Langkah-langkah Meresensi Buku
Berikut
ini adalah langkah-langkah praktis yang dapat Anda gunakan untuk membuat
resensi sebuah buku.
1.
Melakukan penjajakan atau pengenalan buku yang diresensi, meliputi:
· Tema buku yang diresensi, serta deskripsi
buku.
· Siapa penerbit yang menerbitkan buku itu,
kapan dan di mana diterbitkan, tebal (jumlah bab dan halaman), format hingga
harga.
· Siapa pengarangnya: nama, latar belakang
pendidikan, reputasi dan presentasi buku atau karya apa saja yang ditulis
sampai alasan mengapa ia menulis buku itu.
· Penggolongan / bidang kajian buku itu:
ekonomi, teknik, politik, pendidikan, psikologi, sosiologi, filsafat, bahasa,
sastra, atau lainnya.
2.
Membaca buku yang akan diresensi secara menyeluruh, cermat, dan teliti. Peta
permasalahan dalam buku itu perlu dipahami dengan tepat dan akurat.
3.
Menandai bagian-bagian buku yang memerlukan perhatian khusus dan menentukan
bagian-bagian yang akan dikutip sebagai data acuan.
4.
Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan diresensi.
5.
Menentukan sikap atau penilaian terhadap hal-hal berikut ini:
· Organisasi atau kerangka penulisan; bagaimana
hubungan antar bagian satu dengan lainnya, bagaimana sistematika, dan
dinamikanya.
· Isi pernyataan; bagaimana bobot idenya,
seberapa kuat analisanya, bagaimana kelengkapan penyajian datanya, dan
bagaimana kreativitas pemikirannya.
· Bahasa; bagaimana ejaan yang disempurnakan
diterapkan, bagaimana penggunaan kalimat dan ketepatan pilihan kata di
dalamnya, terutama untuk buku-buku ilmiah.
· Aspek teknis; bagaimana tata letak, bagaimana
tata wajah, bagaimana kerapian dan kebersihan, dan kualitas cetakannya (apakah
ada banyak salah cetak).
Sebelum
melakukan penilaian, alangkah baiknya jika terlebih dahulu dibuat semacam garis
besar (outline) dari resensi itu. Outline ini akan sangat membantu kita ketika
menulis.
6.
Mengoreksi dan merevisi hasil resensi dengan menggunakan dasar- dasar dan
kriteria-kriteria yang telah kita tentukan sebelumnya.
Bahan dikutip dari sumber:
Judul Buku : Dasar-dasar Meresensi Buku
Penulis : DR. A.M. Slamet Soewandi
Penerbit : PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta Tahun : 1997
Halaman : 6 - 7
Judul Buku : Dasar-dasar Meresensi Buku
Penulis : DR. A.M. Slamet Soewandi
Penerbit : PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta Tahun : 1997
Halaman : 6 - 7
Berikut adalah salah satu contoh resensi buku:
Judul Buku :
BACALAH!
Penulis
: Suherman, M. Si
Penerbit
: MQS PUBLISHING
Ukuran
: xii + 152 halaman; 15 x 23 cm
Mahaguru pembawa
peradaban di dunia telah menggambarkan dimana buku menjadi teman duduk. Cobalah
buku, bacalah mataku, bacalah kepribadianku melaluimu. Semenjak turunya ayat
pertama yaitu iqra, telah membawa tradisi lisan ke tradisi tulis yang membawa
pelita dalam kegelapan. Seprtinya buku telah membawa indikator peradaban dunia
dimana terciptanya tulisan-tulisan.
Sehingga kesepakatan
sampai hari ini, buku menjadi frame peradaban, perpustakaan-perpustakaan Islam
yang berkembang pada waktu itu menandakan pula perkembangan Islam yang menjadi
motor penggerak peradaban.
…Hal itu tumbuh dan
dan berkembang atas dorongan tradisi intelektual yang menonjol dalam sejarah
perkemabangan ilmu pengetahuan dikalangan umat islam, yakni penerjemahan,
penulisan kitab, polemic intelektual, perdebatan, dialog, ulasan, pensyarahan,
da sebagainya (hal 10)..
