when i make this working paper,i think it's so difficult.so i want to share this for you all.i hope it's benefit for you.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala Puji dan Syukur saya Ucapkan Kepada Tuhan Yang
Maha Esa.Bahwasannya kami telah selesai membuat kliping Tentang distribusi obat
walaupun banyak sekali hambatan dan kesulitan yang kami hadapi dalam menyusun
kliping ini, dan mungkin kliping ini masih terdapat kekurangan dan belum bisa
dikatakan sempurna dikarenakan keterbatasan kemampuan kami.
Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak terutama dari Bapak/Ibu Guru
supaya kami dapat lebih baik lagi dalam menyusun sebuah kliping di kemudian
hari, dan semoga kliping ini berguna bagi siapa saja terutama bagi teman-teman
yang ingin lebih tahu lebih banyak tentang distribusi obat.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Seiring perkembangan ilmu
pengetahuandan teknologi dalam bidang kefarmasian serta semakin tingginya
kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka dituntut juga kemampuan
dan kecakapan para petugas dalam angka mengatasi permasalahan yang mungkin
timbul dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat . Dengan
demikian pada dasarnya kaitan tugas pekerjaan Farmasis dalam melangsungkan
berbagai proses kefarmasian bukannya sekedar membuat obat, melainkan juga
menjamin serta meyakinkan bahwa produk kefarmasian yang diselenggarakan adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari proses penyembuhan penyakit yang diderita
pasien.Mengingat kewenangan keprofesian yang dimilikanya, maka dalam
menjalankan tugasnya harus berdasarkan prosedur-prosedur kefarmasian demi
dicapainya produk kerja yang memenuhi: syarat ilmu pengetahuan kefarmasian,
sasaran jenis pekerjaan yang dilakukan, serta hasil kerja akhir yang seragam
tanpa mengurangi pertimbangan keprofesian secara pribadi.
Pembangunan sarana distribusi sediaan
farmasi sebagai salah satu upaya pembangunan nasional di arahkan guna mencapai
terpenuhinya kebutuhan sediaan farmasi yang tepat untuk setiap masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut di perlukan dukungan sumber daya manusia di
bidang kesehatan termasuk di dalamnya adalah tenaga farmasis.
Pedagang besar farmasi sebagai salah
salah satu tempat pengabdian profesi seorang asisten apoteker merupakan alur
terpenting dalam mendistribusikan sediaan farmasi melalui apotek, rumah sakit
atau toko obat ke tangan konsumen. Perbekalan farmasi meliputi obat, bahan obat,dan
alat kesehatan. Obat adalah salah satu bahan atau paduan bahan yang di maksud
untuk di gunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan,
menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah
dan rohaniah pada manusia atau hewan. Selain menyalurkan obat-obatan, Pedagang
besar farmasi juga menyalurkan kosmetik. Berdasarkan permenkes RI NO.
445/Menkes/per/V/1998 yang di maksud dengan kosmetik adalah sediaan ataun
paduan bahan yang siap un tuk di gunakan pada bagian luar badan ( epidermis,
rambut, kuku, bibir,dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk
membersihkan, menambah daya tarik, mengubah, penampakan, melindungi supaya
tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak di maksudkan untuk
mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
Dengan demikian sebagai seorang asisten
apoteker dirasa perlu membekali diri dengan pengetahuan mengenai Pedagang
Besar Farmasi dan cara pendistribusian obat.
1.Tujuan Umum
Ø Memahami dasar-dasar pendistribusian obat dan sediaan farmasi lainnya di
PBF selaku sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian sehingga mampu berperan sebagai
mitra kerja tenaga kesehatan yang siap pakai.
Ø Mampu memahami proses pengelolaan obat dan pendistribusian sesuai dengan
peraturan Perundang – Undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan
kesehatan masyarakat.
Ø Untuk meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan tentang
pengadaan, penyimpanan, dan pengelolaan distribusi dan pelayanan sediaan
farmasi dan alat kesehatan di Pedagang Besar Farmasi.
2.Tujuan Khusus
Ø Untuk meningkatkan atau menambah ilmu pengetahuan dalam hal mengelola
obat, perbekalan farmasi dan pemasarannya.
Ø Meningkatkan pengetahuan tentang ruang lingkup tanggung jawab sebagai
Tenaga Teknis Kefarmasian dibidang kefarmasian di PBF, APOTEK.
Faktor yang
mendorong suatu perusahaan menggunakan distributor, adalah:
- Para produsen atau perusahaan kecil dengan sumber keuangan terbatas tidak mampu mengembangkan organisasi penjualan langsung.
- Para distributor nampaknya lebih efektif dalam penjualan partai besar karena skala operasi mereka dengan pengecer dan keahlian khususnya.
- Para pengusaha pabrik yang cukup model lebih senang menggunakan dana mereka untuk ekspansi daripada untuk melakukan kegiatan promosi.
- Pengecer yang menjual banyak sering lebih senang membeli macam-macam barang dari seorang grosir daripada membeli langsung dari masing-masing pabriknya.
Fungsi Saluran Distribusi
Fungsi utama saluran distribusi adalah menyalurkan barang dari produsen ke konsumen, maka perusahaan dalam melaksanakan dan menentukan saluran distribusi harus melakukan pertimbangan yang baik.
Adapun fungsi-fungsi saluran distribusi menurut Kotler (1997 : 531-532) adalah :
• Information, yaitu mengumpulkan informasi penting tentang konsumen dan pesaing untuk merencanakan dan membantu pertukaran.
• Promotion, yaitu pengembangan dan penyebaran komunikasi persuasif tentang produk yang ditawarkan.
• Negotiation, yaitu mencoba untuk menyepakati harga dan syarat-syarat lain, sehingga memungkinkan perpindahan hak pemilikan.
• Ordering, yaitu pihak distributor memesan barang kepada perusahaan.
• Payment, yaitu pembeli membayar tagihan kepada penjual melalui bank atau lembaga keuangan lainnya.
• Title, yaitu perpindahan kepemilikan barang dari suatu organisasi atau orang kepada organisasi / orang lain.
• Physical Possesion, yaitu mengangkut dan menyimpan barang-barang dari bahan mentah hingga barang jadi dan akhirnya sampai ke konsumen akhir.
• Financing, yaitu meminta dan memanfaatkan dana untuk biaya-biaya dalam pekerjaan saluran distribusi.
• Risk Taking, yaitu menanggung resiko sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan saluran distribusi.
Macam Saluran Distribusi
Terdapat berbagai macam saluran distribusi barang konsumsi, diantaranya :
1. Produsen – Konsumen
Bentuk saluran distribusi ini merupakan yang paling pendek dan sederhana karena tanpa menggunakan perantara. Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya melalui pos atau langsung mendatangi rumah konsumen (dari rumah ke rumah).Oleh karena itu saluran ini disebut saluran distribusi langsung.
2. Produsen – Pengecer – Konsumen
Produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer. Pembelian oleh pengecer dilayani oleh pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja.
3. Produsen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
Saluran distribusi ini banyak digunakan oleh produsen, dan dinamakan saluran distribusi tradisional. Di sini, produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer.Pembelian oleh pengecer dilayani pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja.
4. Produsen – Agen – Pengecer – Konsumen
Di sini, produsen memilih agen sebagai penyalurnya. Ia menjalankan kegiatan perdagangan besar dalam saluran distribusi yang ada. Sasaran penjualannya terutama ditujukan kepada para pengecer besar.
5. Produsen – Agen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
Dalam saluran distribusi, produsen sering menggunakan agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada toko-toko kecil. Agen yang terlihat dalam saluran distribusi ini terutama agen penjualan. (Swastha dan Irawan, 1997, p.295-297)
- Para produsen atau perusahaan kecil dengan sumber keuangan terbatas tidak mampu mengembangkan organisasi penjualan langsung.
- Para distributor nampaknya lebih efektif dalam penjualan partai besar karena skala operasi mereka dengan pengecer dan keahlian khususnya.
- Para pengusaha pabrik yang cukup model lebih senang menggunakan dana mereka untuk ekspansi daripada untuk melakukan kegiatan promosi.
- Pengecer yang menjual banyak sering lebih senang membeli macam-macam barang dari seorang grosir daripada membeli langsung dari masing-masing pabriknya.
Fungsi Saluran Distribusi
Fungsi utama saluran distribusi adalah menyalurkan barang dari produsen ke konsumen, maka perusahaan dalam melaksanakan dan menentukan saluran distribusi harus melakukan pertimbangan yang baik.
Adapun fungsi-fungsi saluran distribusi menurut Kotler (1997 : 531-532) adalah :
• Information, yaitu mengumpulkan informasi penting tentang konsumen dan pesaing untuk merencanakan dan membantu pertukaran.
• Promotion, yaitu pengembangan dan penyebaran komunikasi persuasif tentang produk yang ditawarkan.
• Negotiation, yaitu mencoba untuk menyepakati harga dan syarat-syarat lain, sehingga memungkinkan perpindahan hak pemilikan.
• Ordering, yaitu pihak distributor memesan barang kepada perusahaan.
• Payment, yaitu pembeli membayar tagihan kepada penjual melalui bank atau lembaga keuangan lainnya.
• Title, yaitu perpindahan kepemilikan barang dari suatu organisasi atau orang kepada organisasi / orang lain.
• Physical Possesion, yaitu mengangkut dan menyimpan barang-barang dari bahan mentah hingga barang jadi dan akhirnya sampai ke konsumen akhir.
• Financing, yaitu meminta dan memanfaatkan dana untuk biaya-biaya dalam pekerjaan saluran distribusi.
• Risk Taking, yaitu menanggung resiko sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan saluran distribusi.
Macam Saluran Distribusi
Terdapat berbagai macam saluran distribusi barang konsumsi, diantaranya :
1. Produsen – Konsumen
Bentuk saluran distribusi ini merupakan yang paling pendek dan sederhana karena tanpa menggunakan perantara. Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya melalui pos atau langsung mendatangi rumah konsumen (dari rumah ke rumah).Oleh karena itu saluran ini disebut saluran distribusi langsung.
2. Produsen – Pengecer – Konsumen
Produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer. Pembelian oleh pengecer dilayani oleh pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja.
3. Produsen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
Saluran distribusi ini banyak digunakan oleh produsen, dan dinamakan saluran distribusi tradisional. Di sini, produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer.Pembelian oleh pengecer dilayani pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja.
4. Produsen – Agen – Pengecer – Konsumen
Di sini, produsen memilih agen sebagai penyalurnya. Ia menjalankan kegiatan perdagangan besar dalam saluran distribusi yang ada. Sasaran penjualannya terutama ditujukan kepada para pengecer besar.
5. Produsen – Agen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
Dalam saluran distribusi, produsen sering menggunakan agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada toko-toko kecil. Agen yang terlihat dalam saluran distribusi ini terutama agen penjualan. (Swastha dan Irawan, 1997, p.295-297)
Penyimpanan
dan Distribusi Obat
Penyimpanan merupakan kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat serta menurut
persyaratan yang ditetapkan yaitu dibedakan menurut bentuk sediaan dan
jenisnya, dibedakan menurut suhunya, kestabilannya, mudah tidaknya
meledak/terbakar, tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem
informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
Tujuannya adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan
yang tidak bertanggung jawab, menjaga ketersediaan, memudahkan pencarian dan
pengawasan.
Distribusi obat
merupakan suatu proses penyerahan obat sejak setelah sediaan disiapkan oleh
IFRS sampai dengan dihantarkan kepada perawat, dokter, atau tenaga medis
lainnya untuk diberikan kepada pasien2. Tujuannya untuk menyediakan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan
secara tepat jenis dan jumlah1. Distribusi obat harus
aman, efektif dan efisien, harus menjamin, obat benar bagi penderita tertentu,
dengan dosis yang tepat, pada waktu yang ditentukan dan cara penggunaan yang
benar3.
Metode penyimpanan dapat dilakukan
berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan; , yaitu: 1) bentuk sediaan obat
(tablet, kapsul, sirup, drop, salep/krim, injeksi dan infus), 2) bahan baku, 3)
nutrisi, 4) alat-alat kesehatan, 5) gas medik, 6) bahan mudah terbakar, 7)
bahan berbahaya, 8) reagensia, dan 9) film rotgen, dan alfabetis; Pengaturan
secara alfabetis dilakukan berdasarkan nama generiknya, dengan menggunakan cara
FEFO (First Expired First Out), yaitu
obat-obatan yang baru masuk diletakkan di belakang obat yang terdahulu dan FIFO
(First In First Out) dengan cara
menempatkan obat-obatan yang mempunyai ED (expired date) lebih lama
diletakkan di belakang obat-obatan yang mempunyai ED lebih pendek.
Sistem distribusi
obat di rumah sakit, dibagimenjadi :
1. Sentralisasi dilakukan oleh IFRS ke semua tempat perawatan penderita di rumah sakit
tanpa adanya cabang dari IFRS di tempat perawatan.
- Individual
prescription atau resep perseorangan yakni order/resep ditulis oleh
dokter untuk tiap pasien. Obat yang diberikan sesuai dengan resep.
Keuntungannya : resep dikaji langsung oleh apoteker, pengendalian lebih dekat,
penagihan biaya mudah. Kelemahannya: memerlukan waktu lama, pasien mungkin
membayar obat yang tidak digunakan.
- Total ward floor
stock atau persediaan ruang lengkap, semua perbekalan farmasi
yang sering digunakan dan dibutuhkan pasien tersedia dalam ruang penyimpanan.
Hanya digunakan untuk kebutuhan darurat dan bahan dasar habis pakai.
Keuntungan: pelayanan cepat dan mengurangi pengembalian order perbekalan
farmasi. Kelemahan: medication error meningkat, perlu waktu tambahan,
kemungkinan hilangnya obat, kerugian karena kerusakan perbekalan farmasi1.
- Kombinasi dari individual prescription dan persediaan ruang lengkap, obat yang diperlukan pasien disediakan di
ruangan, harganya murah dan mencakup obat berupa resep atau obat bebas.
Keuntungannya: dikaji langsung oleh apoteker, obat yang diperlukan cepat
tersedia, ada interaksi anata apoteker dan pasien1.
2.
Desentralisasi dilakukan oleh beberapa depo/satelit IFRS di rumah sakit1.
- UDD : perbekalan farmasi dikandung dalam kemasan unit tunggal, disispensing
dalam bentuk siap konsumsi, tersedia pada ruang perawatan pasien. Keuntungan,
pasien hanya membayar obat yang digunakan, mengurangi kesalahan pemberian obat.
Kelemahan, kebutuhan tenaga kerja dan biaya operasional meningkat1.
- One Daily Dose mirip indvidual prescribing namun diberikan untuk sehari
sesuai dengan dosisnya, Kelebihan : Mengurangi resiko biaya obat2.
Dalam dunia farmasi, segala tindak tanduk
yang dilakukan selalu diatur oleh Undang – Undang.Kenapa?Karena farmasi bekerja
dalam sektor yang tanggung jawabnya sangat besar yakni keberlangsungan hidup
seseorang.Suatu waktu obat bisa menjadi sesuatu yang menyembuhkan, namun juga
bisa menjadi racun bagi konsumennya. Selain Good Distribution Practice yang
sering disingkat GDP ada juga aturan main lain yang mengatur tentang tata cara
bekerja di sektor farmasi misalnya Good
Pharmaceutical Practice (GPP) dan Good Manufacturing Practice (GMP). Jika dibahasa
Indonesiakan, GDP disebut juga Cara Distribusi Obat yang
Baik. Pedoman ini disusun oleh Badan POM RI Jakarta.
Ada beberapa tujuan BPOM RI menyusun
pedoman ini. Tujuan yang tercantum dalam pedoman CDOB adalah :
- Untuk menjamin pemerataan distribusi obat sehingga obat akan tersedia ketika dibutuhkan
- Untuk pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat hingga ke pengguna sehingga penggunaan obat dilakukan dengan tepat dan tidak terjadi penyalahgunaan obat (Drug Abuse)
- Untuk menjamin keabsahan, kualitas, keamanan obat dari produsen hingga ke konsumen.
- Untuk menjamin bahwa obat disimpan dalam tempat yang sesuai dengan yang disarankan oleh industri selama berada dalam proses transport.
Kenapa CDOB dinilai penting untuk disusun
dan diterapkan?Hal ini dikarenakan praktik distribusi obat dulunya cenderung
dilakukan “asal-asalan”. Obat berbeda dengan komoditi lain. Distribusinya tidak
bisa diperlakukan sama dengan cara distribusi material bangunan atau tekstil.
Misalnya jika suhu tempat penyimpanan obat tidak diatur sebagaimana
mestinya, hal ini akan merusak obat. Banyak kemungkinan yang terjadi
karenanya.Salah satunya, stabilitas obat terganggu sehingga obat menjadi tidak
manjur.
Sekarang kita lihat dulu bagaimana alur
distribusi obat di Indonesia
Ada 5 elemen penting yang diatur oleh
CDOB.Yakni :
- Manajemen mutu
Manajemen mutu adalah sistem manajemen yang
berorientasi pada mutu produk.Dalam manajemen mutu ada dua hal yang harus ada
di lembaga distribusi obat.Pertama sistem mutu dan
kedua jaminan mutu. Dalam konteks sistem mutu, lembaga distribusi obat harus memiliki
struktur organisasi yang jelas (jadi personil yang bertanggung jawab dalam
berbagai bidang dapat terlihat jelas dari struktur organisasi ini), Standar
Prosedur operasional (disusun dan diperbaharui oleh Apoteker Penanggung Jawab),
sistem dokumentasi (bisa secara manual atau terkomputerisasi) dan sumber
daya. Sedangkan pada konteks jaminan mutu, suatu
lembaga distribusi harus membuat sistem yang mengatur langkah sistematis yang
menjamin kepercayaan bahwa produk baik dari segi pelayanan maupun
dokumentasinya mendukung kualitas.Jadi ada tuntutan kepada lembaga distribusi
untuk membuat sistem bagaimana caranya agar produk yang mengalir di mereka
terjamin kualitas, keabsahan, keamanan dan kemanjurannya.
- Personalia
Singkatnya, dalam aturan tentang personalia
ini suatu lembaga distribusi diwajibkan untuk mempekerjakan orang-orang yang
berkompeten di bidangnya.Dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman yang
sesuai.Apoteker harus ada sebagai penanggung jawab.Apoteker penanggung jawab
dapat dibantu oleh Apoteker pendamping atau Tenaga Teknis Kefarmasian.Selain
itu, personil yang bekerja di lembaga distribusi ini diharuskan mengikuti
pelatihan tentang CDOB secara periodik untuk meningkatkan kompetensi.
- Bangunan dan Fasilitas
Bangunan tempat menyimpan produk wajib
menjamin keselamatan obat dari banjir, binatang pengerat dan lainnya, pengaruh
suhu dan kelembaban.Selain itu, bangunan haruslah bersih dengan luas yang
memadai, sirkulasi udara dan ventilasi bagus.Kemudian, bangunan harus memilliki
ruang-ruang yang dapat digunakan untuk administrasi, penerimaan barang,
penyimpanan narkotik dan prikotropik serta penyimpanan vaksin yang khusus.
(Ketiga jenis produk tersebut wajib mendapatkan perlakuan khusus loh..). Untuk fasilitasnya
sendiri, lembaga distribusi obat harus memiliki instrumen untuk monitoring
keadaan bangunan seperti pengatur suhu dan kelembaban, dan alat pemadam api
yang diletakkan di setiap ruangan. Terkhusus untuk lembaga distribsui bahan
obat maka lembaga tersebut harus memiliki laboratorium pengujian.
- Inspeksi diri
Introspeksi diri kerap dilakukan dalam
lembaga-lembaga di farmasi baik di pabrik, lebaga pelayanan farmasi dan lembaga
distribusi.Inspeksi diri dilakukan untuk mengukur kinerja dan mengetahui apakah
sistem yang direncanakan dan dijalankan sudah memenuhi standar.Inspeksi diri di
lembaga distribusi dilakukan minimal setahun sekali.Hal – hal yang diinspeksi
diantaranya, personalia, dokumentasi, sistem dokumentasi, bangunan dan
peralatan.
- Dokumentasi
Dokumentasi dilakuakn dengan tujuan
menjamin semua pelaksanaan distribusi berjalan sesuai dengan
panduan mutu dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.Dari
sistem dokumentasi perjalanan distribusi dapat ditelusuri.Jika terjadi
penyelewengan sistem, dapat diketahui dari sini.Dokumen yang dibuat harus
disimpan dalam waktu sekurang-kurangnya 5 tahun dari
tanggal pembuatan dokumen.Manfaat nyata yang dapat dirasakan dari sistem
dokumentasi ini adalah bila nanti BPOM atau industri farmasi menyatakan untuk
menarik suatu produk dari pasaran, lembaga distribusi dapat terbantu untuk
menelusuri jejak transportasi produk yang dimaksud sehingga tujuan objek
penarikan dapat diketahui hingga ke tingkat konsumen.Setiap PBF (Pedagang Besar
Farmasi) harus melaporkan kegiatannya setiap 3 bulan sekali kepada BPOM.
Tata Cara Distribusi Obat Narkotika Menurut Undang-Undang
Undang-undang RI No.35 tahun 2009 tentang narkotika mengatur
bahwa distribusi obat meliputi hal-hal sebagai berikut :
(Pasal
35)
1.
Peredaran
Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau
penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun
pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
(Pasal 36)
2. Narkotika dalam
bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari
Menteri
(Pasal
37)
3.
Narkotika
Golongan II (seperti petidin) dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik
alami maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan
Peraturan Menteri.
(Pasal
38)
4.
Setiap
kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.
(Pasal
39)
5.
Narkotika
hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan
sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini. (2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari Menteri
(Pasal
40)
6.
Industri
Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
a. pedagang besar farmasi tertentu;
b. apotek;
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
tertentu; dan
d. rumah sakit.
Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan
Narkotika kepada:
a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya;
b. apotek;
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
tertentu;
d. rumah sakit; dan
e. lembaga ilmu pengetahuan;
Sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan
narkotika kepada:
a. rumah sakit pemerintah;
b. pusat kesehatan masyarakat; dan
c. balai pengobatan pemerintah tertentu.
(Pasal
43)
7. Penyerahan Narkotika
hanya dapat dilakukan oleh:
a. apotek;
b. rumah sakit;
c. pusat kesehatan masyarakat;
d. balai pengobatan; dan
e. dokter.
Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada:
a. rumah sakit;
b. pusat kesehatan masyarakat;
c. apotek lainnya;
d. balai pengobatan;
e. dokter; dan
f. pasien.
Rumah
sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat
menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter dan Penyerahan
Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk:
a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika
melalui suntikan;
b.
menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui
suntikan; atau
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada
apotek.
Narkotika
dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh dokter hanya
dapat diperoleh di apotek.

Jalur Distribusi Psikotropika
Untuk
jalur distribusi Psikotropika seperti Shabu-shabu, Bahan baku pembuat Ekstasy
dan Obat-obatan Golongan IV, dilihat dari gambar disamping (garis merah) bahwa barang
haram tersebut masuk ke Indonesia khususnya Jakarta berasal dari China. Dari
semua barang haram Psikotropika yang masuk Indonesia khususnya ke Jakarta,
kemudian di distribusikan/diedarkan secara gelap ke seluruh wilayah Indonesia
dan negara-negara tetangga bahkan sampai ke Belanda dan Australia (garis biru).
Jalur
Peredaran Narkoba, berdasarkan data BNN:
Amfethamine
Polandia
– Skadianaria
Polandia
– Jerman
Belanda
– Inggris
Myanmar
– Thailand
Cina
– Myanmar – Thailand
Cannabis
tumbuhan
Afrika
Selatan - (Belanda/Inggris) - Eropa Barat
Colombia
- Afrika Selatan - Eropa Barat
Colombia
(Venezuela) - Eropa barat
Colombia
- Eropa Timur - Eropa Barat
Colombia
- Mexico - USA
Caribia
- Amerika Utara (Canada&USA)
Colombia
- Caribia - Amerika Utara
Mexico
- USA
Afghanistan
- Pakistan, Afrika Timur - Eropa Timur
Jamaica
- Canada
Jamaica
- Eropa Barat (Inggris)
Cocaine
Colombia/peru
– Brazilia – Afrika Selatan – Eropa Barat
Colombia/Peru
– Brazilia – Afrika Barat – Eropa Barat
Colombia/Peru/Bolovia
– Amerika Selatan (Argentina/Uruguay/Chili) – Eropa Barat
Colombia/Peru/Bolovia
– Amerika Selatan (Argentina/Uruguay/Chile) – Afrika Selatan
Colombia
– Spanyol – Eropa Barat
Colombia
– Belanda – Eropa Barat
Colombia
– Venezuela – Ukrania/Rusia – Eropa Barat
Colombia
– Caribia – Inggris/Belanda
Colombia
– Venezuela – Amerika Utara/Eropa Barat
Colombia
– Amerika Tengah- Mexico – Amerika Utara
Colombia
– Amerika Tengah – USA
Colombia
– Mexico – USA
Colombia
– USA (Miami/New York)
Getah
Cannabis
Maroko
- Eropa Barat (Belanda)
Maroko
- Spanyol - Eropa Barat
Pakistan
- Eropa Barat
Pakistan
- Amerika Utara
India
- Amerika Utara
Pakistan
- Australia
Afghanistan
- Asia Tengah - Rusia/Rusia Timur
Heroin
Afghanistan
– Pakisan - Afrika Timur - Eropa Barat
Afghanistan
– Pakistan – Timur Tengah (Saudi Arabia) – Eropa Barat
Afghanistan
– Iran – Turki – Balkan – Italia – Eropa Barat
Afghanistan
– Iran – Turki – Balkan – Jerman (Eropa Barat)
Afghanistan
– Pakistan – India – Eropa Timur – Eropa Barat
Myanmar
– Thailand – Autralia
Myanmar
– Thailand – Eropa Barat
Myanmar
– Singapore/Malaysia/Indonesia – Eropa Barat
Myanmar
– Singapore/Malaysia/Indonesia – Australia
Myanmar
– Cina – (Hongkong) – Australia
Myanmar
– Cina – (Hongkong) – USA
Myanmar
– Vietnam – Australia
Myanmar
– Laos/Cambodia – Eropa Barat
Colombia
– USA (Pantai Timur)
Colombia
– Caribia – USA
Mexico
– USA
Methagualone
India
– Afrika Selatan
India
– Afrika Timur – Afrika Selatan
Methamphetamine
Mexico
– USA
Cina
– Hongkong
Korea
– Jepang
Cina
– Jepang
Psikotropika
LSD:
Eropa Barat (Belanda) – Australia/Selandia Baru
MDMA:
Eropa Barat (Belanda) – Afrika Selatan
MDMA:
Eropa Barat (Belanda) – Australia – Selandia Baru
MDMA:
Belanda – Perancis – Inggris
Apoteker dalam Distribusi Obat, Perlukah?
Adalah syarat
mutlak bahwa setiap obat yang beredar harus aman (safety), bermutu (quality), dan bermanfaat (efficacy).Faktanya, obat tidak
segera digunakan setelah dibuat.Perjalanan dari gudang pabrik hingga ke tangan
pasien memerlukan waktu yang tidak dapat ditentukan.Bisa dalam hitungan bulan,
bahkan tahun.Di sepanjang perjalanan itu banyak sekali faktor lingkungan yang
mungkin saja mempengaruhi mutu obat, misalnya saja suhu, cahaya, dan lembab.
Tidak ada yang bisa mengetahui apakah obat masih sama bagusnya dengan saat
produksi atau tidak. Oleh karena itu, perlu adanya sistem yang dapat menjamin
syarat mutlak itu terpenuhi, bukan hanya saat obat didaftarkan, atau setelah
diproduksi di pabriknya, namun saat obat didistribusikan, hingga saat digunakan
oleh pasien.
Pada saat
dibuat, pengujian keamanan, mutu dan khasiat obat tentu saja tidak mungkin
dilakukan terhadap semua obat. Pengujian dilakukan dengan carasampling. Jumlah sampel yang
diambil memang sudah diperhitungkan agar serepresentatif mungkin terhadap
jumlah semua obat yang dibuat.Namun tidak menutup kemungkinan di antara obat
yang tidak ter-sampling
ada yang tidak memenuhi persyaratan. Bayangkan jika obat yang seperti itu
sampai ke tangan pasien, terlebih jika obat itu adalah obat yang krusial
seperti obat jantung, hipertensi, diabetes mellitus… Namun itu semua dapat
dihindari jika proses yang dilakukan benar dari awal pembuatan hingga akhir,
dari bahan baku menjadi obat yang siap di tangan pasien. Itulah sebabnya dibuat
berbagai peraturan di semua sektor yang terlibat, dari hulu ke hilir. Di
industri ada yang namanya Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), di apotek dan
IFRS disebut Pelayanan Farmasi yang Baik (PFB), yang paling baru di bidang
distribusi sudah ada juga Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
Distribusi obat
melibatkan tidak hanya distributor/PBF (Pedagang Besar Farmasi) saja, melainkan
termasuk sarana pelayanan kefarmasian seperti apotek, rumah sakit, praktek
bersama, dan sebagainya. CDOB sendiri bertujuan untuk menjamin penyebaran obat
secara merata dan teratur agar dapat diperoleh oleh pasien saat dibutuhkan,
pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat, melindungi masyarakat dari
kesalahan penggunaan dan penyalahgunaan obat, menjamin agar obat yang sampai ke
tangan pasien adalah obat yang efektif, aman, dan dapat digunakan sesuai tujuan
penggunaannya, menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai, termasuk selama
transportasi. Disinilah peran Apoteker yang berkompeten dibutuhkan.
Mengapa
Apoteker?
Distribusi obat tidak seperti distribusi barang dan jasa yang lain. Obat bukan
sekedar objek perdagangan yang komersil semata.Lebih dari itu, obat memiliki
nilai yang lebih besar, yaitu nilai sosial.Salah-salah, nyawa jutaan manusia
taruhannya.Dunia obat adalah bisnis yang dilematis.Apoteker, melalui sumpah
profesinya, memegang tanggung jawab besar atas ilmu yang dimilikinya, tak hanya
pada profesi tetapi juga kepada Tuhannya. Melihat krusialnya aspek obat itu
sendiri, kini Apoteker tak hanya dituntut untuk bisa ‘membuat’ atau
‘memberikan’ obat saja, tetapi juga dalam memastikan peredarannya (distribusi).
Rujukan :
1. KepMenkes
No. 1191/Menkes/SK/IX/2002 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
918/ Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi
2. Kepmenkes
No. 1331/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
167/Kab/B VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat
3. SK Ka Badan
POM No : HK 00.05.3.2522 Tahun 2003 tentang Penerapan Pedoman Cara Distribusi
Obat yang Baik
4. Peraturan
Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
5. Peraturan Pemerintah
No. 72 Tahun 1998 tentang Pengawasan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
.
1) Definisi PBF
Pedagang Besar
Farmasi adalah suatu usaha berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran, perbekalan farmasi dalam jumlah besar
sesuai perundang-undangan yang berlaku.
MenurutSK Mentri
Kesehatan no:243/MENKES/SK/V/1990 tentang PBF sudah tidak sesuai lagi dengan
keadaan kefarmasian dewasa ini, maka ditetapkan peraturan Kementrian Kesehatan
no:918/MANKES/PER/X/1993 bahwa PBF adalah badan hukum berbentuk persoraan
terbatas atau koperasi yang memiliki izin mengadakan penyimpanan dan penyaluran
perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/ MENKES/ PER/ VI/ 2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi yang dimaksud dengan Pedagang Besar Farmasi, yang
selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki
izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam
jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
Pasal 1 ayat 12 yang berbunyi Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan
berbentuk badan hukum yang memilki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam Peraturan
tersebut juga memberikan batasan terhadap beberapa hal yang berkaitan dengan
kegiatan Pedagang Besar Farmasi yaitu batasan mengenai :
v Perbekalan Farmasi
adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan obat dan alat kesehatan.
v Sarana pelayanan
kesehatan adalah apotik, rumah sakit, atau unit kesehatan lainnya yang
ditetapkan Mentri Kesehatan, toko obat dan pengecer lainnya.
Setiap PBF harus memiliki apoteker
penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.Apoteker
penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Beberapa hal berkaitan dengan Perizinan PBF
dan/ atau PBF cabang adalah:
1. Izin PBF dikeluarkan oleh Dirjen Bidang Pembinaan dan Pengawasan
2. Izin PBF berlaku selama 5 tahun dan boleh diperpanjang
3.PBF boleh membuka cabang yang disebut PBF cabang
4. PBF cabang harus mendapat surat pengakuan dari Ka. Dinkes Provinsi setempat dimana PBF cabang berada
5.Pengakuan PBF cabang berlaku selama izin PBF cabang berlaku.
1. Izin PBF dikeluarkan oleh Dirjen Bidang Pembinaan dan Pengawasan
2. Izin PBF berlaku selama 5 tahun dan boleh diperpanjang
3.PBF boleh membuka cabang yang disebut PBF cabang
4. PBF cabang harus mendapat surat pengakuan dari Ka. Dinkes Provinsi setempat dimana PBF cabang berada
5.Pengakuan PBF cabang berlaku selama izin PBF cabang berlaku.
Persyaratan
Pedagang Besar Farmasi
Pedagang Besar farmasi wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1.
Dilakukan oleh badan hukum, perseroan terbatas,Koperasi, Perusahaan nasional,
Maupun perusahaan patungan antara penanam modal asing yang telah memperoleh
izin usaha industrial Farmasi di Indonesia dengan perusahaan nasional.
2.
Memiliki nomor wajib pajak ( NPWP)
3.
Memiliki izin asisten apoteker yang bekerja penuh
4.
Anggota di reksi tidak pernah terlibat pelanggaran ketentuan perundang-undangan
di bidang farmasi.
5.
Pedagang besar farmasi / Pedagang Besar farmasi cabang wajib mengadakan,
menyimpan dan menyalurkan perbekalan farmasi yang memenuhi syarat mutu.
6.
PBF wajib melaksanakan pengadaan obat, bahan baku obat dan alkes dari sumber
yang sah.
7.
Bangunan atau sarana memadai untuk melaksanakan pengadaan , pengelolaan,
penyimpanan, dan penyaluran perbekalan farmasi.
a.
Gudang di lengkapi dengan kelengkapan yang dapat menjamin mutu
keamanan perbekalan farmasi yang di simpan.
b.
Gudang dan kantor dapat di pisah asal pengawasan intern direksi dan penanggung
jawab tetap efektif
c.
PBF wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan dan penyaluran secara
tertib
Izin PBF tidak berlaku bila:
1. Masa berlaku izin sudah habis dan tidak diperpanjang
2. PBF sedang dikenai sanksi penghentian sementara kegiatan
3. Izin PBF dicabut
1. Masa berlaku izin sudah habis dan tidak diperpanjang
2. PBF sedang dikenai sanksi penghentian sementara kegiatan
3. Izin PBF dicabut
Pengakuan PBF cabang tidak berlaku bila:
1. Masa berlaku izin PBF habis dan tidak diperpanjang
2. PBF cabang sedang dikenai sanki penghentian sementara kegiatan
3.Pengakuan dicabut.
1. Masa berlaku izin PBF habis dan tidak diperpanjang
2. PBF cabang sedang dikenai sanki penghentian sementara kegiatan
3.Pengakuan dicabut.
PBF ada 2 macam yaitu PBF obat dan PBF
bahan baku obat. Menurut PP no. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian,
yang dimaksud Fasilitas distribusi adalah sarana yang digunakan untuk
menyalurkan atau mendistribusikan sediaan farmasi dalam rangka perdagangan,
bukan perdagangan atau pemindahtanganan.
Kewajiban PBF dan PBF cabang
( Berkaitan dengan apoteker ) :
1. PBF atau PBF cabang harus memiliki
apoteker penanggung jawab dalam melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran
obat dan atau bahan obat.
2. Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang undangan
3. Apoteker tidak boleh merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF cabang
4.Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF atau PBF cabang harus melaporkan kepada Dirjen atau KA.Dinkes Provinsi selambat-lambatnya enam hari kerja.
2. Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang undangan
3. Apoteker tidak boleh merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF cabang
4.Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF atau PBF cabang harus melaporkan kepada Dirjen atau KA.Dinkes Provinsi selambat-lambatnya enam hari kerja.
( Berkaitan dengan CDOB)
5.PBF atau PBF cabang dalam melaksanakan Pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat atau bahan obat harus menerapak CDOB yang ditetapkan oleh Menteri
6. Penerapan CDOB mengikuti pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh kepala badan
7. PBF atau PBF cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh kepala badan
5.PBF atau PBF cabang dalam melaksanakan Pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat atau bahan obat harus menerapak CDOB yang ditetapkan oleh Menteri
6. Penerapan CDOB mengikuti pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh kepala badan
7. PBF atau PBF cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh kepala badan
( Berkaitan dengan dokumentasi)
8. PBF atau PBF cabang wajib mendokumentasikan setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat sesuai pedoman CDOB
9. Dokumentasi boleh dilakukan secara elektronik
10. Dokumentasi harus dapat diperiksa setiap saat oleh petugas
8. PBF atau PBF cabang wajib mendokumentasikan setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat sesuai pedoman CDOB
9. Dokumentasi boleh dilakukan secara elektronik
10. Dokumentasi harus dapat diperiksa setiap saat oleh petugas
( Berkaitan dengan larangan )
11. PBF atau PBF cabang dilarang menjual obat dan atau bahan obat secara eceran
12. PBF atau PBF canbang dilarang menerima/melayani resep
11. PBF atau PBF cabang dilarang menjual obat dan atau bahan obat secara eceran
12. PBF atau PBF canbang dilarang menerima/melayani resep
PBF dan PBF cabang hanya bisa menyalurkan
obat kepada:
1. PBF lain
2. PBF cabang lain
3. Fasilitas pelayanan kefarmasian:
- Apotek
- Klinik
- Puskesmas
- Toko obat
- Praktek bersama
- Instalasi Farmasi Rumah sakit
4. Pemerintah, bila pemerintah membutuhkan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku
5.PBF cabang hanya bisa menyalurkan obat dialam batas wilayah provinsi pengakuannya
6. Lembaga Ilmu Pengetahuan
2. PBF cabang lain
3. Fasilitas pelayanan kefarmasian:
- Apotek
- Klinik
- Puskesmas
- Toko obat
- Praktek bersama
- Instalasi Farmasi Rumah sakit
4. Pemerintah, bila pemerintah membutuhkan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku
5.PBF cabang hanya bisa menyalurkan obat dialam batas wilayah provinsi pengakuannya
6. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Untuk PBF bahan baku obat memiliki
kewajiban tambahan yaitu:
1. Laboratorium, yang mempunyai kemampuan untuk melakukan pengujian bahan baku obat sesuai ketentuan yang ditetapkan dirjen.
2. Gudang khusus tempat penyimpanan
1. Laboratorium, yang mempunyai kemampuan untuk melakukan pengujian bahan baku obat sesuai ketentuan yang ditetapkan dirjen.
2. Gudang khusus tempat penyimpanan
PBF atau PBF cabang menyalurkan obat
berdasarkan pesanan yang di apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung
jawab. Dikecualikan untuk pesanan untuk kepentingan lembaga ilmu pengetahuan,
surat pesanan ditandatangani oleh pimpinan lembaga. UNtuk peyaluran obat atau
bahan obat berupa obat keras, surat pesanan harus ditandatangai oleh apoteker
penanggung jawab atau apoteker pengelola apotik. PBF atau PBF cabang yang
melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotik harus memiliki izin
khusus sesuai peraturan perundang undangan.PBF atau PBF cabang yang melakukan
pegubahan kemasan dari kemasan aslinya atau pengemasan kembali terhdap kemasan
aslinya dari bahan obat wajib melakukan pengujian mutu dan wajib memiliki ruang
pengemasan kembali.
Penyelenggaraan
PBF hanya boleh melakukan pengadaan obat dari industri farmasi atau PBF lain
PBF hanya boleh melakukan pengadaan bahan obat dari industri farmasi atau PBF lain dan atau melalui importasi. Importasi harus dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.
PBF cabang hanya boleh melakukan pengadaan obat dan atau bahan obat dari PBF pusat.
PBF bisa berfungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
PBF hanya boleh melakukan pengadaan obat dari industri farmasi atau PBF lain
PBF hanya boleh melakukan pengadaan bahan obat dari industri farmasi atau PBF lain dan atau melalui importasi. Importasi harus dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.
PBF cabang hanya boleh melakukan pengadaan obat dan atau bahan obat dari PBF pusat.
PBF bisa berfungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
Gudang
Gudang dan kantor PBF atau PBF cabang boleh terpisah selama tidak mengurangi efektivitas pengawasan internal oleh direksi /pengurus dan penanggung jawab, dan gudang tersebut harus memiliki seorang apoteker penanggung jawab.
PBF boleh melakukan penambahan gudang atau perubahan gudang dengan syarat mendapat persetujuan dari Dirjen Bidang Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan.Gudang tambahan hanya melaksanakan penyimpanan dan penyaluran sebagai bagian dari PBF atau PBF cabang.
PBF cabang juga boleh melakukannya bila mendapat persetujuan dari Ka.Dinkes Provinsi setempat.
Gudang dan kantor PBF atau PBF cabang boleh terpisah selama tidak mengurangi efektivitas pengawasan internal oleh direksi /pengurus dan penanggung jawab, dan gudang tersebut harus memiliki seorang apoteker penanggung jawab.
PBF boleh melakukan penambahan gudang atau perubahan gudang dengan syarat mendapat persetujuan dari Dirjen Bidang Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan.Gudang tambahan hanya melaksanakan penyimpanan dan penyaluran sebagai bagian dari PBF atau PBF cabang.
PBF cabang juga boleh melakukannya bila mendapat persetujuan dari Ka.Dinkes Provinsi setempat.
Pelaporan
Setiap PBF atau PBF cabang wajib membuat laporan setiap 3 bulan sekali yang ditujukan kepada dirjen dengan tembusan kepala badan POM, Ka. Dinkes Provinsi, Kepala Balai POM.
Kecuali untuk PBF atau PBF cabang yang menyalurkan Narkotika dan psikotropika wajib membuat laporan bulanan penyaluran Narkotika dan Psikotropika sesuai peraturan perundang-undangan
Setiap PBF atau PBF cabang wajib membuat laporan setiap 3 bulan sekali yang ditujukan kepada dirjen dengan tembusan kepala badan POM, Ka. Dinkes Provinsi, Kepala Balai POM.
Kecuali untuk PBF atau PBF cabang yang menyalurkan Narkotika dan psikotropika wajib membuat laporan bulanan penyaluran Narkotika dan Psikotropika sesuai peraturan perundang-undangan
Pembinaan
1. Pemerintah, Pemda, atau Pemkot melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan peredaran obat dan bahan obat.
2. Pembinaan bertujuan untuk:
- Menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat atau bahan obat untuk upaya kesehatan
- Melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat atau bahan obat yang tidak tepat, atau tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.
1. Pemerintah, Pemda, atau Pemkot melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan peredaran obat dan bahan obat.
2. Pembinaan bertujuan untuk:
- Menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat atau bahan obat untuk upaya kesehatan
- Melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat atau bahan obat yang tidak tepat, atau tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.
2) Tugas dan fungsi PBF
a.
Tugas PBF
1) Tempat menyediakan
dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi obat, bahan obat, dan alat
kesehatan.
2) Sebagai sarana yang
mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan masyarakat
yang meliputi : apotek, rumah sakit, toko obat berizin dan sarana pelayanan
kesehatan masyarakat lain serta PBF lainnya.
3) Membuat laporan
dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran, perbekalan farmasi
sehingga dapat di pertanggung jawabkan setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk toko
obat berizin, pendistribusian obat hanya pada obat-obatan golongan obat bebas
dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk Apotek, rumah sakit dan PBF lain
melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dan obat
keras tertentu.
b.
Fungsi PBF
1) Sebagai sarana distribusi farmasi bagi
industri-industri farmasi.
2) Sebagai saluran distribusi
obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah air secara merata dan teratur
guna mempermudah pelayanan kesehatan.
3) Untuk membantu
pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan penyediaan obat-obatan untuk
pelayanan kesehatan.
4) Sebagai penyalur
tunggal obat-obatan golongan narkotik dimana PBF khusus, yang
melakukannya adalah PT. Kimia Farma.
5) Sebagai aset atau
kekayaan nasional dan lapangan kerja.
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat.Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
B.
Perundang –Undangan
- Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
- Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan pekerjan kefarmasian yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
- Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
- Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian,yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi / Asisten Apoteker.
- Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
- Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disingkat STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi.
- Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
- Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disebut SIKTTK adalah surat izin praktik yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
- Fasilitas Distribusi atau Penyaluran sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan sediaan farmasi, yaitu Pedagang Besar Farmasi.
- Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
- Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
- Alat kesehatan adalah bahan, instrument aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
- Standar kefarmasiaan adalah pedoman untuk melakukan pekerjaan kefarmasiaan pada fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan kefarmasiaan.
- Larangan bagi Pedagang Besar Farmasi yaitu menjual perbekalan farmasi secara eceran baik ditempat kerjanya maupun ditempat lain; melayani resep dokter; melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran Narkotika tanpa izin khusus dari Mentri Kesehatan.
- Izin usaha Pedagang Besar Farmasi akan dicabut jika, tidak mempekerjakan Apoteker penanggung jawab yang memilki surat izin kerja ; tidak aktif lagi dalam penyaluran obatselama satu tahun ; tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana ditetapkan dala peraturan ; tidak lagi menyampaikan informasi Pedagang Besar Farmasi tiga kali berturut turut ; tidak memenuhi ketentuan tat cara penyaluran perbekalan farmasi sebagaimana yang ditetapkan.
Dalam melakukan pekerjaan
kefarmasian di PBF Asisten Apoteker Penanggung jawab PBF harus memiliki surat
izin kerja. Keputusan Mentri kesehatan Apoteker. :
1.
Asisten apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah sekolah asisten
apoteker atau sekolah menengah farmasi, Akademi Farmasi, Akademi farmasi,
dan Jurusan farmasi politeknik kesehatan,akademi analisis farmasi dan makanan,
Jurusan analisis farmasi serta makanan, Politeknik kesehatan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku
2.
Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis atas kewenangan yang di
berikan kepada pemegang ijazah sekolah Asisten Apoteker atau sekolah
menengah Farmasi dan jurusan farmasi politeknik kesehatan, Akademi Analisis
farmasi dan Makanan, Jurusan, Analisis Farmasi serta Makanan Politeknik
kesehatan untuk menjalankan pekerjaan Kefarmasian sebagai asisten Apoteker.
3.
Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis yang di berikan kepada
pemegang Surat Izin Asisten Apoteker untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di
srana kefarmasian.
4.
Sarana Kefarmasian adalah tempat yang di gunakan untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian antara lain industri farmasi, apotek, dan toko Obat.
Peraturan Di Bidang farmasi
•
PEKERJAAN KEFARMASIAN DALAM DISTRIBUSI ATAU PENYALURAN (PBF) SEDIAAN FARMASI
Pasal 14 PP No.51 th 2009 ttg pekerjaan kefarmasian
Ayat (1)
Setiap fasilitas distribusi atau penyaliuran sediaan farmasi (PBF) harus
memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
Ayat (2)
Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana diatur dalam ayat (1) dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Tehnis Kefarmasian
Pasal 17
~Pasal 17 PP No.51
tahun 2009 ttg Pekerjaan Kefarmasian
Pekerjaan kefarmasian yang barkaitan
dengan proses distribusi atau penyaluran sediaan
farmasi pada fasilitas Distribusi atau Pnyaluran sediaan farmasi (PBF) wajib
dicatat oleh Tenaga kefarmasian sesuai tugas dan fungsinya
Pasal 18
~Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan
kefarmasian dalam fasilitas Distribusi atau Penyaluran sediaan farmasi (PBF)
harus mengikuti perkembangan IPTEK dibidang farmasi dan penyaluran
F. Kewajiban Pedagang
Besar Farmasi
PBF wajib melakukan pembukuan, sebagai
beriku :
1. Pengarsipan
Surat Pesanan
2. Faktur
Penerimaan barang dari pusat
3. Faktur
Pengiriman dan penyerahan barang
4. Kartu
persediaan
PBF wajib membuat laporan pendistribusian obat pertriwulan, sehingga bila di
lakukan pemeriksaan dapat di pertanggung jawabkan.
Pencatatan jumlah obat pada kartu stock harus sesuai dengan jumlah barang yang
masuk atau keluar sesuai dengan faktur penjualan/ penyerahan barang. Jumlah penerimaannya harus sesuai dengan dokumen penerimaan barang
G.Tata cara penyaluran
Pedagang Beasar
Farmasi hanya dapat melaksanakan penyaluran obat keras kepada :
1.
Pedagang Besar Farmasi lainnya berdasarkan surat pesanan yang di tandatangani
oleh penanggung jawab PBF.
2.
Apotek berdasarkan surat pesanan yang di tanda tangani oleh Apoteker Pengelola
Apotek
3.
Rumah sakit berdasarkan surat pesanan yang di tandatangani oleh Apoteker Kepala
instalasi farmasi rumah sakit.
4.
Instalasi lain yang di izinkan menkes
a. Alur Pendistribusian Perbekalan Farmasi
Bentuk-bentuk atau system saluran distribusi
perbekalan farmasi.
Bentuk atau sistem distribusi perbekalan farmasi adalah sesuai
kebijaksanaan/peraturan farmasi seperti yang tercantum dalam undang-undang
kesehatan. Yang di maksud dengan Perbekalan Farmasi menurut undang-undang
kesehatan adalah perbekalan farmasi meliputi :
1.
Obat
2. Bahan
baku obat.
3. Obat
tradisional dan bahan tradisional ( obat asli indonesia) dan (bahan obat asli
indonesia)
4.
Alat-alat kesehatan
5. Kosmetik
Sedangkan obat terdiri dari 4 golongan yaitu:
a.
Obat narkotik
b. Obat
daftar G dan obat keras tertentu (OKT) psikotropika
c.
Obat daftar W
d. Obat
daftar bebas
b. Bentuk saluran distribusi obat daftar G
Secara umum bentuk saluran distribusi obat G dapat
di tempuh salah satu dari bentuk saluran distribusi yang ada.


~ Bentuk Saluran Distribusi obat W.


~ Bentuk saluran distribusi daftar obat bebas :


Adapun skema pemesanan barang dari pedagang besar farmasi
yaitu :

Contoh-contoh
PBF:
1.PT.Medindo
surya tama
PT. Medindo Surya Tama adalah salah satu perusahaan jasa distribusi produk
farmasi dan medical equipment dengan 3 orang karyawan.PT. Medindo Surya Tama
meupakan PBF tunggal yang didirikan pada tahun 2007 bertempat di jalan Ramania
dalam No. 63 F, keluarga sidodadi samarinda.
PT. Medindo Surya Tama merupakan penyalur produk farmasi dari PT. Erita Farma,
PT. Balatif,dan PT. Saparindo. Obat-obat yang di salurkan adalah obat-obat
generic, paten, jamu atau obat tradisional dan juga alkes.
Obat-obatan yang di distibusiakan di PT. Medindo Surya
Tama antara lain :
- PT. Saparindo
Contohnya : Amoxicillin
- PT. Balatif
Contohnya : Arkavit dan
Betalgin
- Eritra farma
Contohnya : Etamol, Etagesik, Etaflusin
Alkes
yang didistribusikan oleh PT. Medindo Surya Tama anatara lain ;
v
Alat Glucosure
v
Glucosure Touch in strip
v
UA Sure Blood Urid
Acid Strip
v
Multicare Meter
v
Handscun latex
v
Dan alat-alat kedokteran linnya.
2.PT.Kimia farma trading and
distribution
PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk. merupakan satu-satunya
perusahaan yang diizinkan oleh pemerintah untuk mengimpor, memproduksi, dan
mendistribusikan narkotika di wilayah Indonesia.
Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan oleh Pemerintah, karena sifat negatifnya yang dapat menyebabkan ketagihan yang sangat merugikan.
Pengelolaan narkotika meliputi kegiatan-kegiatan:
Tata Cara Pemesanan Narkotika
Undang-Undang No. 9 tahun 1976 menyatakan bahwa Menteri Kesehatan memberikan izin kepada apotek untuk membeli, meracik, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan, menguasai, menjual, menyalurkan, menyerahkan, mengirimkan, membawa atau mengangkut narkotika untuk kepentingan pengobatan.
Pengadaan narkotika di apotek dilakukan dengan pesanan tertulis melalui Surat Pesanan Narkotika kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Surat Pesanan narkotika harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, SIA, stempel apotek. Satu surat pesanan terdiri dari rangkap empat dan hanya dapat untuk memesan satu jenis obat narkotika
Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan oleh Pemerintah, karena sifat negatifnya yang dapat menyebabkan ketagihan yang sangat merugikan.
Pengelolaan narkotika meliputi kegiatan-kegiatan:
Tata Cara Pemesanan Narkotika
Undang-Undang No. 9 tahun 1976 menyatakan bahwa Menteri Kesehatan memberikan izin kepada apotek untuk membeli, meracik, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan, menguasai, menjual, menyalurkan, menyerahkan, mengirimkan, membawa atau mengangkut narkotika untuk kepentingan pengobatan.
Pengadaan narkotika di apotek dilakukan dengan pesanan tertulis melalui Surat Pesanan Narkotika kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Surat Pesanan narkotika harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, SIA, stempel apotek. Satu surat pesanan terdiri dari rangkap empat dan hanya dapat untuk memesan satu jenis obat narkotika
PT Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) merupakan anak perusahaan dari
PT Kimia Farma (Persero) Tbk yang bergerak dalam bidang distribusi obat atau
disebut dengan pedagang besar farmasi (PBF).PT KFTD memiliki Prinsipal dalam
pendistribusian perbekalan yaitu PT Bayer, PT Metrolis, PT Global Distro
Medica, PT Mahakam Beta Farna.
Marketing atau pemasaran PT KFTD dibagi berdasarkan
produk yaitu :
1.
On The Counter (OTC)
Pada pemasaran OTC mendistribusikan Consumer Health Product (CHF) atau
mendistribusikan produk kesehatan masyarakat, obat-obat bebas yang umum
digunakan oleh masyarakat, biasa dijual pada swalayan farmasi di apotek Kimia
Farma maupun apotek, toko obat dan mini market lainnya. Promosi OTC dapat
dilakukan dengan memasang spanduk atau iklan pada media cetak dan elektronik.
2.
Lini Ethical
Lini Ethical mendistribusikan obat atau produk paten yang tidak dapat dijual
dengan bebas harus melalui resep dokter, apotek dan instalasi-instalasi farmasi
rumah sakit.
Berdasarkan jenis obat Lini Ethical dibagi menjadi dua, yaitu :
1.
Ethical Garuda
Ethical Garuda mendistribusikan obat-obat antibiotik, vitamin,
analgetik dan mukolosistem.
2.
Ethical Rajawali
Ethical Rajawali mendistribusikan obat-obat gastro, kardia, kulit atau kelamin.
3.
Lini Obat Generik (OG) dan Lini Obat Generik Berlogo
Lini OG mendistribusikan obat dengan nama dagang yang sama dengan kandungannya.
Pendistribusian OG sangat luas yang meliputi toko obat, apotek, dokter dan
rumah sakit.
Lini OGB mendistribusikan obat generik tetapi menggunakan nama pabrik yang
memproduksi. Pendistribusian OGB biasanya mengikuti atau bekerja sama Lini
Ethical, karna membawa produk dari perusahaan yang sama yaitu PT. Kimia Farma.
4.
Lini Instusi
Lini Instuti mendistribusikan dan mengadakan obat-obat pada instalasi-instalasi
pemerintah, berdasarkan tender yang didapat.Untuk melaksanakan tender ini harus
ada Surat Perintah Kerja (SPK).
Untuk obat narkotika, PT KFTD merupakan satu-satunya PBF yang diberi wewenang
oleh pemerintah dalam pendistribusian narkotika untuk apotek, rumah sakit dan
balai-balai pengobatan lainnya.
3.Antar
medika sembada
AMS Menyalurkan obat dari PT:
![]() |
![]() |
![]() |
PT PHAROS INDONESIA
|
PT NOVELL PHARMACEUTICAL LABORATORIES
|
PT PYRIDAM FARMA Tbk
|
![]() |
![]() |
![]() |
PT SURYA DERMATO MEDICA
|
PT GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES
|
PT INDOFARMA GLOBAL MEDIKA
|

Bina san prima menyediakan produk:


PT.Sanbe
farma(OGB) PT.Sanbe
farma(vision)


PT.Sanbe
farma(OTC) PT.Sanbe
farma(veterinary)


PT.Sanbe farma(infus)

5.Anugrah pharmindo lestari
Produk
farmasi
|
|
Definisi Apotek
Dalam rangka menunjang pembangunan nasional pada bidang kesehatan perlu dikembangkan iklim baik mengenai pengelolaan apotek sehingga pemerintah dapat menguasai, mengatur, dan mengawasi pensediaan, pembuatan, penyimpanan, peredaran dan pemakaian obat dan perbekalan farmasi lainnya, sehingga perlu diadakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 1965. Sebagai gantinya mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 yang merupakan perubahan atas perndang-undangan No. 26 Tahun 1965 tentang apotek.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian, dan penyaluran obat kepada masyarakat.Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud adalah pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan dinamika kefarmasian, maka definisi apotek diperbaharui kembali dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) No. 922/MENKES/PER/X/1993, tentang definisi apotek diperbaharui dan tata cara pemberian izin apotek. Penyelenggaraan pelayanan apotek yang tercantum pada Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan IPTEK, dan kebutuhan masyarakat serta jiwa semangat otonomi daerah, sehingga dikeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes RI) Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang perubahan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Menurut Kepmenkes RI Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002, definisi apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
2.2 Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 pasal 2, apotek sebagai sarana pelayanan kesehtaan memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
b. Sarana farmasi yang melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
Dalam rangka menunjang pembangunan nasional pada bidang kesehatan perlu dikembangkan iklim baik mengenai pengelolaan apotek sehingga pemerintah dapat menguasai, mengatur, dan mengawasi pensediaan, pembuatan, penyimpanan, peredaran dan pemakaian obat dan perbekalan farmasi lainnya, sehingga perlu diadakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 1965. Sebagai gantinya mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 yang merupakan perubahan atas perndang-undangan No. 26 Tahun 1965 tentang apotek.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian, dan penyaluran obat kepada masyarakat.Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud adalah pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan dinamika kefarmasian, maka definisi apotek diperbaharui kembali dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) No. 922/MENKES/PER/X/1993, tentang definisi apotek diperbaharui dan tata cara pemberian izin apotek. Penyelenggaraan pelayanan apotek yang tercantum pada Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan IPTEK, dan kebutuhan masyarakat serta jiwa semangat otonomi daerah, sehingga dikeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes RI) Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang perubahan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Menurut Kepmenkes RI Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002, definisi apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
2.2 Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 pasal 2, apotek sebagai sarana pelayanan kesehtaan memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
b. Sarana farmasi yang melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
2.4 Pengelolaan Apotek
Pengelolaan apotek secara khusus meliputi:
a. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, perubahan bentuk, pencampuran penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat.
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.
Pelayanan inforamsi yang dimaksud meliputi:
a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.
b. Pelayanan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya.
Pengelolaan apotek secara umum meliputi:
a. Bidang pelayanan kefarmasian.
b. Bidang material.
c. Bidang administrasi dan keuangan.
d. Bidang ketenagaan.
e. Bidang lain yang berkaitan dengan tugas dan fungsi apotek.
2.5 Persyaratan Apotek
Berdasarkan Permenkes RI No. 26/MENKES/PER/X/1981 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 278/MENKES/SK/V/1981, dinyatakan bahwa persyaratan minimal yang harus dipenuhi untuk mendirikan suatu apotek adalah adanya lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, perbekalan farmasi dan tenaga kesehatan, dan pelayanan apotek. Artinya untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan minimal, harus telah siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di bidang farmasi, serta tenaga kesehatan.
2.5.1 Lokasi
Menurut Menteri Kesehatan RI No. 278 Tahun 1981 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan lokasi apotek adalah tempat bangunan apotek didirikan, lokasi apotek yang baru atau berpindah, jumlah dan jarak minimal antar apotek ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Penentuan lokasi yang harus menjadi pertimbangan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan adalah jumlah penduduk, jumlah dokter yang praktek, sarana pelayanan kesehatan lainnya, hygiene lingkungan dan faktor-faktor yang terkait setelah adanya otonomi daerah maka faktor jarak sudah tidak dipermasalahkan lagi.
2.5.2 Bangunan
Bangunan apotek adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk mengelola apotek. Berdasarkan Keputusan Menkes No. 278 Tahun 1981, bangunan apotek harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Bangunan apotek mempunyai ukuran sekurang-kurangnya 50 m2 terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan resep, ruang administrasi, ruang penyimpanan obat, tempat pencucian alat dan toilet (WC).
b. Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a) Dinding harus kuat dan tahan air, permukaan sebelah dalam rata, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan.
b) Langit-langit harus terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak dan permukaan sebelah dalam berwarna terang.
c) Atap tidak boleh bocor, terbuat dari genteng, sirap atau bahan lain yang memadai.
d) Lantai tidak boleh lembab, terbuat dari ubin atau bahan lain yang memadai.
c. Apotek memiliki sumber aiar yang memenuhi persyaratan kesehatan.
d. Bangunan apotek harus memiliki ventilasi dan sanitasi yang baik, serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya.
e. Harus memiliki penerangan yang cukup sehingga dapat menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi apotek dengan baik.
f. Harus ada alat pemadam kebakaran sekurang-kurangnya dua buah dan masih berfungsi dengan baik.
g. Apotek harus memasang papan nama yang terbuat dari seng atau bahan lainnya yang memadai dengan ukuran minimal panjang 60 cm, tebal 5 cm, dan lebar 55 cm, papan nama harus memuat nama apotek, nama APA, nomor surat izin apotek (SIA), nomor telepon apotek.
2.5.3 Perlengkapan Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 278 Tahun 1981, yang dimaksud perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang digunakan untuk melaksanakan pengelolaan apotek.
Pada Bab IV Pasal 7 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 278 Tahun 1981, suatu apotek harus memiliki perlengkapan sebagai berikut:
a. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan
b. Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan kesehatan di bidang farmasi
c. Tempat penyimpanan khusus untuk narkotika
d. Tempat penyimpanan khusus untuk racun
e. Alat dan perlengkapan laboratorium
f. Kumpulan perundang-undangan yang berkaitan dengan apotek
g. Farmakope Indonesia dan Ekstra Farmakope Indonesia edisi terbaru serta buku lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
2.5.4 Perbekalan Kesehatan di Bidang Farmasi
Menurut Kepmenkes No. 1332 Tahun 2002 yang dimaksud dengan perbekalan farmasi adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Apotek berkewajiban untuk menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang karena suatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri (Depkes RI, 2002). Perbekalan farmasi yang disalurkan oleh apotek meliputi obat, bahan obat, obat asli Indonesia (obat tradisional), bahan obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika.Apotek harus menyediakan perbekalan kesehatan dibidang farmasi yang berobat dan bahan obat yang didasarkan pada daftar obat esensial untuk puskesmas dan rumah sakit.
Dalam Permenkes No. 26 Tahun 1981 dinyatakan bahwa apotek berkewajiban untuk menyimpan dan menyalurkan perbekalan farmasi yang bermutu baik.Ini berarti bahwa perbekalan farmasi yang tersedia di apotek harus berasal dari pabrik farmasi, pedagang besar farmasi, apotek atau sarana distribusi resmi lainnya.
Penyimpanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika di apotek harus dalam golongan lemari khusus yang terpisah dari penyimpanan obat-obat golongan ini.Pengelolaan obat-obatan golongan narkotika dan psikotropika termasuk pengadaan penyimpanan, penyaluran, dan pemusnahannya memiliki peraturan perundan-undangan sendiri.
2.5.5 Pelayanan Apotek
Pelayanan yang harus diberikan oleh apotek adalah sebagai berikut:
a. Apotek wajib dibuka untuk melayani masyarakat dari pukul 08.00-22.00
b. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola apotek.
c. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten.Dalam hal pasien tidak mampu menembus obat tertulis didalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
d. Apoteker wajib memberikan informasi:
a) Yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien
b) Penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.
e. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep ada kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Bila dokter penulis resep tetap pada pendiriannya dokter wajib membutuhkan tanda tangan yang lazim diatas resep atau dinyatakan tertulis.
f. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker
g. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, pencerita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang belaku.
Ketentuan-ketentuan umum yang berlaku tentang perapotekan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/Menkes/SK/X/2002 adalah sebagai berikut:
a. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan perundang-undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
Tugas dan Kewajiban Apoteker
a) Bertanggung jawabatas proses pembuatan obat, meskipun obat dibuat oleh asisten apoteker.
b) Kehadirannya ditempat petugas diatur oleh undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
c) Wajib berada ditempat selama jam apotek buka
d) Wajib menerangkan kekonsumen tentang kandungan obat yang ditebus. Penjelasan ini tidak dapat diwakilkan kepada asisten atau petugas apotek.
e) Membahas dan mendiskusikan resep obat langsung kepada dokter bukan asisten atau petugas apotek.
f) Wajib menjaga keserasian apotek
b. Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada apoteker atau apoteker bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan apotek disuatu tempat tertentu.
c. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek dari Dinas Kesehatan Kota/kabupaten dimana apotek tersebut didirikan.
Tugas, Kewajiban dan Wewenang:
a) Memimpin semua kegiatan apotek, antara lain mengelola kegiatan kefarmasian serta membina karyawan menjadi bawahan apotek.
b) Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil usaha apotek.
c) Mengatur dan mengawasi penyimpanan serta kelengkapan terutama di ruang peracikan.
d) Membina serta memberi petunjuk teknis farmasi kepada bawahannya terutama dalam memberikan informasi kepada pasien.
d. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek disamping Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
e. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apoteker selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada ditempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki surat izin kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek lain.
f. AsistenApoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker.
2.6 Perizinan Apotek
Izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan, yang kewenangannya dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Kepala Dinas Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan.
2.7 Perubahan Surat Izin Apotek
Menurut Surat Keputusan Dirjen POM No. 02401/SK/X1990, perubahan Surat Izin Apotek (SIA) diperlukan apabila:
a. Terjadi pengantian nama apotek
b. Terjadi perubahan nama jalan dan nomor bangunan pada alamat apotek tanpa perpindahan lokasi apotek.
c. Surat Izin Apotek (SIA) rusak atau hilang
d. Terjadi penggantian Apoteker Pengelola Apotek (APA)
e. Terjadi penggantian Pemilik Sarana Apotek (PSA)
f. Surat Izin Kerja (SIK) APA dicabut dalam hal APA bukan sebagai PSA
g. Terjadi perpindahan lokasi apotek
h. Apoteker Pengelola Apotek meninggal dunia
2.8 Pencabutan Izin Apotek
Pencabutan izin apotek dapat dilakukan apabila sesuai dengan hal-hal dibawah ini, yaitu:
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang telah di tetapkan seperti ijazah yang terdaftar pada Departemen Kesehatan, melanggar sumpah atau janji sebagai apoteker, tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental dalam menjalankan tugasnya, bekerja sebagai penanggung jawab pada apotek atau indrustri farmasi lainnya.
b. Apoteker tidak menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu dan terjamin keabsahannya atau
c. Apoteker tidak menjalankan tugasnya dengan baik seperti dalam hal melayani resep, memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman atau rasional atau
d. Bila apoteker berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun berturut-turut atau
e. Bila apoteker melanggar perundang-undangan narkotika, obat keras atau ketentuan lainnya atau
f. SIK APA dicabut atau
g. PSA berbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan dibidang obat atau
h. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan yang ditetapkan
Berdasarkan Kepmenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002 pengganti Permenkes No. 992/Menkes/Per/X/1993, pelaksanaan pencabutan izin dilakukan dengan cara:
a. Pemberian peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak tiga kali berturut-turut dan tenggang waktu masing-masing dua bulan.
b. Pembekuan Izin apotek dilakukan untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya surat penetapan pembekuan kegiatan apotek.
Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kepada apabila apotek telah memenuhi segala persyaratan sesuai dengan peraturan dan ketentuanyang berlaku.Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima hasil laporan pemeriksaan dari Kepala Balai POM setempat, atau Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.Keputusan untuk pencabutan SIA oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, serta Kepala Balai POM setempat.
Apabila Surat Izin Apotek (SIA) dicabut, APA atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan dimaksud wajib mengikuti tata cara sebagai berikut:
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan obat-obat narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya, serta seluruh resep yang ada di apotek.
b. Obat-obat narkotika, psikotropika dan resep-resep harus dimasukan dalam satu tempat yang tertutup serta terkunci.
c. APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan yang disertai laporan inventarisasi.
2.10 Salinan Resep
Salinan resep adalah salinan yang dimuat oleh apotek, selain memuat semua keterangan yang terdapat dalam resep asli juga memuat:
a. Nama dan alamat apotek
b. Nama dan nomor izin apotek pengelola apotek
c. Tanda tangan atau paraf apoteker pengelola apotek
d. Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan dan ditanda nedet (nedetur) untuk obat yang belum diserahkan, pada resep tanda …X diberi tanda detur / detur …X
e. Nomor resep dan tanggal pembuatan
Istilah lain dari copy resep adalah apograph, exemplum, afschrtif. Apabila Apoteker Pengelola Apoteker berhalangan melakukan tugasnya, penandatanganan atau pencantuman paraf pada salinan resep yang dimaksud atas dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti dengan mencantumkan nama terang dan status yang bersangkutan.
Salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis atau yang merawat penderita-penderita sendiri dan petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku (contohnya petugas pengadilan bila diperlukan untuk suatu perkara).
Dalam hal ini resep terdapat beberapa pengaturannya, sebagai berikut:
a. Salinan resep harus ditanda tangani oleh apoteker
b. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dalam jangka waktu 3 tahun
c. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau merawat penderita, penderita bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut undang-undang yang berlaku.
Tenaga
Kesehatan
Disamping Apoteker
Pengelola Apotek (APA), di apotek sekurang-kurangnya harus mempunyai seorang tenaga kefarmasian. Bagi apotek yang Apoteker Pengelola
Apotek-nya pegawai instalasi
pemerintah
lainnya harus ada apoteker pendamping
atau tenaga teknis kefarmasian.
4) Asisten Apoteker
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek, Apoteker
Pengelola Apotek dibantu oleh Asisten Apoteker yang telah memiliki Surat Izin
Kerja. Keputusan Menteri Kesehatan No. 679/MENKES/SK/V/2003, tentang peraturan
registrasi dan izin kerja Asisten Apoteker :
a.
Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah
Sekolah. Asisten Apoteker atau Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi, dan
Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis
Farmasi dan Makanan, Jurusan Analisis Farmasi serta Makanan Politeknik
Kesehatan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
b.
Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis atas
kewenangan yang diberikan kepada pemegang Ijazah Sekolah Asisten Apoteker atau
Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi dan Jurusan Farmasi Politeknik
Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan, Jurusan Analisis Farmasi serta
Makanan Politeknik Kesehatan untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian sebagai
Asisten.
c.
Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis yang
diberikan kepada pemegang Surat Izin Asisten Apoteker untuk
melakuka pekerjaan kefarmasian disarana kefarmasian.
d.
Sarana Kefarmasian adalah tempat yang digunakan untuk
melakukan pekerjaan kefarmasian antara lain Industri
Farmasi termasuk obat Tradisional dan kosmetika, Instalasi Farmasi, Apotek, dan
toko obat.
Personalia
Sikap karyawan yang
baik, ramah dan cepat melayani pembeli, mengenal pasien didaerah sekeliling
apotek sebanyak mungkin dapat membangkitkan kesan baik, sehingga peran karyawan
sangat penting dalam laba yang diinginkan atau direncakan. Untuk mendapatkan
karyawan yang baik didalam apotek, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan :
a.
Mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan
b.
Mendorong para karyawan untuk bekerja lebih giat
c.
Memberi dan menempatkan mereka sesuai dengan pendidikannya
d.
Merekrut calon karyawan dan mendidik sebagai calon pengganti yang tua.
Fungsi
dan Pembagian Tugas
Didalam sebuah apotek
perlu adanya job description (uraian
tugas), sehingga setiap pegawai yang bekerja mengetahui apa tugas dan
tanggungjawabnya. Pembagian tugas didalam apotek adalah sebagai berikut :
a. Apoteker
Tugas apoteker :
1)
Memimpin seluruh kegiatan apotek.
2)
Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi yang meliputi :
a)
Administrasi kefarmasian
b)
Administrasi keuangan
c)
Administrasi penjualan
d)
Administrasi barang dagangan atau inventaris
e)
Administrasi personalia
f)
Administrasi bidang umum
3)
Membayar pajak yang berhubungan dengan perapotekan.
4)
Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal
sesuai dengan rencana kerja.
b. Koordinator Kepala
Tugas Koordinator Kepala yaitu :
1)
Mengkoordinir dan mengawasi kerja bawahannya termasuk mengatur daftar giliran
dinas, pembagian tugas dan tanggungjawab (narkotika, pelayanan dokter dan kartu
stock di lemari masing-masing)
2)
Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan atau
mengembangkan hasil usaha apotek
3)
Mengatur dan mengawasi penyimpanan dan kelengkapan obat sesuai dengan teknis
farmasi terutama diruang peracikan.
4)
Memelihara buku harga dan kalkulasi harga obat yang akan dijual sesuai dengan
kebijaksanaan harga yang telah ditentukan.
5)
Membina serta memberi petunjuk soal teknis farmasi kepada bawahannya, terutama
pemberian informasi kepada pasien.
6)
Bersama-sama dengan tata usaha mengatur dan mengawasi data-data administrasi
untuk penyusunan laporan managerial dan laporan
pertanggungjawabannya.
7)
Mempertimbangkan usul-usul yang diterima dari bawahannya serta meneruskan atau
mengajukan saran-saran untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek kepada
pemimpin apotek.
8)
Mengatur dan mengawasi pengamanan uang penghasilan tunai setiap hari.
9)
Mengusulkan penambahan pegawai baru, penempatan, kenaikan pangkat, peremajaan
bagi karyawan bawahannya kepada pemimpin apotek.
10) Memeriksa
kembali
c. Tenaga teknis
kefarmasian
Tugas tenaga
teknis kefarmasian adalah:
1)
Mengerjakan pekerjaan sesuai dengan profesinya
2)
Dalam hal darurat, dapat menggantikan pekerjaan sebagai kasir, penjual obat bebas dan juru resep.
Tenaga teknis kefarmasian bertanggungjawab
kepada asisten kepala sesuai dengan
tugasnya, artinya bertanggungjawab atas kebenaran segala tugas yang
diselesaikannya, tidak boleh ada kesalahan, kekeliruan, kekurangan, kehilangan
dan kerusakan.
d. Tata Usaha (Keuangan)
Tugas Kepala Tata
Usaha, yaitu:
1)
Mengkoordinir dan mengawasi kerja.
2)
Membuat laporan harian.
3)
Dinas luar mengurus pajak, izin-izin, dan asuransi.
4)
Membuat laporan bulanan.
5)
Membuat laporan tahunan tutup buku (neraca dan perhitungan rugi laba)
6)
Surat menyurat.
7)
Kepala tata usaha bertanggungjawab kepada apoteker pengelola
apotek.
e. Pemegang Kas (Kasir)
Tugas kasir
adalah:
1)
Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu pula dengan pengeluaran uang, yang harus dilengkapi
pendukung berupa kwitansi dan nota yang sudah diparaf oleh pengelola apotek dan
pejabat yang ditunjuk.
2)
Menyetorkan dan mengambil uang, baik dari kasir besar atau bank.
6) Sarana dan Prasarana Apotek
Apotek berlokasi pada
daerah yang dengan mudah dikenal oleh masyarakat.Pada halaman terdapat papan
petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.Apotek harus dengan mudah
diakses oleh masyarakat.Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang
terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna
untuk menunjukan integritas dan kualitas prosuk serta mengurangi resiko
kesalahan penyerahan.
1.
Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk
memperoleh informasi dan konseling.
2.
Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya.
3.
Apotek harus bebas dari hewan pengerat, apotek memiliki suplai listrik yang
konstan, terutama untuk lemari pendingin.
Apotek harus memliki:
1.
Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
2.
Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan
brosur/materi informasi.
3.
Ruang tertutup bagi pasien yang konseling dilengkapi meja dan kursi serta
lemari untuk penyimpanan catatan medikasi pasien,
4.
Ruang racikan.
5.
Tempat pencucian alat.
6.
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat
dan barang lain tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan
cahaya yang berlebihan serta diletakan pada kondisi ruangan dengan temperature
yang telah ditetapkan.
2. Pengelolaan Obat di Apotek
A. Perencanaan
Perencanaan merupakan dasar tindakan manejer untuk dapat menyelesaikan
tugasnya dengan baik. Dalam perencanaan pengadaan sedian farmasi seperti
obat-obatan dan alat kesehatan yang dilakukan adalah pengumpulan data
obat-obatan yang akan di tulis dalam buku defacta. Sebelum perencanaan di
tetapkan, umumnya di dahulukan oleh prediksi atau ramalan tentang peristiwa
yang akan datang.
B. Pengadaan
Pengadaan biasanya di lakukan berdasarkan perencanaan yang telah di buat
dan di sesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadan barang meliputi:
pemesanan, cara pemesanan, mengatasi kekosongan dan pembayaran.
a. Pemesanan barang atau order dilakukan oleh asisten apoteker berdasarkan
catatan yang ada dalam buku habis berisi catatan barang-barang yang hampir
habis atau yang sudah habis di apotek.
b. Cara pemesanan barang dilakukan
dengan menuliskan surat pesanan (SP). Selain narkotika dan psikotropika
meliputi tanggal, nomor pesanan, kode supplie, nama barang, satuan barang, dan
jumlah barang. SP akan diambil selesman dari masing-masing PBF, apabila
selesman PBF tidak datang order bisa dilakukan melalui telpon (untuk obat selainnarkotika
dan psikotropika)
c. Mengatasi pemesanan obat akibat
waktu antara pemesanan dan kedatangan barang yang lama.
d. Pembayaran dapat dilakukan dengan cara COD
(Cast on delivery) atau kredit.
C. Penerimaan
Penerimaan barang harus dilakukan dengan mengecek kesesuain barang yang
datang dengan faktur dan SP. Kesesuain meliputi : nama barang, jumlah barang,
satuan, harga, diskon, dan nama PBF serta mengecek masa kadaluarsanya. Faktur
di periksa tanggal pesan dan tanggal jatuh temponya, lalu di tanda tangani dan
di cap oleh Apoteker pengelola Apotek (APA) atau Asisten Apoteker (AA), yang
mempunnyai SIK. Kemudian faktur yang sudah di tanda tangani tersebut di
masukkan kedalam format pembelian.
D. Penyimpanan
Obat dan bahan obat harus di simpan dalam wadah yang cocok dan harus
memenuhi ketentuan pengemasan dan penandaan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Penyimpanan obat di golongkan berdasarkan bentuk bahan baku seperti : bahan
padat di pisahkan dari bahan cair atau bahan yang setengah padat di pisahkan
dari bahan cair. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan zat-zat yang bersifat
higroskopis demikian pula halnya terhadap barang-barang yang mudah terbakar dan
obat-obat yang mudah rusak dan meleleh pada suhu kamar. Penyimpanan dilakukan
dengan cara/ berdasarkan nama penyakit, khasiat obat, dan nama generik dan
paten untuk memudahkan pengambilan obat saat diperlukan.
Penyimpananbarang di
ApotekTidar Farma secara umum digolongkan menjadi tiga yaitu :
a.
Obat
Bebas, Generik / Obat Paten, Obat non Narkotik dan Obat lain yang
tidak memerlukan kondisipenyimpanan tertentu, disusun secara
Alphabeth juga dibedakan berdasarkan bentuk sediaannya.
b.
Obat-obat
yang memerlukan kondisi penyimpanan pada suhu yangdingin
disimpandalamlemariEs,Misalnya:Suppositoria, Injeksi tertentu, dan beberapa
obat lainnya
c.
ObatNarkotikadan
Psikotropika,disimpan dalam lemari khusus dan sesuai dengan
ketentuannya.
E. Pendistribusian Obat
1.
Penjualan Bebas
Penjualan bebas
adalah penjualan obat tanpa resep.Dalam pemenkes nomor 924/Menkes/Per/X/1993
tentang obat wajib apotek no 2 menyatakan APA dapat menjual obat bebas yang di
nyatakan sebagai obat wajib apotek tanpa resep dokter.Obat wajib apotek adalah
obat bebas yang dapat di serahkan oleh APA kepada pasien tanpa resep dokter.
Daftar obat ini di tetapkan berdasarkan SK Menkes RI Nomor
347/Menkes/SK/VIU/1997 tentang obat wajib apotek No. 1 dan keputusan Menteri
Kesehatan No 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Wajib Apotek No. 2.
2.
Penjualan Dengan Resep
Penjualan dengan
resep adalah penjualan obat dengan resep dokter.Sistem pelayanan ini di apotek
Kimia Farma 72 ada 6 (enam) yaitu penerimaan resep.
a)
Pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan resep.
Nama,
Alamat, No hp dan tanda tangan dokter penulis resep.
Nama
obat, dosis, jumlah dan aturan pakai
Nama pasien, umur,
alamat dan no telepon
b)
Perjanjian dan pembayaran
Pengambilan
obat semua atau sebagian
Atau
tidak penggantian obat atas persetujuan dokter atau pasien
c)
Peracikan
Penyiapan
etiket atau penandaan obat dan kemasan
Peracikan
obat (hitung, campur, kemas)
Penyajian
hasil akhir peracikan
d)
Pemeriksaan akhir
Kesesuaian
hasil peracikan dengan resep.
Nomor
resep.
Nomor
obat, bentuk dan jenis sediaan, dosis, jumlah dan aturan pakai.
Nama
pasien, umur, alamat dan nomor telepon.
e)
Penyerahan Obat dan pemberian informasi
Penjelasan obat harus
di sertai dengan penjelasan info nama obat, bentuk dan sediaan, dosis, jumlah
dan aturan pakai, cara penyimpanan, efek samping yang mungkin timbul dan cara
mengatasinya, tanda terima pasien atau penerima obat.
f)
Layanan Purna Jual
Komunitas
dan informasi dan penerima obat
Penggantian
obat bila di perlukan atas permintaan dokter
Apotek
Rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian
yaitu penyerahan obat dan perbekalan kesehatan tetapi tidak boleh melakukan
peracikan.Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan
yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Masyarakat
luas akan semakin mudah memperoleh obat dengan diterbitkannya Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 284/Menkes/Per/III/2007 tanggal
8 Maret 2007 tentang Apotek Rakyat. Dalam memberikan pelayanan kefarmasian,
Apotek Rakyat harus mengutamakan obat generik.
Selain
itu Apotek Rakyat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari penggunaan
obat-obat palsu, obat kadaluarsa, dan obat yang tidak jelas asal-usulnya serta
mencegah penyalahgunaan obat.Dengan demikian masyarakat dapat memperoleh obat
dengan mudah, murah dan aman.Di samping itu Pendirian Apotek Rakyat juga
dimaksudkan untuk meningkatkan penertiban peredaran obat-obatan di
sentra-sentra perdagangan yang selama ini telah dilakukan oleh Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (POM).
Untuk dapat mendirikan Apotek Rakyat, selain harus melengkapi syarat administrasi, juga harus mengantongi ijin dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.Untuk memperoleh ijin tidak dipungut biaya.
Syarat lain Apotek Rakyat adalah adanya sarana dan prasarana berupa komoditi, lemari obat, lingkungan yang terjaga kebersihannya. Apotek harus mudah diakses masyarakat serta memiliki bangunan yang dapat menjamin obat atau perbekalan kesehatan lainnya bebas dari pencemaran atau rusak akibat debu, kelembaban dan cuaca.
Dalam Permenkes No. 284/Menkes/Per/III/2007 termaktub standar dan persyaratan Apotek Rakyat. Dalam hal ketenagaan, sama seperti apotek lainnya, setiap Apotek Rakyat harus memiliki apoteker sebagai penanggung jawab dan dapat dibantu oleh asisten apoteker.
Melalui Permenkes ini, pedagang eceran obat dapat mengembangkan diri menjadi Apotek Rakyat setelah memenuhi syarat tertentu.Sementara itu, pedagang eceran obat yang statusnya sudah berubah menjadi Apotek Sederhana secara langsung dianggap telah menjadi Apotek Rakyat.Dinas kesehatan Kabupaten/Kota harus mengganti Izin Apotek Sederhana selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 bulan sejak ditetapkannya Permenkes ini (8/3).
Apotek Rakyat dapat merupakan satu atau gabungan dari paling banyak empat pedagang eceran obat.Gabungan pedagang eceran obat dibawah satu pengelola harus memiliki ikatan kerjasama berbentuk badan usaha atau bentuk lainnya serta berada pada lokasi yang berdampingan.
Disebutkan pula bahwa pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan semestinya dilakukan sesuai dengan pengaturan pemerintah terhadap perencanaan, pengadaan dan penyimpanan yang ditetapkan. Pengeluaran obat perlu memakai sistem FIFO (First In First Out). Maksudnya obat yang lebih dulu dibeli atau disimpan pengelola juga harus lebih dahulu dijual atau dilekuarkan.Aturan lain adalah FEFO (First Expire First Out); maksudnya obat yang tanggal kadaluarsanya lebih awal harus lebih dulu dukeluarkan atau dijual.
Dalam memberikan pelayanan, seorang apoteker pada Apotek Rakyat harus melakukan pemeriksaan resep dan sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara resep dan obat.Apotek Rakyat dilarang menyerahkan obat dalam jumlah besar, selain dilarang menjual obat-obatan narkotika dan psikotropika.
Pembinaan dan pengawasan terhadap Apotek Rakyat dilakukan oleh Depkes, Badan POM, Dinkes Kabupaten/kota dengan mengikutsertakan organisasi profesi.Bila dalam pelaksanaannya ditemukan bahwa suatuApotek Rakyat melakukan pelanggaran, maka dapat dikenakan sanksi berupa teguran lisan, tertulis sampai dengan pencabutan ijin.
Untuk dapat mendirikan Apotek Rakyat, selain harus melengkapi syarat administrasi, juga harus mengantongi ijin dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.Untuk memperoleh ijin tidak dipungut biaya.
Syarat lain Apotek Rakyat adalah adanya sarana dan prasarana berupa komoditi, lemari obat, lingkungan yang terjaga kebersihannya. Apotek harus mudah diakses masyarakat serta memiliki bangunan yang dapat menjamin obat atau perbekalan kesehatan lainnya bebas dari pencemaran atau rusak akibat debu, kelembaban dan cuaca.
Dalam Permenkes No. 284/Menkes/Per/III/2007 termaktub standar dan persyaratan Apotek Rakyat. Dalam hal ketenagaan, sama seperti apotek lainnya, setiap Apotek Rakyat harus memiliki apoteker sebagai penanggung jawab dan dapat dibantu oleh asisten apoteker.
Melalui Permenkes ini, pedagang eceran obat dapat mengembangkan diri menjadi Apotek Rakyat setelah memenuhi syarat tertentu.Sementara itu, pedagang eceran obat yang statusnya sudah berubah menjadi Apotek Sederhana secara langsung dianggap telah menjadi Apotek Rakyat.Dinas kesehatan Kabupaten/Kota harus mengganti Izin Apotek Sederhana selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 bulan sejak ditetapkannya Permenkes ini (8/3).
Apotek Rakyat dapat merupakan satu atau gabungan dari paling banyak empat pedagang eceran obat.Gabungan pedagang eceran obat dibawah satu pengelola harus memiliki ikatan kerjasama berbentuk badan usaha atau bentuk lainnya serta berada pada lokasi yang berdampingan.
Disebutkan pula bahwa pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan semestinya dilakukan sesuai dengan pengaturan pemerintah terhadap perencanaan, pengadaan dan penyimpanan yang ditetapkan. Pengeluaran obat perlu memakai sistem FIFO (First In First Out). Maksudnya obat yang lebih dulu dibeli atau disimpan pengelola juga harus lebih dahulu dijual atau dilekuarkan.Aturan lain adalah FEFO (First Expire First Out); maksudnya obat yang tanggal kadaluarsanya lebih awal harus lebih dulu dukeluarkan atau dijual.
Dalam memberikan pelayanan, seorang apoteker pada Apotek Rakyat harus melakukan pemeriksaan resep dan sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara resep dan obat.Apotek Rakyat dilarang menyerahkan obat dalam jumlah besar, selain dilarang menjual obat-obatan narkotika dan psikotropika.
Pembinaan dan pengawasan terhadap Apotek Rakyat dilakukan oleh Depkes, Badan POM, Dinkes Kabupaten/kota dengan mengikutsertakan organisasi profesi.Bila dalam pelaksanaannya ditemukan bahwa suatuApotek Rakyat melakukan pelanggaran, maka dapat dikenakan sanksi berupa teguran lisan, tertulis sampai dengan pencabutan ijin.
Tata cara memperoleh izin apotek rakyat
:
- Permohonan Izin Apotek Rakyat diajukan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APR-1.
- Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melalukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek untuk melakukan kegiatan.
- Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model APR-2
- Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan 3 tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APR-3
- Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud angka 3, atau pernyataan dimaksud angka 4, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APR-4
- Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud angka 3 masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APR-5Terhadap Surat Penundaan sebagai mana dimaksud dalam ayat 6, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
- Terhadap permohonan izin Apotek Rakyat yang ternyata tidak memenuhi persyaratan, atau lokasi Apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan menggunakan contoh Formulir Model APR-6.
Ijin Pedagang Eceran Obat / Toko Obat (TO)
DASAR HUKUM
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 167/Kab/VII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat.
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1189A/Menkes/SK/X/1999 tentang Penetapan Ijin di Bidang Kesehatan;
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1331/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menkes RI No. 167/Kab/B.VIII/1972 tentang Pedagang eceran Obat.
- Keputusan Walikota Semarang No 875.1/2 Tahun 2011 tentang Pendelegasian Wewenang Penandatanganan Perijinan dan Non Perijinan kepada Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Semarang Kesehatan
Syarat - Syarat
Persyaratan yang harus dipenuhi :
- surat Permohonan bermeterai Rp 6.000,-
- surat Penunjukan pemilik toko obat kepada Asisten Apoteker (Pemilik Toko Obat).
- surat Pernyataan keanggotaan asisten apoteker bermaterai Rp.6000,-.
- foto copy KTP pemohon dan KTP Asisten Apoteker, SISS dan SIK Asisten Apoteker.
- foto copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) / surat pernyataan dan copy lunas pajak tahun terakhir.
- foto Copy Ijasah Asisten Apoteker.
- denah lokasi Toko Obat.
- foto Copy SK Toko Obat lama (untuk perpanjangan).
Prosedur
PROSEDUR
- Pemohon datang, mengajukan surat permohonan dilampiri persyaratan lainnya.
- Setelah diteliti dan dinyatakan lengkap dan benar, berkas permohonan diagendakan dan kepada pemohon diberikan bukti penerimaan berkas.
- Berkas permohonan selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku
- Apabila ijin telah diterbitkan, pemohon akan diberitahu dan selanjutnya bisa diambil diloket pengambilan.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Anggota
IKAPI. 2010. Undang – Undang Kesehatan. Bandung: FM Fokusmedia.
·
Adi
Darmansyah, S.Pd, R.Y. Bambang Purwono,S.Pd, Heru Purwanto, S.H. 2010. Undang
– Undang Kesehatan. Jakatrta: PPB SMF-SMKF.
·
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 918/ MENKES/ PER/ X/1993.
·
Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1191/ MENKES/ SK/ IX/ 2002.
· Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 889/MENKES/ PER/V/2011.
·
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1148/ MENKES/ PER/VI/2011
Terimakasih kak Artikel Distribusi nya sangat membantu dan mudah dipahami
BalasHapusDistribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat, terjamin keabsahan, tepat jenis dan jumlah secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan. Distribusi obat dilakukan agar persediaan jenis dan jumlah yang cukup sekaligus menghindari kekosongan dan menumpuknya persediaan serta mempertahankan tingkat persediaan obat.