CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 24 Maret 2015

makalah farmakologi anestetika

DAFTAR ISI

           

 KATA PENGANTAR…………………………………………..............…………………………………………………………………………………………
 DAFTAR ISI…………………………………………...............………………………………………………. ………………………………………………..
 BAB I
  PENDAHULUAN……………………………………............………………………………………… ……………………………………………
  1.1 Latar Belakang………………………………………………….........................……..... …………....................................................
  1.2 Rumusan masalah…………………………………………………………………................................................ …………………………..
  1.3 Tujuan penulisan……………………………………………………………………………………………………………………………………………….
  1.4 Manfaat penulisan…………………………………………………………………………………………………………………………………………….
 BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………..................……………………………………………………………………  
  2.1 Definisi anestesi……………………………………………………………………………………………………………………………………………….
  2.2 Klasifikasi obat anestesi………………………………………………………………………….........................................................
  2.3 Mekanisme kerja obat anestesi …………………………………………………………………………………………………………………..
  2.4 Aktivitas obat anestesi…………………………………………………………………………………………………………………………………..
  2.5 Kontraindikasi obat anetesi…………………………………………………………………………………………………………………………..
  2.6 Farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi…………………………………………………………………………………
  2.7 Efek samping obat anestesi…………………………………………………………………………………………………………………………..
  2.8 Syarat ideal obat anestesi…………………………………………………………………………………………………………………………….
BAB III PENUTUP…………………………………….................……………………………………………………………………………………………..
  3.1 Kesimpulan…………………………………………....................………………….......................... ……………………………………………..
  3.2 Saran – saran ……………………………………………………...................……………………….. ………………………………………………..
 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
  
    











BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sekarang ini usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dengan penggunaan obat dalam prosedur pembedahan telah dilakukan sejak zaman kuno, termasuk dengan pemberian ethanol dan opium secara oral. Pembuktian ilmiah pertama dari penggunaan obat anestesi untuk pembedahan dilakukan oleh William Morton di Boston pada tahun 1846 dengan menggunakan diethyl eter. Sedangkan istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan dahulu oleh orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis Indica dan pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran. Sehingga dengan perkembangan teknologi obat anestesi berkembang pesat saat ini. Obat anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Obat Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi lokal Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Anestesi umum ini digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksansia otot. Sedangkan anestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversibel. Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pasca-operasi maka dokter dapat memberi anestesi lokal pada area pembedahan (Neal, 2006).


Oleh karena itu, penulis  tertarik membuat makalah yang berjudul anestetika yang akan membahas obat anestesi umum dan lokal baik dari pengertian, klasifikasi, mekanisme kerja, aktivitas obat, kontra indikasi, farmakokinetik dan farmakodinamik, efek samping, dan syarat ideal obat-obat anestesi.
B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang di maksud dengan obat anestesi umum dan lokal ?
2.      Apa saja klasifikasi obat anestesi umum dan lokal ?
3.      Bagaimana mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal?
4.      Bagaimana aktifitas obat anestesi umum dan lokal ?
5.      Apa saja kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal ?
6.      Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat anestesi umum dan lokal ?
7.      Apa saja efek samping dari obat anestesi umum dan lokal ?
8.      Apa saja syarat ideal dari obat anestesi umum dan lokal ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
   Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui obat-obat anestesi umum dan lokal.
2.      Tujuan Khusus
   Adapun tujuan khusus makalah ini adalah:
a.       Untuk mengetahui pengertian obat anestesi umum dan lokal
b.      Untuk mengetahui klasifikasi dari obat anestesi umum dan lokal
c.       Untuk mengetahui mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal
d.      Untuk mengetahui aktivitas obat-obat anestesi umum dan lokal
e.       Untuk mengetahui kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal
f.      Untuk mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi umum dan lokal
g.      Untuk mengetahui efek samping obat anestesi umum dan lokal
h.      Untuk mengetahui syarat ideal obat anestesi umum dan lokal
D.    Manfaat Penulisan
1.    Bagi Tenaga kesehatan
Menambah pengetahuan tentang obat-obat anestesi umum dan lokal.
2.    Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang obat-obat anestesi umum dan lokal.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Anestesi
                    Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani an artinya tidak atau tanpa" dan aesthētos, "artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara umum berarti anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
                    Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesia lokal dan anestesi umum.
1.   Definisi Anestesi Umum
   Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang kesadaran. Ada juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak terdapatnya sensasi yang berhubungan dengan hilangnya kesdaran yang reversibel (Neal, 2006).
   Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pinsan. Anestesi digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot (Kartika Sari, 2013).
2.   Definisi Anestesi Lokal
           Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin (Kartika Sari, 2013).
           Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan (misalnya, adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat anestesi (misalnya, lidokain) menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Klien akan kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktivitas motorik, dan otonom (misalnya, penggosongan kandung kemih). Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pascaoperatif, dokter dapat memberi anestesi lokal pada area pembedahan.

B.  Klasifikasi Obat Anestesi
                    Klasifikasi anestesi ada dua kelompok, yaitu :
1.   Anestesi Umum
      Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan secara intravena.
a.         Obat Anestesik Gas (Inhalasi)
        Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anestesi dan efek letal cukup lebar. Obat anestesi inhalasi ini dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose
        Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :
1)       Dinitrogen Monoksida (N2O atau gas tertawa)
  Dinitrogen Monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksimum ± 35% . Gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesik pada saat proses persalinan dan pencabutan gigi.
2)         Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.
b.         Obat Anestesi yang Menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relatif mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida, dan trikloretilen.
Contoh obat anestesik yang menguap yaitu :
1)         Eter
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesik tetapi penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin, streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus. Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
2)         Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastik. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
3)         Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.
4)         Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik lokal dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.
5)         Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.

c.          Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)
Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat dan kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain. Termasuk golongan obat ini adalah:
1)         Barbiturat
Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan sistem penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan sistem perangsang juga dihambat sehingga respons korteks menurun. Pada penyuntikan thiopental, Barbiturat menghambat pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturat tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin.

Barbiturat yang digunakan untuk anestesi adalah:
a)         Natrium thiopental
Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.
b)     Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip)
c)      Natrium metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.
2)      Ketamin
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
3)      Droperidol dan fentanil
Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
4)      Diazepam
Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek anestesi diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi lokal.
5)      Etomidat
Merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin.
6)      Propofol
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.

2.   Anestesi Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke Sistem Saraf Pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Namun, banyak juga yang menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain yang menimbulkan ketidaksadaran umum (anestesi umum).
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
1.      Senyawa Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
2.      Senyawa Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
3.      Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
a)    Anestesi permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
b)     Anestesi Infiltrasi
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
c)         Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan terapi.
d)     Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai bawah.

C.   Mekanisme Kerja Obat Anestesi

1.    Mekanisme KerjaAnestesi Umum
a.   Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas atau uap yang diinhalasi. Keuntungan anastetika inhalasi dibandingkan dengan anastesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastetika umum di bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil
b.   Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.
2.   Mekanisme Kerja Anestesi Lokal
           Anestesik lokal bekerja bila disuntikkan kedalam akson saraf. Anestesi lokal melakukan penetrasi kedalam akson dalm bentuk basa larut lemak. Anestesi lokal bersifat tergantung pemakaian artinya derajat blok porsional terhadap stimulasi saraf. Hal ini  menunjukkan bahwa makin banyak molekul obat memasuki kanal Na+ ketika kanal-kanal terbuka menyebabkan lebih banyak inaktivasi. Anestesi lokal menekan jaringan lain seperti miokard bila konsentrasinya dalam darah cukup tinggi namun efek sistemik utamanya mencakup sistem saraf pusat. Adapun mekanisme kerja meliputi :
1.       Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf
2.       Tempat kerja terutama di membran sel
3.       Hambat permeabilitas membran ion Na+ akibat depolarisasi menjadikan  ambang rangsang membran meningkat
4.       Eksitabilitas & kelancaran hambatan terhambat
5.       Berikatan dg reseptor yg tdpt p d ion kanal Na, terjadi blokade sehingga hambat gerak ion via membran.
D.    Aktifitas Obat Anestesi
1.      Aktifitas ObatAnestesi Lokal
Aktifitas obat anastesi lokal, yaitu:
a)      Mula KerjaAnestesi lokal yaitu:
Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:
1)         pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkatdan dapat menembus membrann sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat.
2)         Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
3)         Konsentrasi obat anestetika lokal

b)      Lama kerja Anestesi lokal, yaitu:
Lama kerja anestetika lokal dipengaruhi oleh:
1) Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah protein
2)  Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.
3)  Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.

E.     Kontra Indikasi Obat Anestesi
1.      Kontra Indikasi Anastesi Umum
     Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat pada:
a.    Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap hepar atau dosis obat diturunkan
b.   Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan aliran darah koroner
c.    Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d.   Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e.    Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.

2.      Kontra Indikasi Anastesi Lokal
Kontra indikasi anestesi lokal yaitu:
1)   Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah     diketahui. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular.
2)    Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung teknik tertentu.
3)    Kurangnya prasarana resusitasi.
4)   Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
5)   Infeksi  lokal atau iskemik pada tempat suntikan.
6)   Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
7)   Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
8)    Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
9)    Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.
10)   Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal untuk bekerja dengan sempurna.
11)     Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.

F.     Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Anestesi
1.      Farmakokinetik Anastesi Umum
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestetik.
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan secara bergantian dalam membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat anestetik yang adekuat dalam otak untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer obat anestetik dari udara alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi ini bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian konsentrasi (tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan campuran darah vena.
Kecepatan konsentrasi anestesi umum, yaitu:
a) Kelarutannya
Salah satu penting faktor penting yang mempengaruhi transfer anestetik dari paru kedarah arteri adalah kelarytannya. Koefisien pembagian darah; gas merupakan indeks kelarutan yang bermakna dan merupakan tanda-tanda afinitas relative suatu obat anestetik terhadap darah dibandingkan dengan udara.
b) Konsentrasi anastetik didalam udara inspirasi
Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi mempunyai efek langsung terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam alveolus maupun kecepatan peningkatan tegangan ini didalam darah arterinya.
c) Ventilasi paru-paru
Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam darah arteri bergantung pada kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit. Besarnya efek ini bervariasi sesuai dengan pembagian koefisien darah; gas.
d) Aliran darah paru
Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru akan mempengaruhi transfer obat anestetik. Peningkatan aliran darah paru akan memperlambat kecepatan peningkatan tekanan darah arteri, terutama oleh obat anestetik dengan kelarutan drah yang sedang sampai tinggi.
e) Gradient konsentrasi arteri-vena
Gradien konsentrasi obat anestetik antara darah arteri dan vena campuran terutama bergantung pada kecepatan dan luas ambilan obat anestesi pada jaringan itu, yang bergantung pada kecepatan dan luas ambilan jaringan.

2.      Farmakdinamik Anastesi Umum
Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan meningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang rangsang, akan terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga intravena barbiturate dan benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak sehingga akson dan transmisisinaptik tidak bekerja. Kerja tersebut digunakan pada transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik lebih sensitive dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan ambang rangsang. Penilitian elektrofisiologi sel dengan menggunakan analisa patch clamp, menunjukkan bahwa pemakaian isofluran menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk mengaktifkan saluran kation yang semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik pada sinaps, kolinergik. Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang diperantai reseptor GABA akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan hiperpolarasi, tehadap penurunan sensitivitas. Kerja yang serupa untuk memudahkan efek penghambatan GABA juga telah dilaporkan pemakaian propofol dan anestetik inhalasi lain.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi langsung antara molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membran protein yang spesifik. Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penilitian interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran pada keadaan tertutup. Interpretasi alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur yang nyata diantara anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat ini dengan dengan membran matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.

3.      Farmakokinetik Anastesi Lokal
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya 1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1.      Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.
2.      Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan dengan protein akan semakin lama durasi nya.
3.      pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi. Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:
a)  Kadar obat dan potensinya
b)  Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c)  Pengikatan obat ke jaringan local
      d) Kecepatan metabolisme
e) Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor (epinefrin)  ditambah anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.
4.      Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
a.       Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan lain.
b.      Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:
v  Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.
v  Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada serabut A alfa.
v   Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.

G.    Efek Samping Obat Anestesi
1.      Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.
Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a)       Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).
b)       Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata terus terbuka (golongan Ketamin).
c)       Depresi pada susunan saraf pusat.
d)       Nyeri tenggorokan.
e)       Sakit kepala.
f)        Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.
g)       Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
h)       Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
i)         Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
j)        Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.
k)       Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil) pasca-bedah.
Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang tidak melebihi dosis.
2.      Efek Samping Anestesi Lokal
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada berbagai sistem organ tubuh, yaitu:
a)    Sistem Saraf Pusat
 Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
 Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangkitan kejang.
b)   Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik terhadap jaringan saraf.
c)   Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap jantung dan membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf otonom. Anestesi lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung, eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.
d)     Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi coklat.


H.    Syarat-syarat Ideal Obat Anestesi
1.   Syarat Ideal Anestesi Umum
       Syarat Ideal anastesi umum yaitu:
a)      Memberi induksi yang halus dan cepat.
b)      Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons
c)       Timbulkan keadaan amnesia
d)     Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi  bukan otot pernafasan.
e)      Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk  tempat operasi.
f)       Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang berlangsung lama

2.Syarat Ideal Anestesi Lokal
Syarat-syarat ideal anestesi lokal yaitu:
a)      Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
b)      Batas keamanan harus lebar
c)      Tidak boleh menimbulkan perubahan fungsi dari syaraf secara permanen.
d)     Tidak menimbulkan alergi.
e)      Harus netral dan bening.
f)       Toksisitas harus sekecil mungkin.
g)      Reaksi terjadinya hilang rasa sakiit setempat harus cepat.
h)      Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang cukup lama
i)        Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.


Contoh penyakit yang menggunakan obat anasatesi :

a)      Wasir

Hemorrhoid atau Wasir atau Ambeien adalah pelebaran pembuluh darah dan bantalan penutupnya didaerah dubur.

Secara psikologis bantalan didubur ada pada tiap orang karena berfungsi sebagai katup untuk membantu otot-otot dan saraf-saraf yang sangat banyak didaerah dubur menutup lubang dubur. Akan tetapi pada mereka yang menderita hemorrhoid, pelebaran ini lebih dari normal sehingga bahkan dapat menjadi penghalang dan mengganggu fungsi katup.

Kira-kira 60-70 % dari masyarakat pernah mengalami keluhan didubur, apakah itu sakit, pendarahan, gatal-gatal maupun keluar benjolan. Memang sebagian besar dari keluhan ini disebabkan oleh wasir ; tetapi sebelum menentukan diagnosa wasir , penting untuk dilakukan pemeriksaan sebelumnya karena kecuali wasir, masih banyak penyakit lain didubur.

Penyebab
Faktor genetik memegang peranan penting, tetapi disamping itu ada faktor lain sebagai penyetusnya, misalnya : susah buang air besar sehingga sering harus mengejan, lama duduk/jongkok dikamar kecil, otot-otot dubur terlebih otot polos yang lebih tegang dari normal yang juga sering berkaitan dengKeturunan penderita wasir
    Peregangan. Hal ini bisa terjadi pada seseorang yang suka melakukan hubungan seksual yang tidak lazim yaitu anogenital. Kehamilan ibu hamil yang diakibatkan perubahan hormone Penekanan kembali aliran darah vena seperti seperti pada kanker dubur, radang dubur, penyempitan dubur, kenaikan tekanan pembuluh darah porta (di dalam rongga perut), sakit lever jenis sirosis (mengkerut), lemah jantung, dan limpa bengkak. Diare menahun Sembelit / konstipasi / obsitpasi menahun Terlalu banyak duduk Penyakit yang membuat penderita sering mengejan seperti misalnya: pembesaran prostat jinak ataupun kenker prostat, penyempitan saluran kemih, dan sering melahirkan anakan kondisi perasaan seseorang misalnya dalam keadaan stress, kelelahan dan sebagainya.

Wasir dibagi menjadi  dua yaitu, wasir dalam (hemorrhoid internal) dan wasir luar (hemorrhoid external). Pembagian ini berdasarkan letak anatominya. Wasir dalam terletak diatas linea dentata yang tidak memiliki saraf-saraf sensitif lagi sehingga tidak menyebabkan sakit. pembengkakan terjadi dalam rektum sehingga tidak bisa dilihat atau diraba. Tanda yang dapat diketahui adalah pendarahan saat buang air besar. Masalahnya jadi tidak sederhana lagi, bila ambeien internal ini membesar dan keluar ke bibir anus yang menyebabkan kesakitan. Ambeien yang terlihat berwarna pink ini setelah sembuh dapat masuk sendiri, tetapi bisa juga didorong masuk.


Wasir luar terletak dipinggir dubur. Jika mengejan terlalu keras atau diarrhoe atau terlalu lelah maka darah yang berada didalam pembuluh darah wasir luar dapat membeku dan dapat terasa sakit. Ini disebut perianal. Ambeien Eksternal menyerang anus sehingga menimbulkan rasa sakit, perih, dan gatal. Jika terdorong keluar oleh feses, ambeien ini dapat mengakibatkan penggumpalan (trombosis), yang menjadikan ambeien berwarna biru-ungu

Disamping itu ada beberapa penyakit diusus besar yang juga dapat menyebabkan wasir. Ini disebut perianal thrombose. Umumnya dalam 1-2 minggu akan hilang sendiri tetapi bekas pembengkakkan tidak akan normal kembali melainkan ada lipatan kulit yang dinamakan skintag. Kadang-kadang perianal-thrombose ini harus diincisi untuk mengeluarkan gumpalan darahnya. Sejumlah faktor dapat menyebabkan formasi dari Ambeien termasuk kebiasaan buang air besar tidak teratur (konstipasi atau diare), olahraga, nutrisi (diet rendah serat), peningkatan tekanan intra-abdomen (berkepanjangan tegang), genetika, tidak adanya katup dalam vena hemoroid, dan penuaan.

Terlalu lama duduk ( duduk seharian ), Menderita diare yang lama  ( diare yang tidak kunjung sembuh ), Adanya perubahan hormon esterogen yang meningkat pada wanita hamil,Karena faktor keturunan dari penderita wasir, Melakukan hubungan sex yang tidak lazim, Sering mengalami sembelit/konstipasi saat BAB, Terjadinya penekanan kembali aliran darah vena, Pola makan yang sembarangan ( merokok, sering makan makanan yang pedas dan bersantan, sering minum alkohol dan soda )  dan gaya hidup yang tidak teratur, Kurang berolahraga, Sering mengangkat beban yang berat-berat.

Penderita wasir disarankan untuk mengonsumsi banyak serat. Namun sebaiknya hindari konsumsi apel hijau dan juga jeruk karena bisa memperburuk gejala wasir yang muncul.

Beberapa makanan tertentu sebaiknya dihindari oleh penderita wasir karena bisa menimbulkan ketidaknyamanan, nyeri dan gatal-gatal yang intensitasnya semakin meningkat.

Makanan yang harus dihindari tersebut adalah apel hijau (karena memiliki tingkat keasaman lebih tinggi dibanding apel merah), buah jeruk dengan keasaman tinggi, minuman berkarbonasi, minuman berkafein seperti kopi dan alkohol.

Selain itu hindari pula makanan olahan serta yang rendah serat seperti keju dan juga daging merah karena bisa membuat feses menjadi keras sehingga sulit untuk dikeluarkan dan menimbulkan rasa sakit,

Golongan tingkatan / stadium keparahan Wasir / Ambeien :

 Wasir  stadium 1 : Wasir yang berdarah tetapi tidak prolaps.
Wasir stadium 2 : Wasir yang prolaps dan menarik pada mereka sendiri (dengan atau tanpa pendarahan).
Wasir  stadium  3 : Wasir yang prolaps tetapi harus didorong kembali oleh jari tangan.
Wasir stadium 4 : Wasir yang prolaps dan tidak dapat mendorong kembali masuk wasir Keempat derajat juga mencakup wasir yang thrombosed (mengandung bekuan darah) atau yang menarik banyak pada lapisan rektum melalui anus




Gejala
·         Pendarahan dan benjolan yang keluar waktu buang air besar adalah yang paling sering menyebabkan pasien berobat. Disamping itu dapat juga terjadi gatal-gatal dan keluar cairan dari dubur.

·         Rasa sakit bukan gejala wasir, kecuali wasirnya terjepit, artinya wasir keluar dan tidak dapat masuk lagi.
·         Di sekitar anus terdapat bintil bintil berwarna merah kebiru-biruan
·         Di dalam anus terasa gatal, panas dan pedih .
·         Keluar lendir atau darah ketika buang air besar .
·         Terasa sakit ketika mengejan (ngeden) saat BAB
·         Kadang terasa sakit di punggung bagian bawah. Dubur mengalami pendarahan namun tanpa rasa sakit. Darah yang keluar dari dubur berupa tetesan atau mengalir deras dan berwarna merah muda.
·         Setelah buang air besar, penderita merasa masih ada yang mengganjal sehingga merasa bahwa buang air besar belum selesai. Oleh karena itu, penderita akhirnya mengejan lebih kuat dan hal ini justru membuat ambeien semakin parah.
·         Terasa gatal pada daerah dubur karena rasa nyeri pada dubur yang sulit untuk dibersihkan sehingga virus dengan cepat mengakibatkan infeksi pada kulit dan rasa gatal menghampiri.

Obat wasir :

1.      Ambeven


Indikasi:
Pereda wasir

Kontra Indikasi:
N/A

Komposisi:
Setiap kapsul mengandung:
Graptopyllum pictum - folia ............. 30%
Sophora japonica - flos ................. 15%
Rubia cordifolia - radix ................ 15%
Coleus artropurpureus - folia ........... 10%
Sanguisorba officinalis - radix ......... 10%
Kaempferia angustifolia - rhizoma ....... 10%
Curcuma heyneana - rhizoma .............. 10%

Ambeven merupakan obat tradisional dengan ramuan campuran dari bahan tanaman terpilih dan bermutu.

Daun handeulum atau dikenal juga dengan nama daun wungu atau Graptophyllum pictum sejak dulu sudah dikenal dan digunakan masyarakat untuk mengobati wasir. Berdasarkan pengamatan klinis ternyata daun kering atau rebusan daun handeulum dapat menyembuhkan wasir secara tuntas.

Ambeven selain mengandung bahan aktif daun handeulum, juga mengandung bahan tradisional lainnya yang bermanfaat untuk mengatasi gejala-gejala yang menyertai wasir. Benjolan wasir di dubur dapat dikecilkan atau disusutkan atau bahkan dihilangkandengan ramuan Ambeven. Disamping itu gejala seperti sakit atau nyeri, bengkak dan mudah berdarah juga akan dihilangkan.

Penelitian toksisitas juga memperlihatkan bahwa jamu tradisional ini aman tanpa menimbulkan efek samping yang mengganggu walaupun digunakan untuk jangka panjang.

Cara Pemakaian:
Sehari 3 kali 2 kapsul dengan air secukupnya.

Penyimpanan:
Simpan di tempat sejuk dan kering.

Jenis: Kapsul

Produsen: PT Medikon Prima

b)      Luka bakar

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera berat yang memerlukan penatalaksanaan sebaik-baiknya sejak awal. Peran masyarakat yang berhadapan langsung serta pertolongan petugas yang menerima kasus ini pertama kali  sangat menentukan perjalanan penyakit ini selanjutnya.

Pada umumnya pasien luka bakar datang akan  mengalami ancaman gangguan airway (jalan napas), breathing (mekanisme bernapas), dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terjadi trauma, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran napas akibat cedera inhalasi dalam 48 72 jam pascatrauma. Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian utama penderita pada fase akut.  Zona Koagulasi/Nekrosis
Adalah daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) karena luka bakar, disebut juga zona nekrosis.
    Zona Statis
Adalah daerah yang langsung berada di luar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit dan leukosit sehingga terjadi gangguan perfusi (no flow phenomena) diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal. Proses ini  berlangsung 12-24 jam pasca cedera.
        Zona Hiperemi
Daerah diluar zona stasis yang ikut mengalami reaksi vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi seluler. Dapat mengalami penyembuhan spontan atau berubah menjadi zona statis bila terapi tidak adekuat.

Penyebab Luka Bakar

    Scald Burns
Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas, merupakan kebanyakan penyebab luka bakar pada masyarakat. Air pada suhu 60°C menyebabkan luka bakar parsial atau dalam dengan waktu hanya dalam 3 detik. Pada 69°C, luka bakar yang sama terjadi dalam 1 detik.
  
 Flame Burns
 Luka terbakar adalah mekanisme kedua tersering dari injuri termal. Meskipun kejadian injuri disebabkan oleh kebakaran rumah  telah menurun seiring penggunaan detektor asap, kebakaran yang berhubungan dengan merokok, penyalahgunaan penggunaan cairan yang mudah terbakar, tabrakan kendaraan bermotor dan kain terbakar oleh kompor atau pemanas ruangan juga bertanggung jawab terhadap luka terbakar.
  
 Flash Burns
Flash burns  adalah berikutnya yang paling sering. Ledakan gas alam, propan, butane, minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar lain seperti aliran listrik menyebabkan panas untuk periode waktu. Flash burns memiliki distribusi di semua kulit yang terekspos dengan area paling dalam pada sisi yang terkena.
  
 Contact Burns
Luka bakar kontak berasal dari kontak dengan logam panas, plastik, gelas atau bara panas. Kejadian ini terbatas. Balita yang menyentuh atau jatuh dengan tangan menyentuh setrika, oven dan bara kayu menyebabkan luka bakar yang dalam pada  telapak tangan.
    Chemical Burn
Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, apakah bersifat asam kuat atau basa kuat. Kejadian ini sering pada karyawan industri yang memakai bahan kimia sebagai bagian dari proses pengolahan atau produksinya. Penanganan yang salah dapat memperluas luka bakar yang terjadi. Irigasi dengan NS (NaCl 0.9%) atau akuabides atau cairan netral lainnya adalah pertolongan terbaik, tidak dengan cara menetralisirnya.
   
    Electrical Burn
Sel yang teraliri listrik akan mengalami kematian yang bisa menjalar dari sejak arus masuk sampai bagian tubuh tempat arus keluar. Luka masuk adalah tempat aliran listrik memasuki tubuh, luka keluar adalah tempat keluarnya arus dari tubuh menuju bumi/ground. Sulit secara fisik menentukan berat ringannnya kerusakan yang terjadi mengingat perlu banyak pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya untuk mengevaluasi keadaan penderita. Gangguan jantung, ginjal, kerusakan otot sangat mungkin terjadi. Besarnya luka masuk atau luka keluar tidak berhubungan dengan kerusakan jaringan sepanjang aliran luka masuk sampai keluar. Maka dari itu setiap luka bakar listrik dikelompokan pada derajat III
    Frost Bite
    Adalah luka akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung jari, hidung dan telinga. Fase selanjutnya akan terjadi nekrosis dan kerusakan yang permanen. Untuk tindakan pertama adalah sesegera mungkin menghangatkan bagian tubuh tersebut dengan pemanas dan gerakan-gerakan untuk memperlancar sirkulasi.




MONITORING RESUSITASI

Ø  Nyeri akut pada luka bakar

Setelah luka bakar, pasien akan mendapatkan sejumlah tindakan yang mungkin menyakitkan. Hal ini termasuk pemindahan dari kebakaran, resusitas, transportasi ke rumah sakit, dan prosedur yang urgensi, seperti akses intravena, kontrol jalan napas, pemasangan kateter uretra, radiografi, escharotomies, dan transportasi ke unit luka bakar atau unit perawatan intensif.
Manajemen Nyeri merupakan isu yang penting selama tindakan. Nyeri pasien bisa berat atau yang mengejutkan bisa ringan, namun tingkat keparahan nyeri  jarang yang dicatat. Persepsi nyeri pada pasien juga dapat dipengaruhi oleh alkohol, penggunaan obat-obatan, atau penyebab lainnya seperti perubahan tingkat kesadaran, (bisa akibat inhalasi asap, hipoksia, atau hipotensi).
Manajemen nyeri luka bakar sulit di laksanakankan, sebelum dilakukan pemeriksaan formal dan stabilisasi pada pasien. Oleh karena itu rekomendasi berdasarkan pengamatan dan pengalaman klinis. Langkah-langkah sederhana, seperti cooling, menutupi permukaan luka bakar dan immobilisasi pasien, mungkin sudah cukup memadai.
 Penutupan luka bakar sangat perlu sebab dengan adanya aliran udara di atas permukaan luka bakar akan memperberat nyeri.Pendinginan lokal, walau bagaimanapun, tidak bisa mencegah pengembangan hiperalgesia pada manusia. Setelah personil yang tepat dan terlatih telah tersedia, di suatu tempat atau setibanya di rumah sakit, pemberian opioid parenteral merupakan bentuk analgesia yang paling sering digunakan untuk semua pasien dengan luka bakar walaupun yang paling sepele.

Pemberian opioid harus diberikan melalui rute intravena. Pemberian melalui rute intramuskular atau subkutan tidak dapat diandalkan, terutama bila disertai dengan hipovolemia dan vasokonstriksi. Terlepas dari jenis opioid yang dipilih, titrasi dosis kecil bolus intravena merupakan cara yang paling efektif untuk menghilangkan rasa sakit. Setelah kontrol nyeri diperoleh, infusion atau Patient-Controlled Analgesia (PCA) biasa di gunakan.