Ulama- ulama terdahulu
merupakan mahaguru peradaban yanag tidak pernah terlepas dari aktivitas membaca
dan menulis. Sehingga tidak heran, mereka dikatakan sebafgai klutu buku.
Ssebab, buku merupakan gudang ilmu pengetahuan disanalah mereka bisa berdialog
dengan ulama-ulam terdahulunya.
Belajar dari Mahaguru Peradaban
Dalam buku “bacalah”
karya Suherman, Msi ini, memberikan sketsa mahaguru peradaban dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan. Mulai dari perkembangan islam, ulama ataupun
cendikiawan islam, serta mahaguru peradaban yang sukses karena membaca. Abu
Abdullah al-A’rabi sebagi contoh an dimana ia sangat dekat dengan buku. Ia
terkenal suka berbuat aneh-aneh untuk menyampaikan pesan kepada tamu yang
datang ke rumahnya.
..”Kata pelayanku, tadi dirumahmu tidak ada
siapa-siapa. Tapi, mengapa anda bilann ada tamu, dan anda akan kesini setelah
menemani mereka?, Apa maksudmu” Tanya Abu Ayub. Abu Abdulah menjawab dengan
membacakan syair. Kami punya temna-teman duduk dan kami tak pernah bosan
berbicara dengan mereka, mereka bisa dipercaya saat aku ada di rumah maupun
sedang pergi, mereka membeiku ilmu, kepintaran, pendiidkan, dan pendapat yang
benar tanpa menimbulkan fitnah yang ditakuti dan perlakuan buruk, aku juga
tidak mengkhawatirkan kejahatan lidah dan tanganya jika kamu bilang mereka
mati, kamu tidak bohong dan jika kamu bilang mereka hidup, kamu juga tidak
berdusta (hal 30).
Para ideologi, para
pemimpin, dan negara kontemporer dijadikan bukti autentik abad 18 sampai abad
20. Masing-masing diwakili oleh Karl Marx, Imam Khoemeini, Mahatma Gandhi,
Hasanal-Banna, Barack Obama, Mohammad Hatta dan Tan Malaka. Penulis disini
mencoba memberikan contoh para mahaguru peradaban nasional yang membuktikannya
dengan baca, menulis, dan berkarya. Keadaan para mahaguru ini seperti apa yang
dikatakan Thomas Jefferson “aku tidak bisa hidup tanpa buku”.
Konteks Keindonesiaan
Tradisi para pembesar
bangsa ini maupun mahaguru peradaban dunia telah membuktikan dengan semangat
membaca, diskusi, maupun menulisnya. Namun, keadaan konteks keindonesiaan
kekinian memberikan keadan terbalik masa lalu. Disinlah penulis mencoba
menggeliatkan kemabali insan indoensia untuk membuktikn kualitasnya dengan
menciptakan paradigm kritis melalui membaca. Penulis pun memberikan beberapa
premikirannya tentang menghidupkan kembali semangat membaca Mahaguru Peradaban.
Yaitu dengan kesadaran, cita-cita, ilmu pengetahuan, tekad.
Ditengah kelesuan membaca di Indonesia
buku ini hadir dengan penutup kesaksian para kaum cendikiawan dan budyawan.
Dalam rangkaian esai kritis, mereka mencoba memberikan solusi kelur dari
permasalahan kelesuan ini. Mulai adari pertanyaaan Taupiq ismail “kenapa orang
Indonesia, sedikit, sangat sedikit, luar biasa sedikit membaca buku?. Tragedi
nol buku ini semoga menjadi penyulut api para generasi sekarang untuk terus
membangkitkan semangat membaca para mahaguru peradaban. Tak ada salahnya ketika
telah membaca resensi ini, kita mulai menjadikan buku sebagi teman dekat. “Yuk
kita membaca”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar