgesia yang rendah.
Opioid
lain yang lebih umum digunakan dalam anestesi telah dapat digunakan dalam
prosedur penanganan nyeri. Onset yang cepat, meningkatnnya kelarutan dalam
lemak, dan kemudahan dalam titrasi membuat obat ini mempunyai keuntungan yang
potensial, meskipun
potensi
depresi pernafasan masih menjadi suatu
kekhawatiran. PCA fentanyl telah
digunakan untuk menagani nyeri pasca operasi pada luka bakar dan juga telah
berhasil
digunakan
melalui rute intranasal pada pasien anak. Remifentanil, dengan masa kerja yang
sangat cepat, telah digunakan selama pembedahan luka bakar, dan mungkin layak
digunakanini di luar ruang operasi, meskipun keamanan obat ini dalam
penggunaannya masih perlu di teliti lagi.Pemberian pethidine (meperidin) telah
dapat dilakukan dengan menggunakan PCA,tapi yang menjadi masalah adalah dengan
norpethidine (normeperidine) yang bisa berakibat mudah terjadi toksisitas, terutama
pada dosis tinggi, penggunaan jangka panjang, atau pasien dengan gangguan
ginjal.
Obat
lain, seperti benzodiazepines, dapat digunakan dalam kombinasi dengan opioid
untuk mengurangi kecemasan yang berat, namun kombinasi ini berisiko terjadinya depresi pernapasan yang lebih
besar. Lorazepam, yang dikombinasikan dengan morfin, telah memperlihatkan
peningkatkan analgesia pada pasien yang dengan nyeri yang lebih hebat. Meskipun penggunaan opioid untuk penanganan
nyari pada luka bakar telah meluas, tetapi ketergantungan opioid secara
psikologis tidak terjadi hal ini sebagai konsekuensi dari pengobatan nyeri pada
luka bakar, walaupun
ketergantungan
fisik dapat terjadi. Opioid juga
secarateori sering dikaitkan dengan depresi dari fungsi kekebalan tubuh
dan dalam satu studi retrospektif penggunaan opioid dihubungkan dengan
peningkatan risiko infeksi pada pasien dengan luka bakar.
Nonopioid
Analgesia
Berbagai
obat nonopioid telah diteliti untuk menangani nyeri pada luka bakar. Pada salah
satu pusat studi luka bakar telah dilakukan pengamatan dimana opioid tidak
digunakan, kemudian didapatkan bahwa
pengurangan nyeri diperoleh dengan menggunakan nonopioids adalah serupa
dengan yang diperoleh dengan menggunakan opioids. Di samping itu, ada
keengganan untuk memberikan opioid kepada pasien usia lanjut dengan luka bakar
karena berakibat pada peningkatan risiko efek samping.
Non
Steroid anti-inflamatory Drugs (NSAIDs) telah berhasil digunakan untuk
menangani nyeri atau mengurangi penggunaan opioid dalam berbagai kondisi nyeri
akut. Penggunaan secara parenteral obat
NSAIDs, seperti ketorolac, seperti yang telah dijelaskan dapat diberikan untuk
menangani luka bakar.
Penggunaan
ketorolac dalam hubungannya dengan manfaat lainnya berupa efek anti-inflamasi
yang diperlukan pada luka bakar perlu diperhatikan. Pasien luka bakar biasanya
selalu berhadapan dengan hipovolemia atau gangguan ginjal sehingga penggunaan
NSAID pada pasien luka bakar telah dikaitkan dengan memburuk fungsi ginjal.
Kecemasan juga dapat menyebabkan atau memperburuk ulserasi gastrointestinal
sehingga penggunaan NSAID pada pasien luka bakar harus dibatasi.
NUTRISI
Pasien
dengan luka bakar mayor membutuhkan nutrisi yang baik untuk menghindari
kehilanagan masa tubuh yang berlebihan dan mencegah kelemahan yang akan
terjadi. Dukungan nutrisi yang segera diindikasikan untuk mengatur "stress
respon" berat karena akan terjadinya katabolisme. Dukungan nutrisi juga
diindikasikan untuk pasien yang sudah mengalami kekurangan gizi. Tingkat
dukungan nutrisi harus disesuaikan dengan ukuran luka bakar. Pemberian protein,
kalori dan mikronutrisi harus ditingkatkan sesuai kebutuhan sebelum terjadinnya
komplikasi yang akan menyebabkan terjadinnya kehilangan berat badan, dan
perkembangan ke arah protein energy
malnutrition.
Dalam
memberikan dukungan nutrisi , maka harus di nilai beberpapa hal yaitu :
kebutuhan energi (kalori), kebutuhan protein, kebutuhan cairan, kebutuhan
mikronutrien, dan nutrient mix
Meskipun
potensi risiko gastrointestinal lebih rendah dibandingkan dengan obat
siklooksigenase-2-selektif inhibitor, tetapi obat-obatan ini memiliki resiko
terhadap kardiovaskuler dan ginjal yang
signifikan. Sehingga, penggunaan keterolak sebagai analgesik pada pasien luka
bakar harus dipertimbangkan untung dan ruginya serta mampaat klinisnya secara
potensial.