Opioid
Opioid intravena tetap menjadi metode yang paling populer dalam mengurangi nyeri pada luka bakar. Morfin telah banyak diteliti dan digunakan dalam hal ini. Secara farmakokinetik, metabolit aktif dari  morfin  pada prinsipnya tidak berbeda secara signifikan antara pasien dengan dan tampa luka bakar, sehingga  dapat digunakan dosis yang sama. Pada umum dibandingkan dengan opioid lain, morfin memiliki sifat sedatif dan antitusif, hal ini tergantung pada metode pemberian, morfin memiliki durasi yang relatif panjang. Metabolit morfin, terutama morfin-6-glukuronat, memainkan peran aktif dalam analgesia, terutama ketika morfin digunakan untuk periode lama. Morfin biasanya digunakan dengan PCA untuk penanganan nyeri luka bakar. Kelemahannya PCA sangat bergantung pada kemampuan pasien dalam menggunakan peralatan. Infus dengan kecepatan tetap telah digunakan pasca operasi pada pasien dengan luka bakar tetapi kelihatannya ketika timbulnya rasa sakit yang hebat, metode ini hanya dapat memberikan tingkat analgesia yang rendah.
Opioid lain yang lebih umum digunakan dalam anestesi telah dapat digunakan dalam prosedur penanganan nyeri. Onset yang cepat, meningkatnnya kelarutan dalam lemak, dan kemudahan dalam titrasi membuat obat ini mempunyai keuntungan yang potensial, meskipun
potensi depresi pernafasan masih menjadi suatu  kekhawatiran. PCA  fentanyl telah digunakan untuk menagani nyeri pasca operasi pada luka bakar dan juga telah berhasil
digunakan melalui rute intranasal pada pasien anak. Remifentanil, dengan masa kerja yang sangat cepat, telah digunakan selama pembedahan luka bakar, dan mungkin layak digunakanini di luar ruang operasi, meskipun keamanan obat ini dalam penggunaannya masih perlu di teliti lagi.Pemberian pethidine (meperidin) telah dapat dilakukan dengan menggunakan PCA,tapi yang menjadi masalah adalah dengan norpethidine (normeperidine) yang bisa berakibat mudah terjadi toksisitas, terutama pada dosis tinggi, penggunaan jangka panjang, atau pasien dengan gangguan ginjal.
Obat lain, seperti benzodiazepines, dapat digunakan dalam kombinasi dengan opioid untuk mengurangi kecemasan yang berat, namun kombinasi ini berisiko  terjadinya depresi pernapasan yang lebih besar. Lorazepam, yang dikombinasikan dengan morfin, telah memperlihatkan peningkatkan analgesia pada pasien yang dengan nyeri yang lebih hebat.  Meskipun penggunaan opioid untuk penanganan nyari pada luka bakar telah meluas, tetapi ketergantungan opioid secara psikologis tidak terjadi hal ini sebagai konsekuensi dari pengobatan nyeri pada luka bakar, walaupun
ketergantungan fisik dapat terjadi. Opioid juga  secarateori sering dikaitkan dengan depresi dari fungsi kekebalan tubuh dan dalam satu studi retrospektif penggunaan opioid dihubungkan dengan peningkatan risiko infeksi pada pasien dengan luka bakar.

Nonopioid Analgesia
Berbagai obat nonopioid telah diteliti untuk menangani nyeri pada luka bakar. Pada salah satu pusat studi luka bakar telah dilakukan pengamatan dimana opioid tidak digunakan, kemudian didapatkan bahwa  pengurangan nyeri diperoleh dengan menggunakan nonopioids adalah serupa dengan yang diperoleh dengan menggunakan opioids. Di samping itu, ada keengganan untuk memberikan opioid kepada pasien usia lanjut dengan luka bakar karena berakibat pada peningkatan risiko efek samping.

Non Steroid anti-inflamatory Drugs (NSAIDs) telah berhasil digunakan untuk menangani nyeri atau mengurangi penggunaan opioid dalam berbagai kondisi nyeri akut. Penggunaan secara  parenteral obat NSAIDs, seperti ketorolac, seperti yang telah dijelaskan dapat diberikan untuk menangani luka bakar.

Penggunaan ketorolac dalam hubungannya dengan manfaat lainnya berupa efek anti-inflamasi yang diperlukan pada luka bakar perlu diperhatikan. Pasien luka bakar biasanya selalu berhadapan dengan hipovolemia atau gangguan ginjal sehingga penggunaan NSAID pada pasien luka bakar telah dikaitkan dengan memburuk fungsi ginjal. Kecemasan juga dapat menyebabkan atau memperburuk ulserasi gastrointestinal sehingga penggunaan NSAID pada pasien luka bakar harus dibatasi.

NUTRISI
Pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan nutrisi yang baik untuk menghindari kehilanagan masa tubuh yang berlebihan dan mencegah kelemahan yang akan terjadi. Dukungan nutrisi yang segera diindikasikan untuk mengatur "stress respon" berat karena akan terjadinya katabolisme. Dukungan nutrisi juga diindikasikan untuk pasien yang sudah mengalami kekurangan gizi. Tingkat dukungan nutrisi harus disesuaikan dengan ukuran luka bakar. Pemberian protein, kalori dan mikronutrisi harus ditingkatkan sesuai kebutuhan sebelum terjadinnya komplikasi yang akan menyebabkan terjadinnya kehilangan berat badan, dan perkembangan ke arah protein  energy malnutrition.

Dalam memberikan dukungan nutrisi , maka harus di nilai beberpapa hal yaitu : kebutuhan energi (kalori), kebutuhan protein, kebutuhan cairan, kebutuhan mikronutrien, dan nutrient mix
Meskipun potensi risiko gastrointestinal lebih rendah dibandingkan dengan obat siklooksigenase-2-selektif inhibitor, tetapi obat-obatan ini memiliki resiko terhadap  kardiovaskuler dan ginjal yang signifikan. Sehingga, penggunaan keterolak sebagai analgesik pada pasien luka bakar harus dipertimbangkan untung dan ruginya serta mampaat klinisnya secara potensial.
Secara Eksperimental nyeri luka bakar dapat dikurangi dengan menggunakan antagonis NMDA seperti ketamin.

Tetapi sayangnya, dosis tinggi dari ketamin sering dikaitkan dengan efek samping yang tidak menyenangkan, seperti halusinasi dan dysphoria. Ketamine dosis rendah mungkin efektif sebagai analgesik dan dapat mengurangi kebutuhan opioid. Ini adalah pilihan yang menarik sebagai Ketamine yang bekerja pada reseptor NMDA telah terbukti mengurangi sensitisasi sentral dan pengembangan hiperalgesia sekunder dari nyeri neuropatik pada model hewan. Pengalaman dalam beberapa percobaan kecil dan seri kasus yang lebih besar telah memberikan bukti bahwa Ketamine efektif dan aman untuk pengelolaan nyeri pada pasien luka bakar.

Karbohidrat merupakan bahan bakar yang lebih disukai untuk sebagian besar jaringan, tetapi harus ada batas yang jelas dalam jumlah penggunaan karbohidrat, terutama pada pasien dengan luka bakar hypermetabolic atau septik. Kelebihan karbohidrat hanya akan menyebabkan pembentukan lemak, yang akan membutuhkan energi yang lebih besar dalam proses memproduksinya. Selain itu peningkatan karbonhidrat   akan mengarah ke pada peningkatan produksi karbon dioksida.4 Untuk mencegah hal itu terjadi maka dibutuhkanlah suatu nutrient mix. Secara optimum komposisi pencampuran makronutrien (macronutrient mix) adalah sebagai berikut; karbonhidrat 55-60 %, lemak 20-25 %, protein 20-25 %.2  
Pemberian makanan enteral berdasarkan beberapa study telah menunjukan dapat  melindungi usus dari tranlocation toksis dan mikroorganisme, yang juga dapat mengurangi angka kejadian sepsis.

Obat yang digunakan :

1.      Bioplacenton.

.

Komposisi:
Placenta extract 10%
Neomycin sulfate 0,5%


Bentuk Sediaan: Gel

Farmakologi:
Ekstrak plasenta bekerja memicu pembentukan jaringan baru dan untuk wound healing, sedangkan neomycin untuk mencegah atau mengatasi infeksi bakteri Gram negatif pada area luka

Indikasi:
- Luka bakar
- Luka dengan infeksi
- Luka kronik dan jenis luka yang lain


Dosis:
Oleskan 4 -6 kali sehari atau sesuai kebutuhan pada area luka


Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap ekstrak plasenta atau neomycin

Efek Samping: Reaksi hipersensitivitas
































BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan secara intravena. Anestesi umum yang ideal akan bekerja secara tepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan.
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin. Obat anestesi lokal dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu senyawa ester, senyawa amida dan senyawa lainnya. Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.
B.     Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran dan semoga bisa menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat anestesi umum dan anestesi lokal sehingga materi yang disampaikan dan dimengerti dalam farmakologi dapat diterima dengan baik. Apabila penggunaan nya atau pun penggunaan obat secara universal ini disalahgunakan, tentulah akibat buruk yang akan di dapat di akhri eksperimen kita sebagai orang awam yang tak tahu apapun tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.