Secara
Eksperimental nyeri luka bakar dapat dikurangi dengan menggunakan antagonis
NMDA seperti ketamin.
Tetapi
sayangnya, dosis tinggi dari ketamin sering dikaitkan dengan efek samping yang
tidak menyenangkan, seperti halusinasi dan dysphoria. Ketamine dosis rendah
mungkin efektif sebagai analgesik dan dapat mengurangi kebutuhan opioid. Ini
adalah pilihan yang menarik sebagai Ketamine yang bekerja pada reseptor NMDA
telah terbukti mengurangi sensitisasi sentral dan pengembangan hiperalgesia
sekunder dari nyeri neuropatik pada model hewan. Pengalaman dalam beberapa
percobaan kecil dan seri kasus yang lebih besar telah memberikan bukti bahwa
Ketamine efektif dan aman untuk pengelolaan nyeri pada pasien luka bakar.
Karbohidrat
merupakan bahan bakar yang lebih disukai untuk sebagian besar jaringan, tetapi
harus ada batas yang jelas dalam jumlah penggunaan karbohidrat, terutama pada
pasien dengan luka bakar hypermetabolic atau septik. Kelebihan karbohidrat
hanya akan menyebabkan pembentukan lemak, yang akan membutuhkan energi yang
lebih besar dalam proses memproduksinya. Selain itu peningkatan
karbonhidrat akan mengarah ke pada
peningkatan produksi karbon dioksida.4 Untuk mencegah hal itu terjadi maka
dibutuhkanlah suatu nutrient mix. Secara optimum komposisi pencampuran
makronutrien (macronutrient mix) adalah sebagai berikut; karbonhidrat 55-60 %,
lemak 20-25 %, protein 20-25 %.2
Pemberian
makanan enteral berdasarkan beberapa study telah menunjukan dapat melindungi usus dari tranlocation toksis dan
mikroorganisme, yang juga dapat mengurangi angka kejadian sepsis.
Obat
yang digunakan :
1.
Bioplacenton.
Komposisi:
Placenta extract 10%
Neomycin sulfate 0,5%
Bentuk Sediaan: Gel
Farmakologi:
Ekstrak plasenta bekerja memicu pembentukan jaringan baru dan untuk
wound healing, sedangkan neomycin untuk mencegah atau mengatasi infeksi bakteri
Gram negatif pada area luka
Indikasi:
- Luka bakar
- Luka dengan infeksi
- Luka kronik dan jenis luka yang lain
Dosis:
Oleskan 4 -6 kali sehari atau sesuai kebutuhan pada area luka
Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap ekstrak plasenta atau neomycin
Efek Samping: Reaksi hipersensitivitas
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran
ditiadakan.
Obat anestesi umum dibagi
menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi
gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan
secara intravena. Anestesi umum yang ideal akan bekerja
secara tepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah
pemberian dihentikan.
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat
yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf
ke sistem saraf pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa
nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin. Obat anestesi lokal dibagi menurut
bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu senyawa ester, senyawa
amida dan senyawa lainnya. Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan
atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang
membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh
seperti gigi atau area kulit.
B. Saran
Diharapkan
makalah ini dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran dan semoga bisa
menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat anestesi umum dan anestesi lokal sehingga materi yang disampaikan dan
dimengerti
dalam farmakologi dapat diterima dengan baik. Apabila penggunaan nya atau pun
penggunaan obat secara universal ini disalahgunakan, tentulah akibat buruk yang
akan di dapat di akhri eksperimen kita sebagai orang awam yang tak tahu apapun
tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit Universitas Indonesia.
Syamsuni, H.A,Drs.2006.ilmu Resep.EGC.Jakarta
Olson, James. 2004. Belajar Mudah Farmakologi. EGC: Jakarta
Drs Tan Hoan Tjay, Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat – Obat Penting. Elexmedia Komputindo:Jakarta.
Katzung, Bertram. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Salemba Medika:Jakarta.
MIMS Petunjuk Konsultasi edisi 9 2009/2010. BIP Kelompok Gramedia: Jakarta.
ISO Indonesia Vol. 42. 2007. Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia: Jakarta
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit Universitas Indonesia.
Syamsuni, H.A,Drs.2006.ilmu Resep.EGC.Jakarta
Olson, James. 2004. Belajar Mudah Farmakologi. EGC: Jakarta
Drs Tan Hoan Tjay, Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat – Obat Penting. Elexmedia Komputindo:Jakarta.
Katzung, Bertram. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Salemba Medika:Jakarta.
MIMS Petunjuk Konsultasi edisi 9 2009/2010. BIP Kelompok Gramedia: Jakarta.
ISO Indonesia Vol. 42. 2007. Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia: Jakarta