                              


















DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit Universitas Indonesia.
Syamsuni, H.A,Drs.2006.ilmu Resep.EGC.Jakarta
Olson, James. 2004. Belajar Mudah Farmakologi. EGC: Jakarta
Drs Tan Hoan Tjay, Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat – Obat Penting. Elexmedia Komputindo:Jakarta.
Katzung, Bertram. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Salemba Medika:Jakarta.
MIMS Petunjuk Konsultasi edisi 9 2009/2010. BIP Kelompok Gramedia: Jakarta.
ISO Indonesia Vol. 42. 2007. Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia: Jakarta
DAFTAR ISI

           

 KATA PENGANTAR…………………………………………..............…………………………………………………………………………………………
 DAFTAR ISI…………………………………………...............………………………………………………. ………………………………………………..
 BAB I
  PENDAHULUAN……………………………………............………………………………………… ……………………………………………
  1.1 Latar Belakang………………………………………………….........................……..... …………....................................................
  1.2 Rumusan masalah…………………………………………………………………................................................ …………………………..
  1.3 Tujuan penulisan……………………………………………………………………………………………………………………………………………….
  1.4 Manfaat penulisan…………………………………………………………………………………………………………………………………………….
 BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………..................……………………………………………………………………  
  2.1 Definisi anestesi……………………………………………………………………………………………………………………………………………….
  2.2 Klasifikasi obat anestesi………………………………………………………………………….........................................................
  2.3 Mekanisme kerja obat anestesi …………………………………………………………………………………………………………………..
  2.4 Aktivitas obat anestesi…………………………………………………………………………………………………………………………………..
  2.5 Kontraindikasi obat anetesi…………………………………………………………………………………………………………………………..
  2.6 Farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi…………………………………………………………………………………
  2.7 Efek samping obat anestesi…………………………………………………………………………………………………………………………..
  2.8 Syarat ideal obat anestesi…………………………………………………………………………………………………………………………….
BAB III PENUTUP…………………………………….................……………………………………………………………………………………………..
  3.1 Kesimpulan…………………………………………....................………………….......................... ……………………………………………..
  3.2 Saran – saran ……………………………………………………...................……………………….. ………………………………………………..
 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
  
    











BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sekarang ini usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dengan penggunaan obat dalam prosedur pembedahan telah dilakukan sejak zaman kuno, termasuk dengan pemberian ethanol dan opium secara oral. Pembuktian ilmiah pertama dari penggunaan obat anestesi untuk pembedahan dilakukan oleh William Morton di Boston pada tahun 1846 dengan menggunakan diethyl eter. Sedangkan istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan dahulu oleh orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis Indica dan pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran. Sehingga dengan perkembangan teknologi obat anestesi berkembang pesat saat ini. Obat anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Obat Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi lokal Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Anestesi umum ini digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksansia otot. Sedangkan anestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversibel. Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pasca-operasi maka dokter dapat memberi anestesi lokal pada area pembedahan (Neal, 2006).


Oleh karena itu, penulis  tertarik membuat makalah yang berjudul anestetika yang akan membahas obat anestesi umum dan lokal baik dari pengertian, klasifikasi, mekanisme kerja, aktivitas obat, kontra indikasi, farmakokinetik dan farmakodinamik, efek samping, dan syarat ideal obat-obat anestesi.
B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang di maksud dengan obat anestesi umum dan lokal ?
2.      Apa saja klasifikasi obat anestesi umum dan lokal ?
3.      Bagaimana mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal?
4.      Bagaimana aktifitas obat anestesi umum dan lokal ?
5.      Apa saja kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal ?
6.      Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat anestesi umum dan lokal ?
7.      Apa saja efek samping dari obat anestesi umum dan lokal ?
8.      Apa saja syarat ideal dari obat anestesi umum dan lokal ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
   Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui obat-obat anestesi umum dan lokal.
2.      Tujuan Khusus
   Adapun tujuan khusus makalah ini adalah:
a.       Untuk mengetahui pengertian obat anestesi umum dan lokal
b.      Untuk mengetahui klasifikasi dari obat anestesi umum dan lokal
c.       Untuk mengetahui mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal
d.      Untuk mengetahui aktivitas obat-obat anestesi umum dan lokal
e.       Untuk mengetahui kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal
f.      Untuk mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi umum dan lokal
g.      Untuk mengetahui efek samping obat anestesi umum dan lokal
h.      Untuk mengetahui syarat ideal obat anestesi umum dan lokal
D.    Manfaat Penulisan
1.    Bagi Tenaga kesehatan
Menambah pengetahuan tentang obat-obat anestesi umum dan lokal.
2.    Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang obat-obat anestesi umum dan lokal.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Anestesi
                    Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani an artinya tidak atau tanpa" dan aesthētos, "artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara umum berarti anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
                    Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesia lokal dan anestesi umum.
1.   Definisi Anestesi Umum
   Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang kesadaran. Ada juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak terdapatnya sensasi yang berhubungan dengan hilangnya kesdaran yang reversibel (Neal, 2006).
   Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pinsan. Anestesi digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot (Kartika Sari, 2013).
2.   Definisi Anestesi Lokal
           Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin (Kartika Sari, 2013).
           Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan (misalnya, adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat anestesi (misalnya, lidokain) menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Klien akan kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktivitas motorik, dan otonom (misalnya, penggosongan kandung kemih). Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pascaoperatif, dokter dapat memberi anestesi lokal pada area pembedahan.

B.  Klasifikasi Obat Anestesi
                    Klasifikasi anestesi ada dua kelompok, yaitu :
1.   Anestesi Umum
      Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan secara intravena.
a.         Obat Anestesik Gas (Inhalasi)
        Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anestesi dan efek letal cukup lebar. Obat anestesi inhalasi ini dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose
        Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :
1)       Dinitrogen Monoksida (N2O atau gas tertawa)
  Dinitrogen Monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksimum ± 35% . Gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesik pada saat proses persalinan dan pencabutan gigi.
2)         Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.
b.         Obat Anestesi yang Menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relatif mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida, dan trikloretilen.
Contoh obat anestesik yang menguap yaitu :
1)         Eter
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesik tetapi penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin, streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus. Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
2)         Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastik. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
3)         Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.
4)         Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik lokal dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.
5)         Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.

c.          Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)
Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat dan kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain. Termasuk golongan obat ini adalah:
1)         Barbiturat
Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan sistem penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan sistem perangsang juga dihambat sehingga respons korteks menurun. Pada penyuntikan thiopental, Barbiturat menghambat pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturat tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin.

Barbiturat yang digunakan untuk anestesi adalah:
a)         Natrium thiopental
Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.
b)     Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip)
c)      Natrium metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.
2)      Ketamin
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
3)      Droperidol dan fentanil
Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
4)      Diazepam
Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek anestesi diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi lokal.
5)      Etomidat
Merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin.
6)      Propofol
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.

2.   Anestesi Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke Sistem Saraf Pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Namun, banyak juga yang menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain yang menimbulkan ketidaksadaran umum (anestesi umum).
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
1.      Senyawa Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
2.      Senyawa Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
3.      Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
a)    Anestesi permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
b)     Anestesi Infiltrasi
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
c)         Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan terapi.
d)     Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai bawah.

C.   Mekanisme Kerja Obat Anestesi

1.    Mekanisme KerjaAnestesi Umum
a.   Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas atau uap yang diinhalasi. Keuntungan anastetika inhalasi dibandingkan dengan anastesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastetika umum di bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil
b.   Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.
2.   Mekanisme Kerja Anestesi Lokal
           Anestesik lokal bekerja bila disuntikkan kedalam akson saraf. Anestesi lokal melakukan penetrasi kedalam akson dalm bentuk basa larut lemak. Anestesi lokal bersifat tergantung pemakaian artinya derajat blok porsional terhadap stimulasi saraf. Hal ini  menunjukkan bahwa makin banyak molekul obat memasuki kanal Na+ ketika kanal-kanal terbuka menyebabkan lebih banyak inaktivasi. Anestesi lokal menekan jaringan lain seperti miokard bila konsentrasinya dalam darah cukup tinggi namun efek sistemik utamanya mencakup sistem saraf pusat. Adapun mekanisme kerja meliputi :
1.       Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf
2.       Tempat kerja terutama di membran sel
3.       Hambat permeabilitas membran ion Na+ akibat depolarisasi menjadikan  ambang rangsang membran meningkat
4.       Eksitabilitas & kelancaran hambatan terhambat
5.       Berikatan dg reseptor yg tdpt p d ion kanal Na, terjadi blokade sehingga hambat gerak ion via membran.
D.    Aktifitas Obat Anestesi
1.      Aktifitas ObatAnestesi Lokal
Aktifitas obat anastesi lokal, yaitu:
a)      Mula KerjaAnestesi lokal yaitu:
Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:
1)         pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkatdan dapat menembus membrann sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat.
2)         Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
3)         Konsentrasi obat anestetika lokal

b)      Lama kerja Anestesi lokal, yaitu:
Lama kerja anestetika lokal dipengaruhi oleh:
1) Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah protein
2)  Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.
3)  Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.

E.     Kontra Indikasi Obat Anestesi
1.      Kontra Indikasi Anastesi Umum
     Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat pada:
a.    Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap hepar atau dosis obat diturunkan
b.   Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan aliran darah koroner
c.    Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d.   Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e.    Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.

2.      Kontra Indikasi Anastesi Lokal
Kontra indikasi anestesi lokal yaitu:
1)   Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah     diketahui. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular.
2)    Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung teknik tertentu.
3)    Kurangnya prasarana resusitasi.
4)   Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
5)   Infeksi  lokal atau iskemik pada tempat suntikan.
6)   Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
7)   Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
8)    Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
9)    Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.
10)   Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal untuk bekerja dengan sempurna.
11)     Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.

F.     Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Anestesi
1.      Farmakokinetik Anastesi Umum
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestetik.
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan secara bergantian dalam membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat anestetik yang adekuat dalam otak untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer obat anestetik dari udara alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi ini bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian konsentrasi (tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan campuran darah vena.
Kecepatan konsentrasi anestesi umum, yaitu:
a) Kelarutannya
Salah satu penting faktor penting yang mempengaruhi transfer anestetik dari paru kedarah arteri adalah kelarytannya. Koefisien pembagian darah; gas merupakan indeks kelarutan yang bermakna dan merupakan tanda-tanda afinitas relative suatu obat anestetik terhadap darah dibandingkan dengan udara.
b) Konsentrasi anastetik didalam udara inspirasi
Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi mempunyai efek langsung terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam alveolus maupun kecepatan peningkatan tegangan ini didalam darah arterinya.
c) Ventilasi paru-paru
Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam darah arteri bergantung pada kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit. Besarnya efek ini bervariasi sesuai dengan pembagian koefisien darah; gas.
d) Aliran darah paru
Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru akan mempengaruhi transfer obat anestetik. Peningkatan aliran darah paru akan memperlambat kecepatan peningkatan tekanan darah arteri, terutama oleh obat anestetik dengan kelarutan drah yang sedang sampai tinggi.
e) Gradient konsentrasi arteri-vena
Gradien konsentrasi obat anestetik antara darah arteri dan vena campuran terutama bergantung pada kecepatan dan luas ambilan obat anestesi pada jaringan itu, yang bergantung pada kecepatan dan luas ambilan jaringan.

2.      Farmakdinamik Anastesi Umum
Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan meningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang rangsang, akan terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga intravena barbiturate dan benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak sehingga akson dan transmisisinaptik tidak bekerja. Kerja tersebut digunakan pada transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik lebih sensitive dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan ambang rangsang. Penilitian elektrofisiologi sel dengan menggunakan analisa patch clamp, menunjukkan bahwa pemakaian isofluran menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk mengaktifkan saluran kation yang semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik pada sinaps, kolinergik. Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang diperantai reseptor GABA akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan hiperpolarasi, tehadap penurunan sensitivitas. Kerja yang serupa untuk memudahkan efek penghambatan GABA juga telah dilaporkan pemakaian propofol dan anestetik inhalasi lain.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi langsung antara molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membran protein yang spesifik. Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penilitian interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran pada keadaan tertutup. Interpretasi alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur yang nyata diantara anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat ini dengan dengan membran matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.

3.      Farmakokinetik Anastesi Lokal
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya 1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1.      Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.
2.      Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan dengan protein akan semakin lama durasi nya.
3.      pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi. Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:
a)  Kadar obat dan potensinya
b)  Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c)  Pengikatan obat ke jaringan local
      d) Kecepatan metabolisme
e) Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor (epinefrin)  ditambah anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.
4.      Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
a.       Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan lain.
b.      Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:
v  Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.
v  Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada serabut A alfa.
v   Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.

G.    Efek Samping Obat Anestesi
1.      Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.
Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a)       Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).
b)       Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata terus terbuka (golongan Ketamin).
c)       Depresi pada susunan saraf pusat.
d)       Nyeri tenggorokan.
e)       Sakit kepala.
f)        Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.
g)       Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
h)       Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
i)         Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
j)        Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.
k)       Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil) pasca-bedah.
Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang tidak melebihi dosis.
2.      Efek Samping Anestesi Lokal
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada berbagai sistem organ tubuh, yaitu:
a)    Sistem Saraf Pusat
 Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
 Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangkitan kejang.
b)   Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik terhadap jaringan saraf.
c)   Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap jantung dan membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf otonom. Anestesi lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung, eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.
d)     Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi coklat.


H.    Syarat-syarat Ideal Obat Anestesi
1.   Syarat Ideal Anestesi Umum
       Syarat Ideal anastesi umum yaitu:
a)      Memberi induksi yang halus dan cepat.
b)      Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons
c)       Timbulkan keadaan amnesia
d)     Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi  bukan otot pernafasan.
e)      Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk  tempat operasi.
f)       Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang berlangsung lama

2.Syarat Ideal Anestesi Lokal
Syarat-syarat ideal anestesi lokal yaitu:
a)      Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
b)      Batas keamanan harus lebar
c)      Tidak boleh menimbulkan perubahan fungsi dari syaraf secara permanen.
d)     Tidak menimbulkan alergi.
e)      Harus netral dan bening.
f)       Toksisitas harus sekecil mungkin.
g)      Reaksi terjadinya hilang rasa sakiit setempat harus cepat.
h)      Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang cukup lama
i)        Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.


Contoh penyakit yang menggunakan obat anasatesi :

a)      Wasir

Hemorrhoid atau Wasir atau Ambeien adalah pelebaran pembuluh darah dan bantalan penutupnya didaerah dubur.

Secara psikologis bantalan didubur ada pada tiap orang karena berfungsi sebagai katup untuk membantu otot-otot dan saraf-saraf yang sangat banyak didaerah dubur menutup lubang dubur. Akan tetapi pada mereka yang menderita hemorrhoid, pelebaran ini lebih dari normal sehingga bahkan dapat menjadi penghalang dan mengganggu fungsi katup.

Kira-kira 60-70 % dari masyarakat pernah mengalami keluhan didubur, apakah itu sakit, pendarahan, gatal-gatal maupun keluar benjolan. Memang sebagian besar dari keluhan ini disebabkan oleh wasir ; tetapi sebelum menentukan diagnosa wasir , penting untuk dilakukan pemeriksaan sebelumnya karena kecuali wasir, masih banyak penyakit lain didubur.

Penyebab
Faktor genetik memegang peranan penting, tetapi disamping itu ada faktor lain sebagai penyetusnya, misalnya : susah buang air besar sehingga sering harus mengejan, lama duduk/jongkok dikamar kecil, otot-otot dubur terlebih otot polos yang lebih tegang dari normal yang juga sering berkaitan dengKeturunan penderita wasir
    Peregangan. Hal ini bisa terjadi pada seseorang yang suka melakukan hubungan seksual yang tidak lazim yaitu anogenital. Kehamilan ibu hamil yang diakibatkan perubahan hormone Penekanan kembali aliran darah vena seperti seperti pada kanker dubur, radang dubur, penyempitan dubur, kenaikan tekanan pembuluh darah porta (di dalam rongga perut), sakit lever jenis sirosis (mengkerut), lemah jantung, dan limpa bengkak. Diare menahun Sembelit / konstipasi / obsitpasi menahun Terlalu banyak duduk Penyakit yang membuat penderita sering mengejan seperti misalnya: pembesaran prostat jinak ataupun kenker prostat, penyempitan saluran kemih, dan sering melahirkan anakan kondisi perasaan seseorang misalnya dalam keadaan stress, kelelahan dan sebagainya.

Wasir dibagi menjadi  dua yaitu, wasir dalam (hemorrhoid internal) dan wasir luar (hemorrhoid external). Pembagian ini berdasarkan letak anatominya. Wasir dalam terletak diatas linea dentata yang tidak memiliki saraf-saraf sensitif lagi sehingga tidak menyebabkan sakit. pembengkakan terjadi dalam rektum sehingga tidak bisa dilihat atau diraba. Tanda yang dapat diketahui adalah pendarahan saat buang air besar. Masalahnya jadi tidak sederhana lagi, bila ambeien internal ini membesar dan keluar ke bibir anus yang menyebabkan kesakitan. Ambeien yang terlihat berwarna pink ini setelah sembuh dapat masuk sendiri, tetapi bisa juga didorong masuk.


Wasir luar terletak dipinggir dubur. Jika mengejan terlalu keras atau diarrhoe atau terlalu lelah maka darah yang berada didalam pembuluh darah wasir luar dapat membeku dan dapat terasa sakit. Ini disebut perianal. Ambeien Eksternal menyerang anus sehingga menimbulkan rasa sakit, perih, dan gatal. Jika terdorong keluar oleh feses, ambeien ini dapat mengakibatkan penggumpalan (trombosis), yang menjadikan ambeien berwarna biru-ungu

Disamping itu ada beberapa penyakit diusus besar yang juga dapat menyebabkan wasir. Ini disebut perianal thrombose. Umumnya dalam 1-2 minggu akan hilang sendiri tetapi bekas pembengkakkan tidak akan normal kembali melainkan ada lipatan kulit yang dinamakan skintag. Kadang-kadang perianal-thrombose ini harus diincisi untuk mengeluarkan gumpalan darahnya. Sejumlah faktor dapat menyebabkan formasi dari Ambeien termasuk kebiasaan buang air besar tidak teratur (konstipasi atau diare), olahraga, nutrisi (diet rendah serat), peningkatan tekanan intra-abdomen (berkepanjangan tegang), genetika, tidak adanya katup dalam vena hemoroid, dan penuaan.

Terlalu lama duduk ( duduk seharian ), Menderita diare yang lama  ( diare yang tidak kunjung sembuh ), Adanya perubahan hormon esterogen yang meningkat pada wanita hamil,Karena faktor keturunan dari penderita wasir, Melakukan hubungan sex yang tidak lazim, Sering mengalami sembelit/konstipasi saat BAB, Terjadinya penekanan kembali aliran darah vena, Pola makan yang sembarangan ( merokok, sering makan makanan yang pedas dan bersantan, sering minum alkohol dan soda )  dan gaya hidup yang tidak teratur, Kurang berolahraga, Sering mengangkat beban yang berat-berat.

Penderita wasir disarankan untuk mengonsumsi banyak serat. Namun sebaiknya hindari konsumsi apel hijau dan juga jeruk karena bisa memperburuk gejala wasir yang muncul.

Beberapa makanan tertentu sebaiknya dihindari oleh penderita wasir karena bisa menimbulkan ketidaknyamanan, nyeri dan gatal-gatal yang intensitasnya semakin meningkat.

Makanan yang harus dihindari tersebut adalah apel hijau (karena memiliki tingkat keasaman lebih tinggi dibanding apel merah), buah jeruk dengan keasaman tinggi, minuman berkarbonasi, minuman berkafein seperti kopi dan alkohol.

Selain itu hindari pula makanan olahan serta yang rendah serat seperti keju dan juga daging merah karena bisa membuat feses menjadi keras sehingga sulit untuk dikeluarkan dan menimbulkan rasa sakit,

Golongan tingkatan / stadium keparahan Wasir / Ambeien :

 Wasir  stadium 1 : Wasir yang berdarah tetapi tidak prolaps.
Wasir stadium 2 : Wasir yang prolaps dan menarik pada mereka sendiri (dengan atau tanpa pendarahan).
Wasir  stadium  3 : Wasir yang prolaps tetapi harus didorong kembali oleh jari tangan.
Wasir stadium 4 : Wasir yang prolaps dan tidak dapat mendorong kembali masuk wasir Keempat derajat juga mencakup wasir yang thrombosed (mengandung bekuan darah) atau yang menarik banyak pada lapisan rektum melalui anus




Gejala
·         Pendarahan dan benjolan yang keluar waktu buang air besar adalah yang paling sering menyebabkan pasien berobat. Disamping itu dapat juga terjadi gatal-gatal dan keluar cairan dari dubur.

·         Rasa sakit bukan gejala wasir, kecuali wasirnya terjepit, artinya wasir keluar dan tidak dapat masuk lagi.
·         Di sekitar anus terdapat bintil bintil berwarna merah kebiru-biruan
·         Di dalam anus terasa gatal, panas dan pedih .
·         Keluar lendir atau darah ketika buang air besar .
·         Terasa sakit ketika mengejan (ngeden) saat BAB
·         Kadang terasa sakit di punggung bagian bawah. Dubur mengalami pendarahan namun tanpa rasa sakit. Darah yang keluar dari dubur berupa tetesan atau mengalir deras dan berwarna merah muda.
·         Setelah buang air besar, penderita merasa masih ada yang mengganjal sehingga merasa bahwa buang air besar belum selesai. Oleh karena itu, penderita akhirnya mengejan lebih kuat dan hal ini justru membuat ambeien semakin parah.
·         Terasa gatal pada daerah dubur karena rasa nyeri pada dubur yang sulit untuk dibersihkan sehingga virus dengan cepat mengakibatkan infeksi pada kulit dan rasa gatal menghampiri.

Obat wasir :

1.      Ambeven


Indikasi:
Pereda wasir

Kontra Indikasi:
N/A

Komposisi:
Setiap kapsul mengandung:
Graptopyllum pictum - folia ............. 30%
Sophora japonica - flos ................. 15%
Rubia cordifolia - radix ................ 15%
Coleus artropurpureus - folia ........... 10%
Sanguisorba officinalis - radix ......... 10%
Kaempferia angustifolia - rhizoma ....... 10%
Curcuma heyneana - rhizoma .............. 10%

Ambeven merupakan obat tradisional dengan ramuan campuran dari bahan tanaman terpilih dan bermutu.

Daun handeulum atau dikenal juga dengan nama daun wungu atau Graptophyllum pictum sejak dulu sudah dikenal dan digunakan masyarakat untuk mengobati wasir. Berdasarkan pengamatan klinis ternyata daun kering atau rebusan daun handeulum dapat menyembuhkan wasir secara tuntas.

Ambeven selain mengandung bahan aktif daun handeulum, juga mengandung bahan tradisional lainnya yang bermanfaat untuk mengatasi gejala-gejala yang menyertai wasir. Benjolan wasir di dubur dapat dikecilkan atau disusutkan atau bahkan dihilangkandengan ramuan Ambeven. Disamping itu gejala seperti sakit atau nyeri, bengkak dan mudah berdarah juga akan dihilangkan.

Penelitian toksisitas juga memperlihatkan bahwa jamu tradisional ini aman tanpa menimbulkan efek samping yang mengganggu walaupun digunakan untuk jangka panjang.

Cara Pemakaian:
Sehari 3 kali 2 kapsul dengan air secukupnya.

Penyimpanan:
Simpan di tempat sejuk dan kering.

Jenis: Kapsul

Produsen: PT Medikon Prima

b)      Luka bakar

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera berat yang memerlukan penatalaksanaan sebaik-baiknya sejak awal. Peran masyarakat yang berhadapan langsung serta pertolongan petugas yang menerima kasus ini pertama kali  sangat menentukan perjalanan penyakit ini selanjutnya.

Pada umumnya pasien luka bakar datang akan  mengalami ancaman gangguan airway (jalan napas), breathing (mekanisme bernapas), dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terjadi trauma, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran napas akibat cedera inhalasi dalam 48 72 jam pascatrauma. Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian utama penderita pada fase akut.  Zona Koagulasi/Nekrosis
Adalah daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) karena luka bakar, disebut juga zona nekrosis.
    Zona Statis
Adalah daerah yang langsung berada di luar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit dan leukosit sehingga terjadi gangguan perfusi (no flow phenomena) diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal. Proses ini  berlangsung 12-24 jam pasca cedera.
        Zona Hiperemi
Daerah diluar zona stasis yang ikut mengalami reaksi vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi seluler. Dapat mengalami penyembuhan spontan atau berubah menjadi zona statis bila terapi tidak adekuat.

Penyebab Luka Bakar

    Scald Burns
Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas, merupakan kebanyakan penyebab luka bakar pada masyarakat. Air pada suhu 60°C menyebabkan luka bakar parsial atau dalam dengan waktu hanya dalam 3 detik. Pada 69°C, luka bakar yang sama terjadi dalam 1 detik.
  
 Flame Burns
 Luka terbakar adalah mekanisme kedua tersering dari injuri termal. Meskipun kejadian injuri disebabkan oleh kebakaran rumah  telah menurun seiring penggunaan detektor asap, kebakaran yang berhubungan dengan merokok, penyalahgunaan penggunaan cairan yang mudah terbakar, tabrakan kendaraan bermotor dan kain terbakar oleh kompor atau pemanas ruangan juga bertanggung jawab terhadap luka terbakar.
  
 Flash Burns
Flash burns  adalah berikutnya yang paling sering. Ledakan gas alam, propan, butane, minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar lain seperti aliran listrik menyebabkan panas untuk periode waktu. Flash burns memiliki distribusi di semua kulit yang terekspos dengan area paling dalam pada sisi yang terkena.
  
 Contact Burns
Luka bakar kontak berasal dari kontak dengan logam panas, plastik, gelas atau bara panas. Kejadian ini terbatas. Balita yang menyentuh atau jatuh dengan tangan menyentuh setrika, oven dan bara kayu menyebabkan luka bakar yang dalam pada  telapak tangan.
    Chemical Burn
Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, apakah bersifat asam kuat atau basa kuat. Kejadian ini sering pada karyawan industri yang memakai bahan kimia sebagai bagian dari proses pengolahan atau produksinya. Penanganan yang salah dapat memperluas luka bakar yang terjadi. Irigasi dengan NS (NaCl 0.9%) atau akuabides atau cairan netral lainnya adalah pertolongan terbaik, tidak dengan cara menetralisirnya.
   
    Electrical Burn
Sel yang teraliri listrik akan mengalami kematian yang bisa menjalar dari sejak arus masuk sampai bagian tubuh tempat arus keluar. Luka masuk adalah tempat aliran listrik memasuki tubuh, luka keluar adalah tempat keluarnya arus dari tubuh menuju bumi/ground. Sulit secara fisik menentukan berat ringannnya kerusakan yang terjadi mengingat perlu banyak pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya untuk mengevaluasi keadaan penderita. Gangguan jantung, ginjal, kerusakan otot sangat mungkin terjadi. Besarnya luka masuk atau luka keluar tidak berhubungan dengan kerusakan jaringan sepanjang aliran luka masuk sampai keluar. Maka dari itu setiap luka bakar listrik dikelompokan pada derajat III
    Frost Bite
    Adalah luka akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung jari, hidung dan telinga. Fase selanjutnya akan terjadi nekrosis dan kerusakan yang permanen. Untuk tindakan pertama adalah sesegera mungkin menghangatkan bagian tubuh tersebut dengan pemanas dan gerakan-gerakan untuk memperlancar sirkulasi.




MONITORING RESUSITASI

Ø  Nyeri akut pada luka bakar

Setelah luka bakar, pasien akan mendapatkan sejumlah tindakan yang mungkin menyakitkan. Hal ini termasuk pemindahan dari kebakaran, resusitas, transportasi ke rumah sakit, dan prosedur yang urgensi, seperti akses intravena, kontrol jalan napas, pemasangan kateter uretra, radiografi, escharotomies, dan transportasi ke unit luka bakar atau unit perawatan intensif.
Manajemen Nyeri merupakan isu yang penting selama tindakan. Nyeri pasien bisa berat atau yang mengejutkan bisa ringan, namun tingkat keparahan nyeri  jarang yang dicatat. Persepsi nyeri pada pasien juga dapat dipengaruhi oleh alkohol, penggunaan obat-obatan, atau penyebab lainnya seperti perubahan tingkat kesadaran, (bisa akibat inhalasi asap, hipoksia, atau hipotensi).
Manajemen nyeri luka bakar sulit di laksanakankan, sebelum dilakukan pemeriksaan formal dan stabilisasi pada pasien. Oleh karena itu rekomendasi berdasarkan pengamatan dan pengalaman klinis. Langkah-langkah sederhana, seperti cooling, menutupi permukaan luka bakar dan immobilisasi pasien, mungkin sudah cukup memadai.
 Penutupan luka bakar sangat perlu sebab dengan adanya aliran udara di atas permukaan luka bakar akan memperberat nyeri.Pendinginan lokal, walau bagaimanapun, tidak bisa mencegah pengembangan hiperalgesia pada manusia. Setelah personil yang tepat dan terlatih telah tersedia, di suatu tempat atau setibanya di rumah sakit, pemberian opioid parenteral merupakan bentuk analgesia yang paling sering digunakan untuk semua pasien dengan luka bakar walaupun yang paling sepele.

Pemberian opioid harus diberikan melalui rute intravena. Pemberian melalui rute intramuskular atau subkutan tidak dapat diandalkan, terutama bila disertai dengan hipovolemia dan vasokonstriksi. Terlepas dari jenis opioid yang dipilih, titrasi dosis kecil bolus intravena merupakan cara yang paling efektif untuk menghilangkan rasa sakit. Setelah kontrol nyeri diperoleh, infusion atau Patient-Controlled Analgesia (PCA) biasa di gunakan.

Opioid
Opioid intravena tetap menjadi metode yang paling populer dalam mengurangi nyeri pada luka bakar. Morfin telah banyak diteliti dan digunakan dalam hal ini. Secara farmakokinetik, metabolit aktif dari  morfin  pada prinsipnya tidak berbeda secara signifikan antara pasien dengan dan tampa luka bakar, sehingga  dapat digunakan dosis yang sama. Pada umum dibandingkan dengan opioid lain, morfin memiliki sifat sedatif dan antitusif, hal ini tergantung pada metode pemberian, morfin memiliki durasi yang relatif panjang. Metabolit morfin, terutama morfin-6-glukuronat, memainkan peran aktif dalam analgesia, terutama ketika morfin digunakan untuk periode lama. Morfin biasanya digunakan dengan PCA untuk penanganan nyeri luka bakar. Kelemahannya PCA sangat bergantung pada kemampuan pasien dalam menggunakan peralatan. Infus dengan kecepatan tetap telah digunakan pasca operasi pada pasien dengan luka bakar tetapi kelihatannya ketika timbulnya rasa sakit yang hebat, metode ini hanya dapat memberikan tingkat analgesia yang rendah.
Opioid lain yang lebih umum digunakan dalam anestesi telah dapat digunakan dalam prosedur penanganan nyeri. Onset yang cepat, meningkatnnya kelarutan dalam lemak, dan kemudahan dalam titrasi membuat obat ini mempunyai keuntungan yang potensial, meskipun
potensi depresi pernafasan masih menjadi suatu  kekhawatiran. PCA  fentanyl telah digunakan untuk menagani nyeri pasca operasi pada luka bakar dan juga telah berhasil
digunakan melalui rute intranasal pada pasien anak. Remifentanil, dengan masa kerja yang sangat cepat, telah digunakan selama pembedahan luka bakar, dan mungkin layak digunakanini di luar ruang operasi, meskipun keamanan obat ini dalam penggunaannya masih perlu di teliti lagi.Pemberian pethidine (meperidin) telah dapat dilakukan dengan menggunakan PCA,tapi yang menjadi masalah adalah dengan norpethidine (normeperidine) yang bisa berakibat mudah terjadi toksisitas, terutama pada dosis tinggi, penggunaan jangka panjang, atau pasien dengan gangguan ginjal.
Obat lain, seperti benzodiazepines, dapat digunakan dalam kombinasi dengan opioid untuk mengurangi kecemasan yang berat, namun kombinasi ini berisiko  terjadinya depresi pernapasan yang lebih besar. Lorazepam, yang dikombinasikan dengan morfin, telah memperlihatkan peningkatkan analgesia pada pasien yang dengan nyeri yang lebih hebat.  Meskipun penggunaan opioid untuk penanganan nyari pada luka bakar telah meluas, tetapi ketergantungan opioid secara psikologis tidak terjadi hal ini sebagai konsekuensi dari pengobatan nyeri pada luka bakar, walaupun
ketergantungan fisik dapat terjadi. Opioid juga  secarateori sering dikaitkan dengan depresi dari fungsi kekebalan tubuh dan dalam satu studi retrospektif penggunaan opioid dihubungkan dengan peningkatan risiko infeksi pada pasien dengan luka bakar.

Nonopioid Analgesia
Berbagai obat nonopioid telah diteliti untuk menangani nyeri pada luka bakar. Pada salah satu pusat studi luka bakar telah dilakukan pengamatan dimana opioid tidak digunakan, kemudian didapatkan bahwa  pengurangan nyeri diperoleh dengan menggunakan nonopioids adalah serupa dengan yang diperoleh dengan menggunakan opioids. Di samping itu, ada keengganan untuk memberikan opioid kepada pasien usia lanjut dengan luka bakar karena berakibat pada peningkatan risiko efek samping.

Non Steroid anti-inflamatory Drugs (NSAIDs) telah berhasil digunakan untuk menangani nyeri atau mengurangi penggunaan opioid dalam berbagai kondisi nyeri akut. Penggunaan secara  parenteral obat NSAIDs, seperti ketorolac, seperti yang telah dijelaskan dapat diberikan untuk menangani luka bakar.

Penggunaan ketorolac dalam hubungannya dengan manfaat lainnya berupa efek anti-inflamasi yang diperlukan pada luka bakar perlu diperhatikan. Pasien luka bakar biasanya selalu berhadapan dengan hipovolemia atau gangguan ginjal sehingga penggunaan NSAID pada pasien luka bakar telah dikaitkan dengan memburuk fungsi ginjal. Kecemasan juga dapat menyebabkan atau memperburuk ulserasi gastrointestinal sehingga penggunaan NSAID pada pasien luka bakar harus dibatasi.

NUTRISI
Pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan nutrisi yang baik untuk menghindari kehilanagan masa tubuh yang berlebihan dan mencegah kelemahan yang akan terjadi. Dukungan nutrisi yang segera diindikasikan untuk mengatur "stress respon" berat karena akan terjadinya katabolisme. Dukungan nutrisi juga diindikasikan untuk pasien yang sudah mengalami kekurangan gizi. Tingkat dukungan nutrisi harus disesuaikan dengan ukuran luka bakar. Pemberian protein, kalori dan mikronutrisi harus ditingkatkan sesuai kebutuhan sebelum terjadinnya komplikasi yang akan menyebabkan terjadinnya kehilangan berat badan, dan perkembangan ke arah protein  energy malnutrition.

Dalam memberikan dukungan nutrisi , maka harus di nilai beberpapa hal yaitu : kebutuhan energi (kalori), kebutuhan protein, kebutuhan cairan, kebutuhan mikronutrien, dan nutrient mix
Meskipun potensi risiko gastrointestinal lebih rendah dibandingkan dengan obat siklooksigenase-2-selektif inhibitor, tetapi obat-obatan ini memiliki resiko terhadap  kardiovaskuler dan ginjal yang signifikan. Sehingga, penggunaan keterolak sebagai analgesik pada pasien luka bakar harus dipertimbangkan untung dan ruginya serta mampaat klinisnya secara potensial.
Secara Eksperimental nyeri luka bakar dapat dikurangi dengan menggunakan antagonis NMDA seperti ketamin.

Tetapi sayangnya, dosis tinggi dari ketamin sering dikaitkan dengan efek samping yang tidak menyenangkan, seperti halusinasi dan dysphoria. Ketamine dosis rendah mungkin efektif sebagai analgesik dan dapat mengurangi kebutuhan opioid. Ini adalah pilihan yang menarik sebagai Ketamine yang bekerja pada reseptor NMDA telah terbukti mengurangi sensitisasi sentral dan pengembangan hiperalgesia sekunder dari nyeri neuropatik pada model hewan. Pengalaman dalam beberapa percobaan kecil dan seri kasus yang lebih besar telah memberikan bukti bahwa Ketamine efektif dan aman untuk pengelolaan nyeri pada pasien luka bakar.

Karbohidrat merupakan bahan bakar yang lebih disukai untuk sebagian besar jaringan, tetapi harus ada batas yang jelas dalam jumlah penggunaan karbohidrat, terutama pada pasien dengan luka bakar hypermetabolic atau septik. Kelebihan karbohidrat hanya akan menyebabkan pembentukan lemak, yang akan membutuhkan energi yang lebih besar dalam proses memproduksinya. Selain itu peningkatan karbonhidrat   akan mengarah ke pada peningkatan produksi karbon dioksida.4 Untuk mencegah hal itu terjadi maka dibutuhkanlah suatu nutrient mix. Secara optimum komposisi pencampuran makronutrien (macronutrient mix) adalah sebagai berikut; karbonhidrat 55-60 %, lemak 20-25 %, protein 20-25 %.2  
Pemberian makanan enteral berdasarkan beberapa study telah menunjukan dapat  melindungi usus dari tranlocation toksis dan mikroorganisme, yang juga dapat mengurangi angka kejadian sepsis.

Obat yang digunakan :

1.      Bioplacenton.

.

Komposisi:
Placenta extract 10%
Neomycin sulfate 0,5%


Bentuk Sediaan: Gel

Farmakologi:
Ekstrak plasenta bekerja memicu pembentukan jaringan baru dan untuk wound healing, sedangkan neomycin untuk mencegah atau mengatasi infeksi bakteri Gram negatif pada area luka

Indikasi:
- Luka bakar
- Luka dengan infeksi
- Luka kronik dan jenis luka yang lain


Dosis:
Oleskan 4 -6 kali sehari atau sesuai kebutuhan pada area luka


Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap ekstrak plasenta atau neomycin

Efek Samping: Reaksi hipersensitivitas
































BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan secara intravena. Anestesi umum yang ideal akan bekerja secara tepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan.
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin. Obat anestesi lokal dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu senyawa ester, senyawa amida dan senyawa lainnya. Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.
B.     Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran dan semoga bisa menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat anestesi umum dan anestesi lokal sehingga materi yang disampaikan dan dimengerti dalam farmakologi dapat diterima dengan baik. Apabila penggunaan nya atau pun penggunaan obat secara universal ini disalahgunakan, tentulah akibat buruk yang akan di dapat di akhri eksperimen kita sebagai orang awam yang tak tahu apapun tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.


                
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit Universitas Indonesia.
Syamsuni, H.A,Drs.2006.ilmu Resep.EGC.Jakarta
Olson, James. 2004. Belajar Mudah Farmakologi. EGC: Jakarta
Drs Tan Hoan Tjay, Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat – Obat Penting. Elexmedia Komputindo:Jakarta.
Katzung, Bertram. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Salemba Medika:Jakarta.
MIMS Petunjuk Konsultasi edisi 9 2009/2010. BIP Kelompok Gramedia: Jakarta.
ISO Indonesia Vol. 42. 2007. Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia: Jakarta